Naima tahu perusahaannya tak dalam keadaan baik-baik saja. Ayahnya yang telah pulang ke pangkuan Tuhan, memaksanya turun gunung menggantikan beliau. Masalahnya para investor dan juga pemegang saham yang lebih senior tak percaya padanya. Jadilah beberapa dana investor ditarik, dan para pemegang saham melakukan rapat dadakan. Naima sudah sering terhimpit keadaan, pernah kelaparan sampai mengais sampah pada saat berusia 5 tahun dan ditemukan lalu di bawa ke panti asuhan. Baginya cibiran serta remehan, adalah iklan yang harus ia lewatkan. Masalah dana tambahan, ia bisa mengusahakan tanpa mengusik atau minta bantuan kepada partai.
Tapi dari semua hal buruk, Naima menghadapi hal yang lebih dari sekedar mimpi kelam, nasib apes, bencana alam dan bisa dikatakan hal yang lebih buruk dari itu. Ia harus bernegosiasi dengan perusahaan Keluarga Baratha. Tentunya dengan si sulung Saka yang terkenal angkuh serta alot dalam menggelontorkan dana. Dia bisa saja egois dengan tak datang tapi nasib orang banyak sedang dipertaruhkan, mana bisa Naima seenak sendiri.
"Ehm... ehmm... apa kabar Saka?". Sapanya pada Saka Laksa Baratha direktur utama dari Mahesa Corp. Mereka sudah tak bertemu hampir enam tahun. Eh mungkin pernah bertemu tapi mereka saling menghindar. Karena hubungan keduanya yang pernah terjalin dulu berakhir buruk. Saka sudah menikah dan Naima masih sendiri. Terlihat menyedihkan, tapi move on dari mantan dengan menjadi lebih baik, matang dan cantik.
"Baik". Singkat dan jelas. Di lihat sekilas pun Saka sehat walafiat tanpa kekurangan anggota badan. Padahal Naima berharap otak Saka hilang agar tak mengingatnya kembali.
"Yah berhubung kita semua sudah berkumpul. Jadi...."
"Tak usah basa-basi, langsung ke poinnya saja." Naima bersikap profesional. Ia maju ke depan, mempresentasikan sebuah penawaran kerja sama. Dari sini ia hanya berharap kalau Saka mau mengesampingkan masa lalu. Melihat dirinya sebagai partner bisnis bukan mantan apalagi musuh. Demi Tuhan Saka lebih banyak membuat dosa padanya dulu dan dia dengan lapang hati melupakan. Ck... mulianya hatinya...
"Saya jamin kerja sama kita akan menguntungkan. Dengan kita bekerja sama maka produk dari Mahesa Corp akan lebih di kenal khalayak umum, termasuk bisa di pasarkan daerah Indonesia bagian timur bahkan mancanegara." Saka setuju, di dunia bisnis siapa yang tak tahu bagaimana kualitas Hutomo Enterprise.
"Tapi kerjasama ini gak akan ada sangkut pautnya dengan partai kan?"
"Tentu saja tidak. Papi saya sudah meninggal dan mundur dari partai."
"Baiklah, saya rasa ada beberapa poin yang harus dikurangi. Mungkin soal substansi harga yang tak sesuai. Bisa kita bicara hanya berdua?" Naima memicing, ia curiga tapi buat apa Saka mau repot mendekatinya kembali. Ah mungkin ia yang punya gede rasa terlalu tinggi. Naima mengalah, menyuruh sang asisten untuk menunggu di luar ruangan. Ia sudah bertekad sebelum berangkat ke sini. Mahesa corp perusahaan besar maka ia akan mengusahakan agar kerja sama tercapai.
"Memang harga yang kami ajukan terlalu tinggi?"
"Tidak. Sejalan dengan kualitas yang kamu tawarkan." Naima tahu setelah ini ternyata tebakannya salah. Usia mereka bertambah tapi tidak dengan kedewasaan Saka. Laki-laki ini mulai tak profesional, mengganti panggilan dengan ber-aku kamu. "Aku hanya ingin membicarakan urusan ini dengan agak santai."
"Di dalam kerja sama tak ada kata santai. Semuanya berpacu dengan waktu. Karena setiap detiknya kalkulasi untung rugi harus di hitung!" ucap Naima tajam.
"Sepertinya kamu masih dendam dengan apa yang terjadi di masa lalu kita."
Naima ingin tertawa tapi ia tetap menjaga sikap profesionalitas. "Hubungan masa lalu kita tak begitu baik tapi aku bisa mengesampingkannya untuk kepentingan bersama. Aku malah menyayangkan. Kenapa kita tidak bekerja sama dari dulu?" Naima komat-kamit dalam hati. Kenapa masa lalu mereka dibahas? Saka mau apa sebenarnya? Mengorek kenangan yang indah? Selama mereka bertunangan, Saka adalah pria paling brengsek yang Naima kenal.