Saka perlu menjernihkan pikiran sebelum tidur dan berbagi kamar dengan Juan. Mulai malam ini ia akan melihat wajah Juan ketika menjelang berbaring dan bangun tidur. Menyenangkan bukan, layaknya sepasang pengantin baru. Saka bergidik ketika menyesapi khayalannya. Juan dilarang keras bermain curang dengan memanfaatkan statusnya sebagai tunangan tapi memang itulah keunggulan Juan. Ibarat kata laki-laki masa lalu vs laki-laki masa depan. Hanya perempuan bodoh yang menolak maju demi menengok yang di belakang. Tantangannya terhadap Juan terkesan sembrono dan kemungkinan menangnya juga sangat sedikit. Namun biar pun itu Cuma bernilai satu persen, setidaknya Saka masih memiliki harapan.
Saka menenggelamkan diri dengan berenang melintasi kolam renang bolak-balik. Kegiatan itu membuat pikirannya kembali waras. Mendapatkan Naima memang sulit tapi lebih sulit lagi membuat perempuan itu melupakan perbuatannya dulu serta memaafkannya. Memang kemustahilan selalu bersanding dengan keajaiban kan?
Ia melihat siluet perempuan yang mengenakan kaos tanpa lengan bermotif bunga-bunga di padukan celana hitam pendek berbahan katun ketika mencapai tepian. Perempuan itu berjalan dengan anggun walau alasnya hanya mengenakan sendal jepit. Saka tersenyum menyambutnya sembari menyandarkan tubuh bagian atasnya ke bibir kolam. "Kamu juga ingin berenang Naima?"
Naima menurunkan tubuhnya untuk berjongkok. Saka tertegun karena Naima membalas tawarannya dengan senyuman termanis bukan umpatan atau cacian galak. Mata perempuan itu yang biasanya melotot malah menatapnya teduh. "Sedingin apa airnya?" ucapnya sembari mencelupkan telapan tangan ke air untuk menguji apakah dia bisa berendam sebentar.
"Hari ini begitu panas pasti menyenangkan jika berenang." Usaha Saka membuahkan hasil, dengan penuh harap Saka mengulurkan tangan lalu di sambut Naima dengan ramah namun kadang senyum manis sebenarnya mengandung racun. Naima tak menerima uluran tangan mantan tunangannya itu malah menempatkan telapak tangannya di puncak kepala Saka. Dengan gerakan kasar Naima menekan kepala Saka ke dalam air.
"Kamu lebih pantas mati Saka." Saka kesulitan bernafas karena Naima mengulangi hukumannya beberapa kali. "Bisa-bisanya kamu menantang Juan untuk mendapatkanku. Aku bukan barang!" Saka tentu kesulitan bernafas. Naima benar-benar mirip ibu tiri yang berencana melenyapkan anaknya ke dalam rawa-rawa. Setidaknya Naima masih punya secuil rasa tak tega ketika mengurangi serangannya namun kelonggarannya mendatangkan bencana. Saka menarik tangannya kuat-kuat agar ikut bergabung masuk ke air.
Byurr....
Keadaan terbalik. Naima yang niat awal memberi pelajaran kini malah ikut basah. Saka bergerak cepat merengkuh pinggang Naima, mendekapnya agar tubuh keduanya menempel.
"Lepaskan aku!" Penolakan Naima dibalas Saka dengan lumatan singkat di bibirnya. "Beraninya kau..!" ciuman kedua di daratkan lagi ketika Naima masih berniat memberontak."Kau akan ma...!!" Kali ini tak ada pengampunan atau pun rayuan halus. Naima selalu melawan, menyanggah, melotot galak atau melontarkan ujaran kebencian. Giliran Saka yang harus tegas, memberi Naima hadiah sekaligus sebuah kejujuran. Saka melumat bibir Naima dengan intens dan lama. Menyalurkan rasa cinta sekaligus keputus asaan. Namun ciuman yang melibatkan lidah itu, dibalas dengan gigitan keras oleh perempuan yang dicintainya itu.
Naima bergegas naik setelah pegangan Saka terlepas. Ia bisa mencaci Saka habis-habisan atas sikap kurang ajarnya namun ciuman itu menimbulkan rasa hangat, jantung berdebar dan memunculkan semburat merah pada pipinya. Harusnya Naima kedinginan tapi ia malah merasakan panas. Sedang Saka rupanya tak kapok. Ia terus mengikuti Naima yang berjalan seperti kesetanan.
"Kamu bisa kedinginan. Aku tidak mau kamu berjalan dengan baju basah dan dipandangi laki-laki lain." Harusnya Naima bergerak menjauh kalau perlu menampar Saka karena perbuatan kurang ajarnya. Namun Naima Cuma bisa mematung ketika Saka memakaikannya kimono handuk lalu mengikat talinya kencang. Ia segera berpaling karena menyadari jika tubuh Saka yang kokoh dan atletis Cuma berbalut celana renang. Segera Pergi! Otaknya menjerit keras memperingatkan. Karena hasratnya sendiri dengan pesona Saka adalah perpaduan yang berbahaya. "Karena dari dulu, sekarang atau nanti tubuhmu adalah milikku." Ini bukan pujian atau rayuan namun peringatan. Naima segera kabur dari sana karena tubuhnya bereaksi dengan ucapan Saka. Tubuhnya mengenali siapa pengendalinya.