Bagian 18

8.3K 1.2K 97
                                    

"Ikut kamu ke Makasar?"

Naima rasa permintaan Juan agak berlebihan, beberapa hari lalu mungkin ini bagai sebuah kesepakatan namun semakin ke sini hubungan mereka dekat bahkan Juan bersikap posesif. Sering bertanya kemana dirinya berada, kerap menanyakan keluarganya atau sesekali bertandang ke rumah. Sekarang ini pria itu mengajaknya makan di sebuah restoran itali bergaya autentik yang dilengkapi dengan kursi merah yang empuk. Naima memutar garpunya yang penuh dengan spagetti carbonara sembari berpikir sejenak.

"Iya. Kamu ikut andil banyak dalam perencanaan perusahaan pertambangan itu. Kamu semestinya juga ke Makasar."

Pekerjaannya di Jakarta tak banyak, Dio dapat menangani namun tawaran Juan agaknya janggal, mengingat Saka juga akan ikut. "Kamu tidak mengajakku karena Saka juga ada di sana kan?"

"Apa hubungannya?" Nada suara Juan mulai naik. Naima tak perlu panik, ia mencoba melemparkan pandangannya pada interior restoran yang unik juga mewah. "Apa kamu kita ke sana untuk membuat Saka cemburu? Apa kamu masih punya perasaannya padanya?"

Kali ini Naima menatap mata tunangannya langsung sembari memicing angkuh. "Tentu tidak." Tidak tetapi mengapa kedua tangan Naima mencengkeram benda yang dipegangnya. Kepalan tangannya menyiratkan bahwa ia sengaja menekan batinnya sendiri. "Aku akan ikut ke Makasar jika itu bisa melegakanmu. "

Senyum hangat Juan terbentuk, pria itu tidak berkata apa-apa lagi. Juan memilih memakan risotto-nya. Rencana yang indah bukan. Saka harus diberi tahu posisinya dimana? Saka tak akan menang melawan Juan atau lelaki itu tak bisa lagi bersikap angkuh, meremehkan dan besar kepala. Sekeras apa pun Saka berusaha, Juan akan menunjukkan bahwa itu hanya kesia-siaan semata.

Saka tidak terkejut dengan pernyataan Juan beberapa hari yang lalu malah ia akan berbaik hati mendukungnya. Naima akan ikut mereka. Baiklah tiga otak akan lebih berguna daripada dua otak tetapi yang satunya Cuma punya kapasitas setengah. Saka memakai kaca mata hitam sembari melihat pergelangan tangannya yang dihiasi jam tangan keluaran Swiss. Pesawat berangkat lima belas menit lagi dan sepasang tunangan itu tak hadir juga.

"Oh akhirnya." Saka mendesah lega ketika melihat Juan datang menggandeng Naima di belakang mereka ada asiten Juan serta sekertarisnya yang berjenis kelamin laki-laki semua. Untunglah Saka berbaik hati, membawa sekertaris perempuan yang bisa menemani Naima. "Kalian tak perlu terburu-buru, pesawatnya masih menunggu kita," ucap Saka disertai seringai jahil.

"Mana tiket kami?" Sesuai kesepakatan Juan dan Saka. Bahwa Saka yang mengurus tiket melalui sekertarisnya sedang Juan yang memesan hotel melalui asistennya.

"Beri tiketnya Donna."

Setelah tiket dibagikan dan masing-masing melihat apakah sesuai dengan namanya. Saka berdiri lalu berjalan mendului sembari membenahi letak kaca mata hitam. Matanya mendadak sakit karena melihat Juan yang menggenggam tangan Naima. "Kita naik sekarang sebelum pesawat itu terbang."

Juan mengikuti Saka dari belakang begitu juga bawahannya. Tangannya tak mau melepaskan Naima berikut juga pandangannya. Ada yang aneh dengan Saka, pria itu berjalan tenang seolah genggamannya pada Naima tak mengusik nuraninya. Air beriak tanda tak dalam sedang air tenang menghanyutkan. Juan baru sadar jika terjebak dalam ketenangan Saka setelah masuk pesawat. Saka punya taktik yang luar biasa, Juan terkecoh sampai tidak teliti. Saka sengaja menempatkan tempat duduk Naima di dekatnya dan Juan yang bersama Dona. Pria itu licik dengan segala tipu daya.

Naima Cuma berdiri setelah menaruh tasnya di bagasi atas, sedang Saka tersenyum ke arahnya sembari melambaikan tangan. Pria itu sengaja menepuk-nepuk tempat duduk Naima lalu mengeluarkan sapu tangan untuk di letakkan sebagai alas. "Silakan duduk tuan putri." Bukannya duduk, Naima memilih tertegun di tempat lalu melirik Juan yang duduknya selisih satu kursi di belakang mereka. Pria itu mengatakan tak apa tanpa suara namun tangan Juan terkepal di kedua sisi, senyum Juan begitu pelit seperti dipaksakan. Naima terjebak tapi bukan berarti tak ada jalan.

MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang