Kaca sebadan menangkap bayangan wajahnya yang di hiasi make up. Naima cantik, seluruh dunia mengakui itu. Dia menawan dengan balutan kecerdasan serta kecerdikan dalam berbisnis. Waktu masih sekolah, Naima paling pantang dikalahkan begitu pun sekarang. Naima memutar tubuh lalu berkaca. Malam ini gelar gadis yang ditinggalkan akan di tanggalkan. Naima kini telah punya pasangan dan akan datang ke acara reuni dengan wajah mendongak bangga. Bertunangan dengan Juan mungkin cukup membungkam mulut comel para temannya.
Juan pun berdandan tak kalah rupawan ketika datang menjemputnya. Juan si pintar yang selalu kalah akan berakhir malam ini. Juan sangat menawan dengan balutan jas berwarna abu dengan celana bahan senada. Pria itu tak melengkapi kerahnya dengan dasi. Dua orang yang mengalami masa kuliah menyakitkan, akan datang sebagai pemenang. Namun sangat disayangkan ketika keduanya sampai, lambaian ramah Saka yang menyambutnya di tempat parkiran.
Saka tersenyum menunjukkan giginya yang putih bersih lalu mendekat kemudian menatap tubuh Naima bagian bawah. Rupanya lelaki itu masih ingat kejahatannya yang sengaja melempar sepatu Naima hingga tersangkut di pohon. Naima punya puluhan pasang sepatu, kehilangan satu tak akan membuatnya melarat. Ia dongakkan dagu lalu mempererat pegangannya pada lengan Juan.
"Aku gak nyangka ketemu kalian di sini."
Ketiganya masuk ke sebuah balroom hotel yang disulap menjadi tempat pesta. Balroom hotel itu dihiasi berbagai bunga mawar putih dan merah jambu. Di panggungnya terdapat tulisan besar berupa ucapan selamat datang untuk para alumni. Temat duduk di tata rapi dengan dilengkapi meja bundar bertaplak putih.Sebaiknya Naima segera memilih tempat duduk yang sudah disediakan daripada menanggapi obrolan Saka. Namun Saka berlagak sebagai teman yang baik. Padahal reuni ini harusnya mengingat Saka akan sikap jeleknya dulu. Sekarang pria ini berusaha mengakrabkan diri. Juan sendiri menyambutnya dengan senang ketika bisnis pertambangan mereka dibahas. Obrolan mereka terus berlanjut, menyisakan Naima dengan perasaan dongkol, jengkel dan canggung karena terhimpit di antara dua lelaki yang pernah ada di hidupnya. Ditambah lagi ketika melihat para begundal alias teman basket Saka yang seolah berdiri menyambut mereka dengan ramah. Juan semakin meninggikan dada karena merasa bisa membalas para perundungnya dulu. Ia memahami posisi Juan yang sangat ingin diakui dan dipandang berbeda. Juan yang dulu bertubuh kerempeng dan gemar membawa buku kini berubah menjadi pria matang, gagah, berotot dan tentunya terlihat kaya.
Yang membuat Naima tak nyaman adalah beberapa teman melihatnya kagum sekaligus iri padanya. Iri karena berhasil mendapatkan Juan dan sebagian mencibirnya karena masih akrab dengan Saka. Naima yakin ia menjadi buah bibir apalagi Saka sekarang duda. Rasanya muak ketika menatap para manusia yang berbisik padanya. Para sahabat karib Saka di tim basket dulu juga menatapnya tak enak. Suasana reuni untuknya begitu canggung, rasa bangga dan menang tak Naima dapat malah rasa malu yang sekarang menghinggapinya.
Pada saat seperti ini, Naima butuh segelas wine namun sayangnya yang ada hanya sekaleng cola. Minuman ringan lebih baik daripada segelas air putih hambar. "Aku ke temanku dulu." Pamitnya pada Juan. Tapi teman yang mana, temannya tidak hadir karena mereka rata-rata telah menetap di luar negeri. Naima memilih menyingkir untuk mencari udara segar. Ia duduk di undakan samping bangunan, tepat di bawah pohon mahoni.
Namun kesendiriannya tak berlangsung lama ketika mendengar derap langkah sepatu. Ia menoleh, benar saja ada seorang perempuan datang mengenakan gaun ketat merah. Lekuk tubuh perempuan itu yang menggiurkan tercetak jelas. Perempuan itu tersenyum padanya, memperlihatkan sunggingan bibir yang diolesi lipstik merah darah.
"Kamu kenapa di sini?"
Naima meneguk ludah, lalu menatap sengit. Paula berdiri di dekatnya, si medusa memang terlihat bak malaikat dengan kulit sawo matangnya. Rambutnya yang hitam nampak digerai separuh. "Duduk. Lalu kenapa kau ke sini? Bukan bermaksud menggangguku kan?"