Bagian Dua Belas

13.3K 1.8K 189
                                    

Naima mendandani Andra dari pagi. Anak itu ia mandikan, pakaikan baju basbol dan juga topi putih beserta sepatu senada. Anak itu sungguh tampan, sekilas matanya mirip sekali dengan mendiang Narendra tapi untunglah sifatnya lebih dominan ke Clara. Hari ini Naima tak akan memanfaatkan Andra maupun Saka. Ia ingin memenuhi keinginan sederhana Saka sekaligus mengajak Andra jalan-jalan.

"Kamu yakin akan ngajak Andra?" Clara nampak khawatir membayangkan ketiganya berjalan bersama sebagai keluarga rasanya terlalu sempurna. Seorang perempuan mengikhlaskan yang terjadi padanya bertahun-tahun lalu, nampak mustahil. Apalagi jalan-jalan mereka terakhir, Naima pulang dengan raut muka marah. Clara juga belum melupakan insiden di rumah sakit beberapa pekan lalu.

"Yakin. Andra anak baik pasti gak rewel."

"Kamu gak memanfaatkan Andra untuk kedua kalinya 'kan?

"Apa untungnya? Andra aku ajak atas permintaan Saka."

Clara sejenak bisa bernafas lega namun pikirannya masih berkecamuk. Senyum Naima kadang mengandung artis dua sisi. Semoga saja yang Clara takutkan tak pernah terjadi. semoga Naima bisa menjaga diri termasuk dari pesona Saka tapi rasanya mustahil mengubur kebencian yang tertanam bertahun-tahun lalu menggantikannya dengan jalinan pertemanan. Hati perempuan kuat menggenggam kebencian sehingga tak begitu mudah menghapusnya.

******************

Awalnya Andra ngeri ketika melihat Saka menunggu mereka di depan pintu masuk kebun binatang. Andra masih ingat ketika laki-laki ini mengeluarkan nada keras ketika marah atau bersikap keras kepala saat berada di sekolahnya. Andra menggenggam erat tangan Naima dan tak mau melepasnya. Kali ini mainan sogokan Saka tidak mempan. Andra langsung menarik diri setelah Saka mengulurkan tangan. Namun semua itu tak berlangsung lama. Ketika anak itu melihat sekumpulan burung merak, tanpa sengaja Andra menggandeng tangannya. Lama-kelamaan ketakutan Andra berangsur hilang walau Saka masih menyadari anak ini tak sepenuhnya bisa menerimanya.

Saka pun tak kalah cerdik, melihat Andra menatap nelangsa ke arah seorang anak yang di gendong ayahnya. Saka jadi punya sebuah ide cemerlang. Ia menawarkan si kecil Andra untuk digendong di pundak. Seperti anak usia lima tahun lainnya yang sangat merindukan sosok ayah, Andra menerimanya dengan tangan terbuka.

Naima dengan hati-hati mengangkat Andra pada pundak Saka yang kini tengah dalam posisi berjongkok. "Kamu yakin kuat? Andra gak berat kalau ditaruh di situ?"

Saka menggeleng sembari melebarkan senyum, ia suka raut kekhawatiran Naima. "Menaruhmu di pundakku saja kuat, apalagi cuma Andra yang kecil."

Naima langsung memajukan bibir beberapa senti sembari komat-kamit namun ia tak bisa menyembunyikan rona pada pipinya. Perkataan Saka membuatnya malu namun semuanya semakin buruk ketika tangan Saka meraih tangannya lalu menggenggamnya untuk di ajak jalan bersisian. Mereka nampak seperti keluarga. Inilah yang sempat Naima mimpikan dulu. Sekarang jadi kenyataan walau semuanya sudah terlalu terlambat. Luka yang Saka beri memang sudah kering tapi bekasnya menjadi keloid yang merusak kulit.

Setelah seharian bersenang-senang, mereka pulang ke rumah. Andra tidur di pangkuan Naima. Anak itu lelah karena seharian berjalan-jalan melihat berbagai jenis binatang. Andra sangat antusias bahkan tanpa sadar menarik Saka ke mana pun yang anak itu mau. Naima tahu jika Andra sangat merindukan Narendra.

"Kasihan Andra pasti dia capek banget." ujar Saka setelah mengantarkan Andra ke kamarnya. Clara sedang tak ada di rumah. Perempuan itu tadi pagi pamit mengunjungi keluarganya di pinggir kota.

"Makasih kamu sudah ngajak Andra jalan-jalan. Secara gak langsung kamu memberinya sosok ayah yang sudah gak ada di dunia ini."

Saka mendesah panjang, tersirat kegetiran di raut wajahnya yang di hiasi jambang serta kumis tipis. "Kasihan anak sekecil itu sudah ditinggal ayahnya."

MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang