Naima tersenyum ketika memandang layar ponsel. Umpannya telah Saka makan. Pria itu menghubunginya untuk mengadakan pertemuan ulang. Naima tak akan mempermudahnya. Ia menggunakan trik tarik ulur benang layangan agar mendapatkan hasil yang lebih besar. Semuanya dihalalkan dalam dunia bisnis. Siapa yang bisa bertahan maka akan jadi pemenang dan siapa yang terlalu lemah akan jadi pecundang. Itu yang ayahnya selalu nasihatkan padanya dulu.
Naima ingat ketika diputuskan sepihak. Ayahnya hanya membiarkannya menangis selama dua hari, setelah itu Naima harus bangkit dan menampakkan wajah tegarnya di hadapan semua orang. Maminya tidak banyak membantu, selain sedang sakit Harnum adalah sosok istri yang mendukung apa pun keputusan Narendra sedang El malah memperkeruh keadaan dengan sifat pembelotnya.
"Naima, kenapa kamu senyum-senyum sambil lihat layar ponsel?" tanya Clara yang tengah membawa majalah fashion keluaran terbaru.
"Ada yang aku mau aku omongin." Perempuan ini akan marah tidak ya, ketika Naima meminta ijin untuk memanfaatkan Andra.
"Kemarin aku bertemu Saka waktu bersama Andra. Saka mengira bahwa Andra anakku."
"Orang yang tidak tahu kalau ayahmu menikah lagi pasti bilang begitu." Clara meringis tak enak. Sebab Almarhum suaminya memang jarang membawanya ke pesta perusahaan atau memperkenalkan secara terbuka. Pernikahan mereka bukannya disembunyikan, hanya mungkin Narendra agaknya merasa malu. Menikah lagi di saat istrinya tengah sekarat.
"Sayangnya Saka salah paham dan mengira kalau Andra adalah anaknya. Karena aku belum menikah dengan siapa pun."
Respons Clara hanya di sambil memiringkan kepala karena heran. Kerutan di dahinya mulai terbentuk. Clara tahu jika Naima bisa saja tidak membiarkan kesalah pahaman itu terus berlanjut atau sebaliknya. "Dan aku memanfaatkan hal itu untuk menarik Saka agar mau bekerja sama dengan perusahaan kita."
Barulah mata hitam Clara terbelalak kaget. Naima mulai bermain api dan menabuh genderang persaingan. "Naima sebaiknya kamu menjelaskan yang sebenarnya."
"Perusahaan kita butuh sokongan Clara."
"Tapi tidak dengan menipu bahkan berbohong. Walau Saka pernah menyakitimu tapi tidak sepatutnya kamu membalasnya dengan melakukan hal yang sama."
Clara terlalu baik dan naif. Itu kenapa Narendra menyerahkan perusahaan ke Naima bukan ke istri atau anak kandungnya. Naima lemah dan El cepat terbawa emosi. "Aku melakukan ini demi perusahaan. Perusahaan yang akan Andra pimpin di kemudian hari. Aku tidak akan membiarkan warisan papi hancur ditelan kebangkrutan."
"Ada cara lain untuk menyelamatkan perusahaan kita!!"
"Cara apa? Meminta bantuan kepada partai. Aku tidak mau mencampur adukkan urusan perusahaan dengan politik. Papi mungkin bisa jadi anggota dewan yang handal tapi aku tidak berbakat mengikuti jejaknya." Naima menghampiri Clara yang tengah duduk lalu menggenggam tangannya. Memohon agar Ibu tirinya ini mengerti.
"Aku melakukan semua ini demi Andra."
"Tapi aku takut kalau Andra..."
"Aku yang akan menjamin keselamatan dan masa depan Andra. Aku tidak akan melibatkan Andra terlalu jauh. Aku janji."
Masalahnya bisa tidak Clara memegang janji Naima. Andra mungkin hanya akan dimanfaatkan tanpa disakiti tapi bagaimana dengan Naima nanti yang akan terjebak dalam permainannya sendiri. "Aku percaya padamu soal Andra tapi bagaimana kalau kamu yang malah jatuh hati kembali kepada Saka."
"Tidak!!" Naima memalingkan muka dan langsung berdiri angkuh. "Itu tidak akan pernah terjadi!!"
Clara memandang putri tirinya, entah kenapa tiba-tiba ia merasa kasihan pada Naima. Jangan sampai kejadian enam tahun lalu terulang lagi. Ketika itu Clara masih menjadi sahabat El. Dia melihat sendiri bagaimana Naima hampir mengakhiri hidupnya dengan meneguk cairan pembunuh serangga. Setahunya Naima adalah Kakak panutan, anak gadis pintar dan manis serta kebanggaan Narendra. Tapi ketika Saka mencampakkannya. Perempuan itu berubah jadi mayat hidup.