Sepulang sekolah Nora meminta Adrian untuk pulang terlebih dahulu, sore ini ada hal yang ingin Nora lakukan, tapi tentu saja tanpa sepengetahuan Adrian.
Adrian mengangguk menyetujui permintaan Nora, ia tak akan bertanya jika tak diberitahu, karena sesungguhnya jika ia ingin memberitahunya ia akan melakukannya, jika tidakpun tak jadi masalah bagi Adrian. Meskipun sejauh ini tak ada hal kecilpun yang Nora sembunyikan dari Adrian.
Nora pergi mengenakan angkutan umum, ia mengatakan pada Adrian ingin pergi mengurus pekerjaannya sebagai agen pembunuh bayaran.
Setelah hampir 30 menit perjalanan ditempuh, tibalah ia didepan rumah megah yang didominasi warna biru muda cerah itu, dengan bunga matahari dilengannya ia beranikan untuk menekan bel didepan rumah tersebut.
Tingtong
Seorang ibu paruh baya mengenakan daster keluar dari dalam rumah, mendekat pada Nora dan mulai bertanya.
"Cari siapa neng?"
Senyumnya ramah, usianya sekitar 60 tahuan, sudah cukup tua, uban di rambutnyapun sudah nampak banyak memenuhi seisi kepalanya.
"Sena ada bu?"
Nora tersenyum kecil, tak kalah ramah dengan perempuan tersebut.
"Oh, Non Sena? Ada neng, neng temannya non Sena ya?"
Nora mengangguk, lalu mulailah gerbang dibuka, mempersilahkan Nora untuk memasuki rumah megah tersebut.
Sekitar 15 menit ia duduk didepan rumah Sena, cukup lama memang, apakah Sena memang tak ingin menemui Nora setelah kejadian di Kantin kemarin.
"Nora?"
Sena keluar dengan gaun berwarna putih terang,rambunya digerai, ia tersenyum canggung lantas mempersilahkan Nora masuk, namun Nora masih enggan,ia tetap duduk didepan rumah Sena.
"Gue denger lo sakit "
Bunga matahari dilengan Nora ia berikan pada Sena, sontak saja Sena terlihat sangat senang.
"Wah makasih"
Suara Sena kembali ceria, tak nampak seperti seseorang yang sedang sakit samasekali.
"Maaf" Nora menunduk, sedangkan Sena menatap Sena cukup terkejut, ia lantas dengan cepat merubah mimik wajahnya, kembali tersenyum dengan tulus dan mengangguk mengiyakan.
"Teman?" Sena mengulurkan lengannya untuk melakukan salam pertemanan, ragu-ragu Nora meraih uluran itu dengan perlahan, Sena kembali tertawa ceria lantas direngkuhnya gadis dihadapannya dengan erat, hal itu cukup mengejutkan bagi Nora, ia hanya diam, tak membalas maupun menepis pelukan itu.
"Ohya...."
Nora melepas pelukan itu, lantas menatap Sena sedikit intens.
"Lo gak kayak orang sakit"
Sena terhentak, cepat-cepat ia menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal, menampakan ekspresi wajah bodoh.
"Makasih udah mau jadi temanku yang kedua setelah Adrian"
Nora menatap Sena dengan tatapan sinis seperti biasanya, " Sejak kapan Adrian punya temen selain gue?"
Sena hanya tersenyum, sepertinya Norapun tak ingin mengetahui jawaban itu dari mulutnya, ia akan lebih percaya dengan jawaban dari Adrian tentunya. Tanpa mereka sadari, Adrian berdiri dibalik gerbang dengan senyum lega.
***
Nora menatap sekelilingnya, merasa asing akan tempat ia berada sekarang, pohong-pohon yang menjulang tinggi dengan daun yang masih berwarna hijau terang memenuhi setiap penjuru tempat tersebut, rembulan bersinar dengan terangnya, semilir angin mulai menyentuh setiap pori-pori ditubuh Nora, tak nampak ada kehidupan disana, sungguh suasana hening semacam ini tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia berlari, mencari jalan pulang, tapi nihil seberapa jauhpun ia berlari ia hanya tetap kembali pada tempat semula, seolah sedang terkurung di labirin tanpa jalan keluar. Nora menyerah, tubuhnya ia sandarkan pada pohon rindang didekat sungai, merebahkan tubuhnya dan berusaha mengatur nafasnya,mungkin ia sedang bermimpi, oleh karena itu pada akhirnya Nora memilih untuk melelapkan matanya dan fikirannya.
Awalnya terdengar suara semak belukar tersentuh angin, lama kelamaan suara itu berubah menjadi suara yang cukup bising yang membuat tidur Nora semakin terganggu.
Alangkah terkejutnya Nora kala melihat apa yang mengelilinginya saat ini, belalang sembah raksasa dengan mulut terbuka seolah hendak memakannya, disampingnya ular berukuran lebih besar dari ular piton sudah siap melilitnya, pohon-pohon disini hidup, mempunyai mata merah besar dan dapat bicara, meskipun entah bahasa mana yang mereka ucapkan.
Nora bangit,lari dari tempat tersebut sekuat tenaga, jatuh berkali-kali tak membuat ia menyerah, sangat banyak sekali monster yang mengejarnya, meskipun begitu ia tetap berlari walau tahu kemungkinan lolos hanya 0,1%.
Keringat bercucuran diseluruh tububnya, kakinya yang kecil sudah sangat kelelahan, keram tak dapat diajak berlari lagi, bahkan untuk sekedar berjalanpun ia tak sanggup.
Ada jurang curam dihadapannya, dibawahnya sungai yang cukup dalam, menurutnya tak ada pilihan lain selain menjatuhkan diri, Nora tak ingin mati ditangan monster-monster tersebut, bukankah selama ini ia selalu dijuluki sebagai iblis? Bagaimana mungkin harus tiada dengan cara konyol seperti dimakan Monster.
Semakin dekat, semua monster-monster itu kini sangat dekat pada Nora, fikirannya buntu, hanya ada satu jalan dan itupun akan sangat membahayakannya.
Nora mundur perlahan, monster-monster itu tersenyum keji, mengendus-endus tubuh Nora, cairan hijau mulai menetes disekitar rambut Nora, bau nya amis dan lengket, tapi saat monster itu membuka mulutnya, tubuh Nora kehilangan keseimbangan.
Tubuh mungil itu nampak mengapung beberapa saat, hingga akhirnya ia mulai merasakan tubuhnya mengenai air, matanya ia tutup perlahan bersiap menerima risiko dari tindakannya, ia sadar tak dapat bertahan lama di air karena tak dapat berenang, namun kini, ia harus tetap berusaha bertahan hidup.
Nafasnya sesak, entah berapa banyak air yang ia minum, dan bahkan entah seberapa banyak air memenuhi paru-parunya. Yang pasti, yang ia rasakan , semakin lama ia merasa membeku, tak dapat bernafas sedikitpun pandangannya gelap tak ada setitik cahayapun yang dapat ia lihat, dan akhirnya ia mati rasa.
***
Hae-hae:*
Assalamualaikum♡Entah bagaimana bisa kefikiran soal monster:v maaf kalo ceritanya masi gaje:)
Salam sayang dari Adrian yang baik hati dan tidak sombong:") eh dari Author maksudnya♡
Giriawas, Cikajang 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hard Broke
KorkuThe Hard Broke Ada sesuatu yang amat sulit dihancurkan di Dunia ini, seperti rasa kasih sayang yang amat mendalam dari seseorang yang tak mengharapkan balasan. Ada sesuatu yang amat sulit dipatahkan, semacam harapan yang tinggi akan sesuatu hal, aka...