18 • Layang-layang

150 35 44
                                    


Ranka menatap sendu ke arah Seika. Gadis itu benar-benar menepati ucapannya untuk tidak mengganggu Ranka.

Sedari tadi Ranka melihat ke arah tempat duduk Seika, dan Seika tidak sedikit pun melihat ke arahnya.

Ranka memasukkan buku pelajarannya dengan tidak semangat.
Gantar juga melakukan hal yang sama seperti Seika.

Jika biasanya laki-laki itu akan pura-pura lewat barisannya hanya untuk menyapa.
Tapi kali ini tidak. Mereka seperti orang asing bagi Ranka.
Dengan lesu kakinya bergerak meninggalkan kelas.

"Wah ada ratu mau lewat, minggir dulu guys," ucap Salsa dengan nada menyindir.

Gengnya Salsa memang selalu kumpul setiap pulang sekolah untuk membicarakan eskul cheerleader.

"Ada fakta lain yang perlu kalian tau," kata Salsa setengah berteriak.
Ranka menghentikan langkah kakinya.

"Fakta apa tuh, Sal?" tanya teman Salsa dengan nada penasaran dibuat-buat.

"Mamahnya dia --" Salsa sengaja menggantung ucapannya.
Gadis itu tersenyum sinis ketika Ranka berbalik.

Dia memang sengaja ingin memancing emosi Ranka.

Ranka menatap tajam Salsa.

"Engga jadi deh guys, ada anaknya di sini. Entar gue dikira mencemarkan nama baik mamanya lagi," ujar Salsa. Ia memberi penekanan kata pada 'anaknya'.

Tanpa perasaan Salsa melewati Ranka sambil menghantamkan bahunya dengan keras hingga Ranka terdorong pelan.

"Dadah sampah," bisik Diera.

Ranka hanya mampu mengepalkan tangannya. Dadanya mendadak bergemuruh dan terasa sesak. Pasokan oksigen di sekitarnya seperti menipis. Dia memegangi dadanya yang terasa nyeri.

Selalu saja begini ketika orang-orang menyentil sisi kelamnya.

Dia merasa butuh melakukan sesuatu yang membuat rasa tidak nyaman ini berkurang. Tangannya meraba saku roknya. Ada silet di dalam sana.

Ranka berlari menuju salah satu bilik kamar mandi perempuan. Dia menubrukkan tubuhnya ke tembok.

Tangannya sudah bersiap untuk menggoreskan silet ke lengan kirinya.
Tinggal sedikit lagi, maka tangannya akan tergores dan mengeluarkan darah.

Gue bersyukur karena lo lahir ke dunia ini. Sangat bersyukur, bahkan gue ngerasa engga pantas buat punya lo. Gue sehina ini.

Lo engga sendiri, jadi gue mohon. Bantu gue buat kuat, supaya gue punya alasan bertahan selama 15 tahun di dalam sini.

Ucapan Rygan hari itu terngiang-ngiang di kepalanya. Silet di lengannya jatuh begitu saja karena tangannya bergetar.

Akhirnya dia hanya mampu menangis di dalam bilik kamar mandi.

"Maaf .... "lirihnya sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar mandi sekolah.

Untung lantainya tidak basah.

Puas menangis, Ranka bangkit. Dia mencuci wajahnya yang penuh air mata.Setidaknya dengan cuci muka dia jadi lebih segar.

Ranka menarik napasnya.
Berulangkali dalam hatinya dia merapalkan kalimat 'engga apa-apa' rasa sesaknya berkurang.

Ketika membuka pintu, matanya mendapati Gantar tengah bersandar di tiang koridor sambil menatap teman-temannya yang bermain bola.

Baru saja Ranka bersiap untuk menghindar, namun Gantar lebih dulu membalikkan tubuhnya. Keduanya bertemu pandang, Ranka memutus pandangannya.

Aranka #air_ezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang