14 • Tidak seharusnya begini

175 36 48
                                    

Salah satu asisten rumah tangga yang tadi memperkenalkan diri sebagai 'Uwa Iyah' menunjukkan letak kamar Ranka berada.

"Dari semalam udah Uwa ketuk, tapi engga ada balesan apa-apa. Mungkin si Non Ara nya udah tidur. Kalau gitu, Uwa permisi dulu atuh ya. Mau ke belakang," ucap Uwa Iyah.

Uwa Iyah memang memanggil Ranka dengan sebutan Ara. Wanita berusia 50 tahun itu sudah mengenal Ranka sejak usia Ranka 10 tahun.

Seika dan Gantar mengulas senyum lalu mengucapkan terimakasih.
"Iya Makasih, Wa."

Seika meraih gagang pintu, ketika mencoba membukanya seperti ada yang menahannya. Pintunya sulit dibuka.

Bola matanya bergerak gelisah, tangannya tidak bergenti menggerakkan gagang pintu. Namun nihil, pintu itu masih tertutup.

Gantar yang berdiri di sebelah Seika ikut menggerakkan gagang pintu itu.
"Kayaknya dikunci," kata Gantar.

"Terus gimana? Gue takut kalau dia berbuat --" Seika tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya.

"Ssst, engga usah mikir aneh-aneh. Lo minggir dulu coba," titah Gantar membuat Seika menggeser tubuhnya menjauhi pintu kamar Ranka.

Gantar beraba-aba, tangannya terkepal erat.

Brug

Terdengar suara yang cukup nyaring hingga Uwa Iyah berlari tergopoh-gopoh menuju lantai 2, "Ieu teh aya naon ? Kunaon atuh bagbigbrugan?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Uwa Iyah.

Gantar kembali melakukan aksinya. Laki-laki itu menghantamkan tubuhnya ke pintu lebih keras.

Brak

Pintu kamar Ranka akhirnya terbuka. Keadaan kamar gadis itu kapal pecah. Gordennya tertutup. Beberapa barang berjatuhan di bawah meja belajar.

Ada banyak gumpalan kertas.
Ranka ada di sana, menyenderkan kepalanya ke lemari. Ponselnya tergeletak tepat di sisi kanan gadis itu.

"Ranka!"

"Non Ara
Seika berlari menghampiri Ranka yang terkulai. Matanya masih terbuka meski sedikit. Bibirnya pucat pasi.

Seika bisa melihat noda darah yang telah mengering di lengan kaos panjang gadis itu.

Tangan Seika terulur meraba kening Ranka yang terasa panas. Air mata Seika menetes. Melihat Ranka seperti ini.

Sama halnya dengan Gantar, laki-laki itu merasa tertampar saat melihat Ranka yang kacau seperti ini.
Selama ini dia hanya tahu kalau Ranka anaknya selalu berpakaian rapi, disiplin, jutek dan terlihat anti sosial.

" Badannya panas banget," kata Seika.
Gantar menatap luka di lengan Ranka.
Rupanya Ranka benar-benar melakukan semua itu.

"Kita bawa ke rumah sakit," putus Gantar. Gantar melirik Uwa Iyah yang tengah mengelus surai Ranka, "Uwa maaf, bisa bantu siapin baju-bajunya Ranka?"Uwa Iyah mengangguk, dia langsung menyiapkan semua kebutuhan Ranka.
Gantar beralih menatap Seika yang menggenggam tangan Ranka.

Lo engga sendiri, mereka sayang sama lo, Ka.

Laki-laki itu berdeham, "Eum, Teh. Lo pesen grabnya."

Seika membuka ponselnya, ia kesal. Saking banyaknya aplikasi yang terpasang, dia kadang suka bingung mencari aplikasi yang dia cari.

Apalagi kalau sedang dibutuhkan seperti saat ini, tiba-tiba saja aplikasi itu seperti tidak terinstall. Padahal sebenarnya letaknya di situ-situ juga.

Butuh waktu beberapa menit untuk menunggu mobil pesanan mereka tiba.

"Drivernya udah ada di depan. Dia chat gue katanya dijegat sama Security," ujar Seika.

Aranka #air_ezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang