"Seonghwa, penghuni kamar 104."
"104? Kamar kita sebelahan berarti!" ucap Wooyoung dengan semangat sambil menepuk pundak Seonghwa.
Sampai akhirnya senyum di bibir Wooyoung memudar perlahan. Ia teringat perkataan yang diucapkan oleh San beberapa hari yang lalu.
Kata San gue harus hati-hati sama penghuni kamar sebelah gue. Berarti gue harus hati-hati sama Seonghwa? Tapi kayaknya dia orang normal deh. Bahkan menurut gue dia yang paling normal di kosan ini.
"Kenapa bengong?" Tanya Seonghwa membuyarkan lamunan Wooyoung. Wooyoung pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Engak kok gakpapa. Kalau gitu gue masuk ke kamar duluan ya."
Baru saja Wooyoung hendak masuk kedalam kamar, tiba-tiba pundaknya ditahan oleh Seonghwa.
"Kenapa lagi?"
"Gue belom ngantuk, mau temenin gue makan gak?" ajak Seonghwa.
Wooyoung mengernyitkan dahinya mendengar ajakan dari Seonghwa itu. Tapi berhubung Wooyoung belum ngantuk, dan ia penasaran dengan apa yang dimaksud oleh San, kenapa dia harus hati-hati dengan Seonghwa, akhirnya ia pun menerima ajakan dari Seonghwa.
Sesampainya mereka di ruang makan, Seonghwa mengeluarkan dua kaleng bir dan satu kotak makanan berisi daging yang dimasak oleh Yeosang yang ada di dalam kulkas dan menarohnya diatas meja.
Wooyoung menatap daging itu kembali dan mulai merasa mual mengingat rasa dari daging tersebut saat pertama kali dirinya memakannya.
"Lo juga makan daging itu?" tanya Wooyoung sambil menunjuk daging yang ada di dalam kotak makan tersebut.
"Iya kenapa emangnya? Yeosang masaknya enak banget lho," ucap Seonghwa sambil memasukkan sepotong daging berwarna merah itu kedalam mulutnya.
Wooyoung yang masih merasa mual pun menutup mulutnya ketika Seonghwa menyantapnya dengan sangat lahap.
"Lo kenapa? Lo belom pernah ngerasain ya? Ini coba aja—"
"EHH engak engakk, gue udah nyoba kok kemaren, udah kenyang gue sekarang makasih."
Baru saja Seonghwa ingin menyodorkan sesuap daging tersebut ke mulut Wooyoung, Wooyoung langsung menangkis suapan daging tersebut.
"Yaudah kalo udah kenyang, biar gue yang makan."
Setelah itu suasana pun menjadi hening. Seonghwa sibuk menikmati daging tersebut, dan Wooyoung sibuk dengan pikirannya sendiri. Semua yang berkaitan dengan kosan ini masih menjadi misteri bagi Wooyoung.
Semua penghuni yang aneh. Larangan untuk menaiki lantai dua. Daging dengan rasa yang aneh. San si preman menyeramkan yang tiba-tiba menghilang dari kosan entah kemana. Sampai Yeosang yang menyeret karung berisi bangkai kucing. Semuanya masih menjadi pertanyaan bagi Wooyoung.
"Hwa, lo kenal deket sama San gak?"
Mendengar pertanyaan dari Wooyoung itu, Seonghwa langsung menghentikan aktivitas makannya dan menatap serius kearah Wooyoung.
"Lo ngapain nanyain San?"
Raut wajah Seonghwa berubah. Wooyoung yang penasaran pun mulai mencoba menggali informasi dari Seonghwa.
"Gue merasa ada yang aneh aja. Kemaren San bilang ke gue kalo dia bakal keluar dari kosan ini satu minggu lagi, tapi belom satu minggu, dia udah cabut dari sini. Kenapa ya kira-kira?"
"Ya mungkin dia mutusin buat pergi lebih cepet."
"Tapi hwa, kemaren gue nemu gelang punyanya San di deket tangga ke lantai dua. Gue juga penasaran deh kenapa kita dilarang naik ke lantai dua? Apa jangan-jangan San—"