02. Kebetulan, lagi.

134 21 14
                                    

Berangkat kerja sendiri... Chat sepi... Pulang kerja di rumah gak ada siapa-siapa..

Masak sendiri.. makan sendiri.. laundry sendiri.. bebersih sendiri.. tidur sendiri..

Emang bener ya. Taraf ke-ngenesan gue udah di tahap dimana gue pantas mendapatkan advice berguna dari Kim Seokjin. Gue kadang sampe nepuk dahi sendiri. Tuh, apa-apa sendiri kan. Apa gak ngenes? Saking kesepiannya gue pengen ada yang geplak dahi gue.

Tapi yaudahlah. Sekarang gue belanja sendiri di sebuah supermarket. Gue emang selalu rutin belanja bulanan. Dari sayur ke mie instan, dari minuman sampe makanan. Hari ini gue mau beli daging ayam karena lagi pengen sup ayam. Entahlah, pengen doang tapi gak tau masaknya kapan. Ya, kembali lagi, gue hidup sendiri, gue masak apa yang mau gue makan sendiri. Jadi mungkin gue masak hari minggu, kalau lagi libur.

Gue memberhentikan troli gue di rak mie instan. Sambil ngeliat kadar gizi dan kalori dan membandingkan satu sama lain. Gue emang sering makan makanan instan yang dimana itu enggak terlalu sehat, tapi kalau gue lagi males masak ya mau gimana lagi. Mie instan adalah koentji.

"Hmm.. Kia ya?"

Ini entah kenapa gue jadi kepikiran Kia. Ah, paling cuma sekilas doang karena keinget kemaren gue baru tahu kalau Ibu Im itu adalah kerabatnya Hira. Gue jadi ga fokus ngebandingin kandungan gizi di bungkus mie instan, dan saat gue ngucek mata tiba ada seseorang yang nyolek bahu gue.

"Eh! Mas dokter!"

Lah......

"Kia..?"

Cewek itu ngangguk, senyum. Terus gue tiba-tiba jadi overthinking, yang bener aja! gue baru mikirin dia sesaat udah muncul aja orangnya.

"Gausah pake 'Mas' lah, tua amat. Lagi kamu cuma beda setahun kan dari saya," kata gue.

Kia tampak kaget, "Emang iya? Kok Mas tau?"

Udeh dibilang jangan pake Mas. "Ibu kamu bilang ke saya," kata gue.

Iya, saat konsul kemarin Ibu Im bilang kalau Kia itu berusia 26 tahun. Kalau gue baru menginjak 27 tahun. Jadi mungkin beda setahun, atau cuma beberapa bulan aja. Secara jarak lahir gue seumuran lah sama dia, jadi rada aneh aja kalo dipanggil 'Mas'.

"Hmm jadi aku manggilnya apa?"

Bawel ya ni cewek. "Serah deh," kata gue, daripada buang-buang tenaga adu argumen cuma ngebahas nama panggilan.

"Kok serah?!"

"Kan kamu yang mau manggil," kata gue santai.

"Oke, maaf ya kalau songong. Tapi aku panggil nama aja ya," seru dia.

Iya, serah.

"Belanja bulanan, ya? Sendirian?" Tanya Kia, yang entah kenapa jadi ngikutin gue.

Gue ngangguk, "Iya, saya emang sendiri,"

"Ohalah, jomblo toh!"

Jleb. Gue berhenti melangkah sejenak dan melihat raut wajah Kia yang kayak anak-anak itu. Tadinya mau gue tinggalin dengan alasan, saya ada keperluan. Tapi gue jadi gak tega dan biarin dia ngikutin gue.

"Hehe, bercanda!" Kata Kia.

Terserah deh, Ya. Saya ngikut aja.

"Omong-omong, aku juga sendirian nih, aku ikut bareng sama Yoongi, boleh gak?" Tanya dia.

Iya, Ya. Terserah. Saya diem aja.

"Oke! Abis ini kita makan yuk, tadinya aku mau makan sendiri, tapi keliatan sedih banget kalo sendirian. Kali aja mau," katanya lagi

"Iya, Ya. Iya. Hayu,"

"Oke!"

Satu hal yang gue pelajari dari Kia—dia energetic, berisik, dan seneng mulu bawaannya. Itu hidup kayaknya gapernah ada beban gitu. Kalau gue suruh milih warna buat Kia, mungkin gue bakal milih warna kuning. Dibanding gue, yang letoy, diem dan gloomy, warna kehidupan gue monoton. Cuma hitam putih aja.

... Jomplang banget ya?

Ya udahlah bodo amat. Akhirnya gue yang biasanya cuma ngunjungin tempat barang yang pengen gue beli, malah muter ke semua bagian kayak elektronik, furnitur, alat tulis bahkan mainan anak.

Pas di bagian daging, seperti rencana awal, gue pengen beli daging ayam buat dibikin sup. Kia lihat-lihat daging sapi premium sampe matanya bersinar begitu—entah bener-bener ngiler, atau emang pantulan cahaya.

"Emang mau masak apa beli daging ayam?" Tanya Kia.

"Sup ayam," jawab gue.

Kia berdeham, "Hmmm, mayan tuh. Suka sup ayam?"

"Enggak juga sih, biasa aja," kata gue.

Dia selalu gini ya? Nanya basa-basi karena kepo banget. Bukannya gue keganggu si, engga sama sekali, tapi kaget aja gitu.

"Kia masih ada yang mau dibeli, gak? Kalo enggak saya mau bayar. Kamu udah laper juga, kan?"

Saat dia senyum ke gue untuk menjawab pertanyaan gue, kuping gue kerasa langsung tuli dan ikutan senyum.

Kenapa bisa ikutan senyum ya?

.

Semoga kamu adalah jawaban dari segala doa.

.

Selamat malam minggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat malam minggu. Waktu yang cocok digunakan buat halu hahaha.
Thank you and happy reading!
See u

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang