03. First Dinner

127 28 14
                                    

Udah berapa lama gue gak merasakan makan malam berdua sama cewek? Kayaknya sejak gue lahir, belom pernah sama sekali deh.

Berarti ini yang pertama.

Gue dan Kia memutuskan untuk makan malam di sebuah restoran cepat saji. Tadi gue tanyain dia mau makan apa, katanya apa aja juga jadi. Karena gue maunya yang cepet, jadi kita makan di restoran cepat saji yang sekarang kebetulan agak sepi. Mungkin karena hari biasa.

Iya, gue dokter. Iya, makanan cepat saji itu enggak sehat. Tapi gue keburu laper ya, kadang dokter sekalipun enggak jamin dirinya pasti sehat atau bahkan ngobatin dirinya sendiri. Kalo emang lagi berkehendak makan micin, ya terjadilah.

"Liat deh, Gi,"

Kia yang dari tadi fokus sama hpnya, nunjukkin foto pelaminan Jungkook sama Hira. Di hadapan gue ada cheese burger ukuran medium dan satu botol air mineral, sama dengan pesenan dia.

"Bagus ya? Jungkooknya ganteng, Hiranya juga cantik banget,"

Gue ngehela nafas. Kalo bahas Hira rasanya gimana gitu. Dia udah nikah dan gue gak bisa berbicara seenaknya juga.

"Iya, cocok ya mereka," kata gue, sambil buka bungkus cheese burger itu.

Kia tuh gak ada berhentinya kagum sama sepupunya yang udah nikah itu. Gue jadi penasaran satu hal deh.

"Ya, saya boleh nanya?"

"Boleh,"

"Kamu sama Hira, tuaan kamu 'kan?"

Kia natap saya dengan tajam, "Iyaa, emang aku tua, iyaaa," katanya.

"Eeh, saya gak maksud ngatain. Cuma emang bener, kan?"

Kia ngehela nafas, lanjut ketawa dikit. "Gabisa diajak bercanda, nih... Iya, emang secara umur sih tuaan aku. Tapi Papanya Hira itu kakaknya Ibu, dan kayaknya Ibu punya aku duluan sebelum Hira lahir. Gitu deh," jelas Kia.

Ohalah, sekarang gue mengerti. Jadi seharusnya memang Kia yang manggil Hira dengan panggilan kakak karena papanya Hira itu lebih tua dari Ibu Im. Tapi Ibu Im punya anak lebih dulu daripada Papanya Hira.

"Terus kenapa kok nikahnya keduluan, pasti mau nanya gitu kan?" Tanya Kia.

Gue meneguk air mineral yang ada di meja. Iya juga, gue penasaran tapi gue gak berani nanya, takutnya kurang ajar. Sebenernya gue aslinya emang kurang ajar, tapi karena gue lagi baik hati sekarang. Berhubung dia bersedia menjelaskan, ya gue dengerin aja.

"Aku ngerasa emang belom siap aja buat nikah. Dan belum nemu jodohnya, hehe. Untungnya Ibu maklumin aku, walaupun aku tau ibu kadang suka khawatir sama aku. Soalnya makin tua, belum punya suami. Padahal aku kerja dan punya uang sendiri, aman aja sih," jelasnya.

Gue ngangguk sendiri. Paham betul sama apa yang jadi alasannya dia. "Kerja dimana emang?"

"Jadi guru di SMA Swasta, ya gajinya gak seberapa sih taoi kaan.. kalo buat menuhin kebutuhan sendiri, cukup lah," katanya.

Hmmm gitu...

"Kamu sendiri?" Dia mulai buka bungkusan cheese burger itu, "Kenapa gitu masih sendiri? Kan tuaan kamu hahahah,"

Gue nahan diri biar gak kurang ajar, malah dia yang kurang ajar. Guebudah setuju tadi kalau sewaktu-waktu dia songong, jadi gue sabarin aja.

Gue ngehela nafas aja, "Lagi nyari," kata gue singkat.

Dia gak tau gue lagi berusaha move on dari sepupunya.

"Kalo nyari gitu, maksudnya gimana? Dating app apa gimana, gitu?" Tanya Kia, sambil makan burgernya.

Gue nggeleng, "Gak. Saya gak suka pake dating app, isinya banyak orang aneh,"

"Iya juga sih, ya. Aku pernah make tuh, tapi zonk! Masa dia minta foto yang enggak-enggak, hih, beruntung tu orang gak deket aku, kalo deket udah kutendang kali tu orang," kata dia mengeluarkan ekspresi kesal yang sangat kental.

Mirip ya. Mirip banget Hira. Yaiyalah orang sepupunya.

"Taekwondo juga ya?"

"Iya! Kok tau?" Seru Kia. "Aku, Hira, sama sepupuku satu lagi yang cewek dulu pas kecil udah diajarin Taekwondo, dimasukin ke tempat kayak kursus gitu deh," jelas Kia, "Karena kita bertiga itu cewek, sisanya sepupu kita cowok semua, makanya akung kita nyuruh ikut bela diri buat self-defense, gitu," katanya.

"Cuma aku gak sejago Hira yang sampe ikut turnamen gitu. Aku berhenti pas masuk SMA karena lebih milih eskul tari, hahaha,"

Gue jadi tau banyak hal ya tentang Kia dan keluarganya, termasuk Hira juga. Ternyata gitu, toh. Berat juga jadi cewek di keluarganya dia.

"Hmm gitu..."

Gue jadi berpikir. Entah apa yang gue pikirin, gue juga gak paham sama apa yang ada dalam otak gue. Gue pengen kenal Kia lebih dalam lagi, gue pengen bilang gitu, tapi takutnya terlalu tiba-tiba dan malah bikin dia kaget, terus takut lagi sama gue.

Gimana, ya.

"Gi!"

Gue kaget. Dia ngasih hpnya, "Boleh minta nomor hp, gak?"

..... Gue ambil hpnya dan nulis nomor gue disitu. Lalu mengembalikannya lagi.

"Nanti aku miscall, save nomor aku ya," katanya.

Tanpa alasan, kita tukeran nomor. Padahal gue lagi susah payah mikir gimana caranya agar gue bisa kenal dia lebih jauh. Jangan-jangan dia bisa denger apa dalam pikiran gue?

Atau jangan-jangan pikiran gue yang jadi doa dan didenger Tuhan, lagi.

Mulai sekarang, jangan kebanyakan mikir deh. Jadinya selalu dia yang ngambil langkah dan seakan-akan gue diem di tempat, nunggu dan minta dijemput.

Gue mau ambil langkah pertama gue sekarang.

"Ya, saya..."

Kia liatin gue dengan tatapan penuh penasaran. Lidah gue tiba-tiba jadi kelu, jantung gue tiba-tiba memompa darah lebih cepat dari biasanya dan mungkin sebentar lagi wajah gue bakal merah—

Ayo, lo bisa. Jangan jadi pengecut.

Jangan selalu stay di tempat yang sama.

"Kenapa?"

"Saya mau lebih kenal sama kamu, boleh?"

Kia ketawa, "Gimana? Ya boleh, lah! Dimana-mana orang yang baru kenalan gitu kali, Gi," kata dia santai sambil ngunyah burger itu.

Ini valid. Dia gak nangkep apa maksud gue.

"...Bukan gitu—"

"Terus???"

Ribet lah.

"Dahlah, ntar aja," kata gue, gak mau ambil susah.

Kia natap gue aneh, "Mencurigakan.. hmm,"

.

I want to know you more.

.

Semangat guys, besok senin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semangat guys, besok senin.
Thank u, happy reading!
See u 💜

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang