09. Promise

98 24 8
                                    

Back to a few years ago. Ketika gue bertemu dengan seseorang yang membuat hati gue bergetar.

Orang itu Shin Heera. Kalem, pendiam, kadang juga gue anggap sebagai orang yang banyak mikir, kayak gue.

"Yoongi, i want you to know this girl," ujar ayah, saat gue berkunjung ke Jerman. Beliau memberikan gue sebuah foto, dimana seorang gadis terpotret di sana.

"Siapa?"

"Anne, katanya dia pengen kenal sama kamu," lanjut ayah.

"Aku enggak mau," kata gue, saat itu.

Ayah menghela nafasnya yang berat, "Kamu tahu, ayah udah tua," katanya. "Dan ayah ingin lihat kamu hidup bahagia,"

Gue terdiam.

"Kamu punya seseorang?"

... Mungkin... Gue gak bisa bilang iya juga.

Ya, memang. Semenjak Ibu meninggal karena sakitnya saat gue berusia 14 tahun, Ayah pindah ke Jerman. Gue dan abang gue sempat ikut dengan Ayah selama setahun, dan memutuskan untuk SMA di tanah kelahiran gue, Korea. Sementara abang gue menetap di Jerman, meninggalkan luka ke gue dengan menganggap gue pengkhianat.

Entah, apa yang dimaksud pengkhianat. Mungkin karena gue lebih memilih Korea daripada Jerman. Atau karena gue lebih memilih untuk bersama Ibu walaupun Ibu udah enggak ada.

Abang gue, Min Junki, lahir dari rahim yang berbeda dengan Ibu gue. Ayah gue cerai dengan Istri pertamanya, entah karena apa. Lalu kemudian menikah dengan Ibu gue, dan mereka punya gue. Mungkin juga, karena itu dia enggak pernah suka sama gue sejak gue lahir.

Sekarang, selama lebih sepuluh tahun gue udah enggak pernah tau kabarnya gimana. Padahal, Ayah masih sehat dan baik aja tinggal di Jerman. Gue juga enggak mau ambil pusing soal itu. Intinya, gue mau nemuin kebahagiaan sendiri.

"I have to find my own happiness, right?" Kata gue.

"Yeah, you're right,"

"Wait for me. Maybe for more 3~5 years," kata gue santai sambil bangun dari sofa rumah Ayah, "Aku bakal bawa dia ke hadapan ayah,"

Sesaat kemudian, senyuman ayah mengembang. Dengan begitu, hati gue tenang. "Iya, Ayah tunggu," katanya.

.

'You son of a bitch. Stop making my dad suffer because of you,'

'You fucker don't know how much you suffer all of this time, right? Your mom, married my dad, just because dad's wealth! And there's you? Such a disgrace!'

"Stop being a crybaby. I don't care about your problem. You are much older than me, but you act like 7 y.o who cried for not getting a candy,"

'Then prove it. Lo bilang, 3~5 tahun? Gue pegang kata-kata lo. Kalau lo gak bawa dia ke hadapan Ayah, sampe kapanpun gue gak bakal biarin lo ketemu Ayah sampe mati, lo udah terlalu banyak nyusahin Ayah dari dulu,'

"Ok. Gue terima. Sampe gue bawa dia ke Jerman, lo mau ngapain? Cium sepatu gue, bisa jadi ide baik—"

Sambungan telefon terputus. Gue anggap itu iya.

Junki ini emang dramatis, lebay, dan selalu membesar-besarkan masalah yang sebenarnya sepele. Dia enggak suka waktu ayah nikah lagi. Dia gak suka sama Ibu kandung gue ketika Ibu udah ngerawat dia sepenuh hati. Dan gue mau mastiin dia akan membayar sikap gak tau diuntung itu.

Sampe disitu, gue selalu mikir mungkin Hira yang akan gue bawa ke Jerman. Mungkin begini, mungkin begitu, mungkin si Junki cengeng beneran akan mencium sepatu gue, biar sekalian gue tepak mukanya.

Tapi saat gue mau bilang, gue sadar.

Hatinya Hira bukan buat gue. Dia seperti sudah mengalami koneksi yang lebih dalam, yang gak pernah bisa gue pahami hanya dengan menggunakan pikiran. Hira sayang sama Jungkook, dan rasa itu sangat mengalir deras sampe gue bisa merasakannya, tapi gak akan pernah nemu ujungnya di mana.

Gue harus mencari. Gue harus mencari sebuah bintang, sebuah pelita yang bisa nyembuhin dan menyelamatkan gue dari janji dari neraka itu. Gue gak mau kalau sampai gue gak bisa lihat Ayah, dan hanya bisa nyusahin Ayah sampai akhir hayat gue.

Dan patah hati itu justru mengarahkan gue kepada bintang yang selama ini gue cari.

Im Kia.

Tanpa gue sadar, dia datang di saat yang tepat.

Di saat gue di titik terlemah gue, saat gue bener-bener butuh sesuatu yang bisa menyembuhkan perih di benak gue.

Tuhan mempertemukan kamu sama saya, pasti karena suatu alasan. Mungkin memang kamu benar untuk saya, karena itu saya ingin yakin untuk sayang sama kamu.

Berbagi apa yang selama ini saya simpan untuk diri sendiri.

.
.
.

Thank you, happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thank you, happy reading.
See u 😚

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang