13. No where, Now here.

87 22 4
                                    

Gila ya.

Hujan salju makin deras dan mulai numpuk. Jam di hp gue udah nunjukkin pukul 2 pagi dan dari tadi gue telponin Kia itu enggak nyambung. Ya gue jadi panik lah! Ntar kalo dia diculik gimana?

Gue nyerah. Ini dingin banget. Kepala gue pusing dan kayaknya gue harus pulang. Gue bakal minta bantu ke polisi setempat kalau gue lagi nyari orang. Kalaupun Kia kena sweeping, mungkin akan dibawa ke kantor kedutaan. Gapapa deh, mending kena sweeping daripada dibawa sama orang jahat.

Gue balik ke flat dengan jalan kaki karena dari tadi juga gue nyariin cuma daerah sekitar flat Ayah dan flat gue. Karena flat Ayah sama flat gue itu gak terlalu jauh, jaraknya cuma 2,5 km, dan gue yakin Kia gak bakal naik kendaraan umum karena dia belum hapal jalanan Jerman, jadi gue nyariin sekitar situ aja.

Tapi gue gak nemu dimana-mana. Heran. Lutut gue udah sakit, pala gue udah penat. Gue mau pulang, serius dah.

.
.
.

Pas gue buka pintu flat, gue nyium wangi khas apa ya.. ini sayur sop? Bahan yang tadi gue belanjain udah dipake? Lah ama siapa? Apalah orang yang suka bersihin flat?

Gue bergegas masuk dan melihat ke arah dapur. Lalu melihat seorang cewek menggunakan apron lagi tidur di meja makan.

Astaga. Beneran pengen nangis deh gue.

Gue menjatohkan diri gue di bangku meja makan yang berhadapan sama dia. Suara yang ditimbulkan membuat Kia jadi terbangun dan kaget sama kehadiran gue yang udah kayak hantu musim dingin ini—bulu mata gue udah kena salju, rambut gue jadi agak basah karena kelopak salju yang jatohan dari tadi. Gue mencoba mengatur nafas dan menatap Kia yang baru bangun itu.

"Kamu itu saya telponin, hpnya ditaro di pohon rambutan?" Kata gue, walau tau mungkin di Hamburg gak mungkin ada pohon rambutan.

"Loh emang nelpon?" Tanyanya.

Ya Tuhan. Kesel banget.

"Iya!" Seru gue.

Lalu Kia cengengesan aja, anjir, gue nyari-nyari, panik gini, dia bales cengengesan doang, "Ya hp aku mati, terus aku charge... Jadi gatau kalo nelpon," kata dia.

Astaga. Ya Tuhan, mau marah. Tapi gak tega!

"Terus tadi kemana?!" Tanya gue kesel.

"T-tadi.. cuma liat-liat pusat perbelanjaan, terus langsung pulang... D-daripada nyasar kan..."

Ya iya sih, bener! "Kamu tau gak saya nyariin ampe jam segini, saya pikir kamu kabur kemana tau!" Kata gue.

"M-maafin aku Gi! Aku gak maksud bikin kamu panik, tapi aku emang gak berani kemana-mana karena aku gak hapal jalanan Hamburg," kata dia sambil menangkupkan kedua tangannya, memohon ampun sama gue.

Enak aja, gue nyari ampe mau stress gini! Tapi gue gak bisa protes lagi, gue bersyukur dia enggak kabur kemanapun dan lebih milih langsung pulang. Sedikit dalam hati gue bangga sama dia karena enggak bersikap kekanakan.

Gue mengambil nafas yang cukup panjang dan menangkup kedua tangannya yang enggak berubah posisi daritadi, "Dimaafin, kalau kamu ngasih saya makan. Abis nyariin kamu yang ternyata di rumah, bikin laper," kata gue sambil senyum kecil.

Kia membalas senyuman gue, "Oke! Kita baikan ya, aku udah masak kok! Dijamin enak~"

Iya, Ya. Kita baikan dan mudah-mudahan seterusnya begini.

.
.
.

"Gi, do you really love me?"

There's no reason to answer that question. But i'll say,

Thank you for staying with me.

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang