11. I Know

94 24 3
                                    

Raut wajah Ayah terlihat begitu bahagia ketika gue membawa Kia ke hadapannya. Gue pun, untuk sesaat merasa bersyukur. Beruntung Ayah masih sehat, masih bisa menemui gue dan Kia sampai sekarang. Dan gue terus berharap kalau Ayah tetap bersama gue sampai nanti walaupun jarak kita jauh.

Perkenalannya berjalan lancar. Kita mengobrol tentang banyak hal. Tentang bagaimana gue ketemu dengan Kia, sampai ke tentang kehidupan Kia yang sederhana. Ayah menerima Kia dengan senang dan bahagia, sekali lagi, gue merasa bersyukur.

But something's off. Ada hal yang mengganggu pikiran gue. Kia tidak terlihat seperti biasanya. Mungkin memang masih jetlag? Atau ada sesuatu yang buat dia bertanya tentang sesuatu hal yang belum gue beritahu ke dia. Apa? Dari tadi sore gue muter otak tapi rasanya gue udah mengenalkan diri gue seutuhnya ke dia.

Belum lagi Junki. Manusia itu rasanya udah ngajakin gue gelut sejak kedatangan gue sama Kia di flatnya Ayah. Memang Junki tinggal sama Ayah, karena itu gue diberi flat terpisah dari Ayah.

Ayah sekarang pergi ke rumah koleganya. Beliau bilang gue boleh stay sesaat di flat atau mungkin mencoba 'silaturahmi' sama Junki. Ya, silaturahmi as if gelud dan bertukar curse words.

"Well, well, well," Junki datang dengan gaya bicaranya yang bikin gue jengkel, sambil tepuk tangan.

"Ya, kamu mau tunggu di bawah?" Tanya gue. Kia kebingungan, lalu mengangguk dan beranjak pergi, namun Junki malah makin nyari masalah sama gue.

"Who's this fine young lady? Let me guess, my baby brother's fiance?" Katanya, bilang 'Siapa nih? biar gue tebak, calon istrinya adik laki-laki gue?'

Gue ketawa sarkas, "She had nothing to do with you,"

"Of course she has! Jangan disuruh pergi, gue mau kenalan," lalu Junki duduk di salah satu sofa di sisi lainnya.

"Namanya?"

"Kia," jawab gue. Gue gak ingin Kia menjawab pertanyaan dari si brengsek ini. Kia cuma ngeliatin gue sambil kebingungan tapi gue benar-benar memaku pandangan gue ke Junki dengan serius.

"Oh, Kia," katanya. "Gue mau tanya sama lo nih, Kia,"

Gue merasa tangannya Kia megang kemeja gue dengan kenceng. Gue tau dia aware sama orang ini, karena gue sempet bilang kalo abang gue sedikit sinting dan Kia harus hati-hati sama dia.

"Lo dibayar berapa sama Yoongi? Oh.. lo belom tau ya... Jadi dulu banget dia pernah janji ke gue sama Ayah, kalau dia akan bawa seseorang di hadapan Ayah, dalam kurung waktu 3 sampe 5 tahun. Secara, dia sendiri tuh nyusahin Ayah sejak kecil, dan ternyata, look at you!"

Junki tertawa, "You look like his mother. Mau dibayar hanya karena kekayaannya Yoongi, ya 'kan? Sama kayak ibunya Yoongi, tuh, Nikah sama Ayah karena kekayaannya Ayah,"

Gue berdiri seperti merasa darah gue udah mendidih. "Ya, keluar dulu, ya. Nanti saya nyusul," kata gue.

Kia dengan tatapan kaget, sedih, campur aduk, dan hampir nangis langsung ngangguk dan pergi dari flat Ayah. Gue udah nyangka, bakal kayak gini. Tapi gue gak nyangka dia bakal ngungkit masalah Ibu dan rasanya setan yang selama ini udah ada bersama gue pengen merasuki gue buat mukulin iblis yang ada di hadapan gue ini.

"Stop fucking around with me, you asshole fucking bastard," kata gue marah besar dan mencengkram kerah bajunya dia.

"Bukannya gue bicara fakta? Lo takut sama janji lo sendiri kan? Lo emang sengaja bawa dia karena alasan terbesar lo, kalau lo gabisa liat Ayah sampe mati, 'kan?"

"I love her and that's it. Gue pengen ngenalin dia ke ayah dengan segala kemampuan gue, gue bawa kesini. Lo ngapain, sampah? Bicara kayak gitu di depan dia. Kalau gue kehilangan akal, nyawa lo yang jadi taruhan, bangsat," kata gue.

"No... No you don't love her, Yoongi. I know you loved someone..."

"Lo gak punya hak apapun buat bicara tentang masa lalu gue, bajingan," gue ngelepas kerah baju itu. "Gue kasih peringatan. Sekali lagi lo bicara gitu depan Kia. Lo bakal tau balesannya,"

Gue gak mau adu tonjok sama Junki karena ini rumah Ayah. Karena itu gue langsung keluar flat dan ngeliat Kia udah duduk disana, sambil meluk lutut dan menangis.

Ini semua salah gue.

.
.
.

Happy weekend!Thank you, happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy weekend!
Thank you, happy reading.
See you.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang