"Gitu, Gi,"
Di perjalanan pulang, gue berpikir banyak hal dari cerita Kia. Jadi, karena orang tuanya Kia itu khawatir soal Kia yang belum punya pasangan, niat mereka tuh mau ngenalin Kia sama anak kenalan ayahnya Kia. Nah yang mau dikenalin itu adalah orang yang kita temui tadi, namanya Jung Hoseok. Mereka tuh emang baru saling kenalan aja, jadi belum ada pembicaraan untuk menuju ke arah serius gitu.
Sebenarnya dia orang baik kok, dia juga dalam posisi yang sama kayak Kia, yaitu orang tuanya juga khawatir sama dia. Cuma Kia berpikir bahwa bukan Hoseok yang dia cari. Kia beranggapan bahwa dia enggak bakal cocok, dan enggak nyaman kalau sama Hoseok. Begitulah alasan kenapa dia bilang gue calonnya Kia di depan Hoseok.
"Ya kalau kamu bilang gitu, kan jadi harus ngerombak gitu, 'kan? Kayak Hoseok nanti pasti bilang orang tuanya, lalu orang tuanya bilang ayah sama ibu kamu. Terus, gimana tuh?" Tanya gue.
Kia jadi megangin kepalanya, "Aaakh! Makanya aku salah, jadinya bingung harus gimana,"
Ya gak gimana-gimana, sih. Lo gak salah juga. Gue emang beneran pengen jadi calon lo, gitu. Tapi enggak secepat ini. Bagaimana kalau kabar itu nyampe ke orang tuanya Kia hari ini juga? Guenya juga belum siap buat bilang pengen nikahin lo.
Susah nih. Gue jadi muter buat mikir apa yang harus gue lakuin.
"Liat ntar aja. Kalau orang tua kamu bilang sesuatu langsung hubungin saya aja,"
Kia ngangguk. Duh, kesian banget si lo. Pe'a juga sih, gue jadinya pengen ketawa gitu. Ngomong gue calonnya ke orang lain, padahal sebenernya gue beneran pengen jadi calon—kebetulan lagi gak sih ini? 'kan. Aneh lagi.
.
.
.'TOLOL,'
Gue diem. Rela dikatain tolol sama Seokjin lewat telpon. Jadi gue emang apa-apa cerita ke Seokjin, soalnya daripada abang gue yang asli—dia lebih keliatan dan bersikap seperti abang gue. Gue cerita tentang apa yang terjadi hari ini pada gue dan Kia, segalanya.
"Terus gimana, menurut lo?"
'Ya gak gimana-gimana, nasi sudah menjadi bubur, sudahlah, sudah, siapkan uang untuk berumahtangga bentar lagi ye, gua tunggu tanggalnya deh,'
Walau kadang balesannya kaga mendukung sama sekali.
"Gue serius,"
'Enggak, gue juga serius. Lo tinggal bicara aja sama orang tuanya, brek brek brek, bilang dah, pak saya mau serius sama Kia, gitu!'
"Ngomong lo kaya bercanda,"
'Dikata gue serius,'
"Gue belom yakin,"
'APA YANG BELOM LO YAKIN HAH?'
Buset. Teriak di kuping orang.
'LO TUH TINGGAL BILANG KALAU LO BENERAN PENGEN SERIUS, Orang tuanya ngasih lampu hijau, Kianya apalagi! Gue gregetan banget dah ah,'
"YA NGOMONG SI ENAK, GAMPANG!"
'Nih ya, Gi. Pas gue lamar istri gue, ya gue gamblang aja bilang ke mama papanya gitu. Bahkan mungkin dulu gue gak disetujuin, tapi? Ujungnya gue nikah juga, disetujuin juga, gitu. Lo tuh udah enak Gi, tinggal bilangnya aja gitu,'
"Kalau, nih. Gue bilang. Terus gue belum yakin sama perasaan gue, gimana? Apa gak nyakitin Kia?"
'Gue lebih gak yakin sama lo yang gak yakin dengan perasaan lo sendiri,'
Gue diem.
'Maksudnya, lo melakukan segala sesuatu yang bukan lo banget, karena dia kan? Gue katain tolol gegara dia aja, lo rela. Lo aja ngabisin duit berapa buat beliin bajunya Kia, secara cuma-cuma? Siapa lo? Gakenal gue sama lo yang begitu,'
Tuh, kan. Sesuai ekspektasi gue dia bakal bilang gitu.
'Kalau udah gitu, apa lagi yang bikin lo gak yakin? Perasaan lo udah fix banget, cuma lo enggak sadar. Lo suka, karena itu lo berusaha dengan cara apapun biar bisa kenal sama dia, ya kan? Ngaku aja,'
"...iya, sih,"
'TUH, KAN! BILANG AJA!'
"Gue mau mikir lagi bentar,"
'Mikir mulu lo, otak lo berotot,'
"Bodo dah. Pokoknya gue mau memantapkan langkah gue,"
Gue mendengar helaan nafas Seokjin di sebrang sana, kayak udah capek banget nasehatin gue, 'Iyadah. Pokoknya apapun yang lo pilih, gue doain semoga lancar,'
"Iya, Makasih,"
Gak lama setelah gue telpon sama Seokjin, ada chat masuk.
Ya, siap ga siap. Harus siap.
Harus bisa.
.
.
.
Thank you, happy reading.
See u ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfiction[STATUS SEQUEL] Patah hati di hari bahagia dan sepiring nasi yang diambil dari prasmanan. Banyak hal baik yang kebetulan ditemukan oleh Yoongi setelah patah hatinya, tapi ritmenya terlalu rapih... Apakah benar hanya kebetulan, atau memang sudah dita...