20

48 2 1
                                        

"Nadia, jangan pergi," ucap Daniel mengigau.

'Nadia lagi,' batin Rafel.

Rafel duduk di tepi ranjang Daniel sambil melihat wajah Daniel.

'Ganteng juga kalo lagi diem,' batin Rafel.

"Andai aja Nadia tau kalo Daniel se-sayang ini sama dia,"

Tak berselang cukup lama Daniel kembali tertidur pulas dan Rafel melepaskan tangannya. Ia langsung menuju basement.

Di perjalanan pulang, jalanan sudah tidak terlalu macet namun Rafel hanya menjalankan mobilnya di tepi dengan kecepatan 25km/jam. Entahlah, ia tak tega meninggalkan Daniel yang sedang demam bahkan tadi sempat pingsan. Rafel menggigiti kukunya sambil berfikir jika terjadi yang tidak-tidak pada Daniel. Ia teringat kejadian saat ia kecil dulu. Saat ia berada di rumah sendiri dalam keadaan demam dan baru ditemukan oleh ayahnya dua hari kemudian dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Kejadian tersebut membuatnya harus opname di rumah sakit selama satu minggu.

Rafel sangat ingin kembali ke Daniel namun egonya terlalu besar untuk kembali. Sebab yang Daniel butuhkan hanya Nadia, bukan dirinya. Ia mempercepat laju mobilnya ketika mengingat hal itu. Dan langsung melambatkan mobilnya saat teringat kejadian buruknya beberapa tahun silam.

"Shit,"

Dan akhirnya ego Rafel mengalah juga, Rafel menepikan mobilnya di pelataran apotek. Ia membeli beberapa obat-obatan dan tak lupa menuju ke kedai bubur yang terletak di sebelah apotek tersebut. Ia membeli 2 porsi bubur untuk Daniel.

Dengan segera Rafel memutar balikkan arah tujuan. Ia kembali ke apartemen Daniel dengan 2 kantong kresek berisi bubur dan obat-obatan. Kini ia sudah hafal dengan sandi apartemen milik Daniel.

Tanpa menunggu lama, ia segera memencet sandi saat telah berada di depan ruangan apartemen Daniel.

Saat ia masuk, apartemen Daniel dalam keadaan gelap. Padahal terakhir saat ia pergi semua lampu masih menyala. Ia langsung masuk dan menaruh bawaannya di meja. Ia menghidupkan salah satu saklar lampu dari beberapa saklar lainnya yang ternyata menghidupkan lampu tengah berwarna kekuningan.

Tiba-tiba ada yang menyerangnya dari belakang. Mungkin ia dikira penjahat yang masuk. Tak usah ditanya lagi siap penyerangnya, pastilah Daniel. Dengan tubuh yang masih belum fit, Daniel menarik Rafel yang membuatnya malah terpeleset karpet bulu-bulu berwarna abu-abu di ruang tengahnya. Kini Daniel terbaring di atas Rafel yang membulatkan kedua matanya. Seperti dalam adegan romantis di film romansa, mereka berdua saling bertatap.

"Lo ngapain balik lagi?" tanya Daniel di posisi yang sama.

Rafel yang jantungnya mungkin akan copot segera memalingkan muka dan melihat ponselnya di meja.

"Hape gue ketinggalan,"

"Beruntung tadi kemampuan silat gue belum gue keluarin. Gue kira maling," ucap Daniel dan mencoba berdiri.

Ia langsung menyalakan lampu utamanya dan membantu Rafel berdiri.

"Udah sembuh lo? Main seruduk aja. Nih bubur sama obat," ucap Rafel sambil membuka stereofoam berisi bubur.

Daniel yang merasa tubuhnya masih lemas menghempaskan tubuhnya di sofa empuk berwarna biru.

"Masih kenyang," ucap Daniel ogah-ogahan melihat bubur yang sudah Rafel pindah ke dalam mangkuk.

Rafel baru ingat, temannya beberapa jam yang lalu telah melahap 3 porsi nasi Padang. Ia langsung menepuk jidatnya.

"Ya udah minum obat dulu. Gue ambilin air," ucap Rafel yang langsung berlari ke arah dapur untuk mengambil air minum.

Antara Aku dan SahabatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang