Qilla mengerjap, dia tidak pernah di tanya tentang perasaannya terhadap Bagus seperti apa. Jika di jodoh-jodohkan sering, tapi ini? Qilla saja tidak tahu kapan akan menikah dan sedang suka dengan siapa.
Qilla merundukkan pandangan, menatap layar gawai yang menyala. “Saya gak sedang suka dengan siapapun, gak nunggu siapapun, hanya sedang menikmati fase tenang sebagai jomlo yang sibuk memperbaiki diri untuk-Nya.” Randi tersenyum mendengar jawaban Qilla.
Randi pikir Qilla tidak akan menanggapi pertanyaannya dan pikiran bahwa Qilla akan menjawab Iya, sudah memenuhi otak beberapa menit lalu.
“Mungkin secara umur saya sudah matang untuk menjadi ibu rumah tangga.” Qilla menatap Randi. “Finasialpun saya sudah cukup, tapi mental saya belum cukup untuk membangun rumah tangga.” Lanjut Qilla.
“Kalau ada yang ngajak serius gimana?” tanya Randi. Qilla mengangkat kedua bahu.
“Entah, selama ini juga tidak ada yang mengajak serius.”
“Kan gue sering lamar elu,itu tandanya gue serius,” ucap Randi.
“Kamu sudah sering lamar saya, dan selalu saya tolak.” Qilla tersenyum tipis. “Gak ada kapoknya dan saya anggap itu lelucon.”
“Namanya juga ikhtiar Kak, dan itu serius bukan lelucon.” balas Randi. Tidak lama kemudian pesanan Qilla datang, pelayan itu juga membawa pesanan Randi.
“Kapan kamu pesan?” tanya Qilla.
“Tapi kan gue buka ponsel pas elu tanya pasword wifi,” cowok itu tersenyum manis. Qilla hanya mengangguk pelan.
Entah mengapa rasanya hari ini tidak ingin marah-marah dengan Randi. Mungkin karena pikirannya masih tertuju pada Bagus yang tak kunjung menghubunginya.
Sesekali Qilla melirik Randi yang tengah menyantap makananya, Randi itu baik, tapi sifat anak kecil yang tertanam pada cowok itu membuat Qilla malas menanggapi.
Qilla sebenarnya kasihan pada Randi yang selalu mendapat penolakan darinya, tapi mau bagimana lagi. Tidak baik jika memaksakan suatu hal.
Terlebih jika sudah berurusan dengan hati. Kalau bermain dengan hati ya harus hati-hati, karen hati adalah sesuatu ciptaan Allah yang mudah hancur jika tidak pandai menjaga.
Qilla mengalihkan pandangan saat mendengar lonceng pintu Kafe, gadis itu membulatkan mata saat melihat Bagus datang bersama tiga putra Altas. Cowok itu menggendong Althaf, terlihat dari nama yang tercetak di kaos bocah itu.
Mata Bagus juga langsung tertuju pada Qilla, lantas dia tersenyum ramah. Randi mengikuti arah pandang Qilla.
“Wah… pasukan Randi datang,” ucap Randi senang.
“Om Landi!!!” Althan dan Alfan langsung berlari ke arah Randi. Sedangkan Atlhaf turun dari gendongan Bagus dan menyusul kembarannya.
Bagus berjalan santai ke arah Qilla sembari tersenyum. Keputusannya datang ke Kafe Randi memang tidak salah, setelah membeli gawai baru, dia mengajak triplet untuk makan di Kafe Randi.
Bagus menarik kursi yang ada di samping Qilla. Qilla sedikit bergeser dan melirik Bagus.
“Dari mana?” tanya Qilla.
“Beli ponsel,” jawab Bagus sembari mengeluarkan gawai model terbaru dari saku jaketnya.
“Yang lama ke mana?” Bagus menatap Qilla.
“Coba kamu tanya triplet.” Qilla langsung menatap triplet yang sibuk menghabiskan makanan serta minuman milik Randi.
“Althaf, Althan, Alfan.” Triplet menoleh.

KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [SUDAH TERBIT]
أدب المراهقينSpin-Off Atlas ⚠️ AWAS BAPER⚠️ Kala itu waktu terasa berhenti untukmu dan aku, kita sama-sama berbalik untuk saling meninggalkan satu sama lain. Tentang segalanya, aku belajar bahwa senyum dan tawa yang pernah hadir adalah sebuah adegan semu. Semu...