Bab. 23

8K 1.4K 585
                                    

Sebelum baca, pasukan Dora mari mention kotamu di kolom komentar 😍














Berharap boleh karena itu hak setiap orang, tapi jangan berlebihan. Takut jika akhirnya terjatuh dalam lubang kecewa karena kenyataan tak sesuai dengan  ekspetasi.

• About Time •
Karya Nadia Pratama 

• About Time • Karya Nadia Pratama 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Diva  menatap cermin, merapikan kembali gamis dan jilbabnya, senyum manis itu muncul saat dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Hari ini Diva memutuskan untuk berhijab sampai ajal menjemput.

Bukan, bukan karena Randi. Tapi kesadaran dirinya yang tiba-tiba muncul setelah semalam terbangun pada pukul tiga dini hari dan Diva melaksanakan salat tahajud.

Meski dia tahu bahwa kriteria istri Randi adalah perempuan berhijab, tapi niatnya tetap karena Allah. Diva ingin belajar lebih baik lagi dan ingin bersikap bodo amat jika ada orang yang menggunjingnya nanti.

Meski pada awalnya dia takut akan itu, tapi Diva percaya ada Allah yang selalu bersamanya. Hidupnya untuk Dia, dan semua perubahan dilakukan karena Dia, bukan dia.

Diva sadar sedari dulu mentalnya untuk menghadapi dunia begitu rapuh, bisa dibilang mental kerupuk karena mendapat bullyan atau bentakan saja langsung menciut dan tumbang.

Namun jika terus menerus seperti itu, maka kapan akan mampu menghadapi dunia yang keras ini? Mental dibentuk dari sendiri dan mengubah mental kerupuk menjadi mental baja adalah tugas diri sendiri bukan orang lain. Itu menurut Diva, intinya Diva akan menjadi strong woman dan strong wife untuk Randi nanti.

Gadis itu melangkah keluar kamar, menemui Ayah dan Neneknya yang tengah duduk di teras rumah.
Diva berdiri di hadapan Ayahnya. 

“Ayah.” Thalib mengalihkan pandangan dari koran dan menatap Diva.

“Diva?” beliau membulatkan mata kemudian beranjak dari duduk,  begitupun Nek Rosa.

“Iya ini Diva anak Ayah,” balas Diva.

“Diva pakai hijab?”

“Iya.”

“Sementara atau selamanya?”

“Insya allah selamanya.” Jawaban Diva langsung membuat Thalib menangis. Beliau mengucap syukur lalu memeluk sang putri.

“Alhamdulillah, masya allah tabarakallah… terima kasih ya Allah, engkau telah membukakan pintu hidayah untuk putriku.” Thalib menangis bahagia, Diva membalas pelukan sang Ayah dan ikut menangis, begitupun Nek Rosa. Beliau terharu dengan perubahan cucunya.

About Time [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang