2 : Jodoh.

201 28 0
                                    

Part 2 : Jodoh.

Kalau menikah menjadi sebuah awal baru bagi semua gadis-gadis menuju kebahagiaan. Maka, bagi Maria penikahan adalah sebuah gerbang yang menghantarkan dia pada penjara lainnya. Yang bisa saja lebih kejam dan menakutkan. Dia tidak pernah bisa menebak.

Maria Goldyn, terlahir dari keluarga kaya. Kakeknya seorang pengusaha yang sukses menang dari kerasnya persaingan tanah Amerika. Terobsesi akan pekerjaan dan uang, itu yang lebih tepat disematkan pada Samuel Goldyn. Mungkin semua disebabkan oleh sulitnya kehidupan pria tua itu ketika kecil. Menjadi pencopet, kuli pelabuhan ataupun pembersih kapal. Kehidupan menempa Samuel Goldyn menjadi sosoknya yang sekarang. Dia tidak peduli akan keluarganya. Memiliki istri hanyalah formalitas. Menikahi seorang wanita, hanya demi menurunkan garis keluarga serta kejayaan. Sayangnya, dia gagal. Hanya satu anak perempuan yang didapat. Setelah itu Samuel Goldyn tidak memiliki anak lagi, dengan wanita manapun baik secara sah maupun sebagai simpanan. Sepertinya pria itu dikutuk oleh Tuhan. Meski Samuel tidak ingin mengakui atau menghubung-hubungkan semua kesialan dalam kejayaannya pada sesumbar menantang kebesaran Tuhan.

Elisa Goldyn putri satu-satunya yang tidak disukai oleh Samuel, tumbuh menjadi sosok yang penakut dan tidak percaya diri. Dia tidak dipandang, tak pernah pula duduk satu meja dengan ayahnya. Tiap kali ada kegiatan ataupun pesta, Elisa memilih bersembunyi. Apalagi ibu kandungnya sendiri, memilih kabur bersama pria lain menyeberangi lautan menuju Perancis. Meninggalkan Elisa kecil di bawah tekanan dari sang diktaktor. Ibu kandung Elisa, Helena sendiri tak tahan dengan sikap menyebalkan pria yang dinikahinya karena kekayaan serta perjodohan yang tidak diinginkannya. Kerendahan diri Elisa terpupuk sejak kanak-kanak. Tidak dikaruniai wajah cantik, juga menjadi salah satu alasan utama pula.

Setelah gagal mendapatkan anak laki-laki sebagai penerus darah Goldyn, fokus utama Samuel, pengusaha bahan textile itu hanya mencari calon suami Elisa. Anak menantu yang sesuai dengan kategori dan keinginannya. Yang dapat meneruskan usaha dan menjadi tangan kanannya. Sayangnya semua rencana sempurna dari pengusaha handal itu ternyata tidak berhasil.

Putrinya yang sangat patuh ternyata menyukai pria lain. Ketika ancaman bahwa tidak ada sepeser uang pun yang akan diberikan pada putrinya, pria itu meninggalkan Elisa begitu saja dalam keadaan hamil. Pengusaha kaya itu mengambil salah seorang orang kepercayaannya untuk menutupi jejak akan aib besar tersebut.

Maria menatap wajahnya di cermin. Rambut pirang keriting tebal megar tidak pernah disisir. Tak pernah bedak dipulas ke wajahnya lagi semenjak Elisa, ibunya meninggal tujuh tahun lalu. Pakaian yang dikenakannya juga tak lebih dari kain biasa yang membungkus tubuh. Padahal bisa dikatakan kalau dia inginkan ribuan meter kain terbaik bisa didapatkan. Tapi siapa yang mau berlelah-lelah memakaikan gaun indah pada gadis tidak berguna sepertinya.

Kemarin sore, Maria mendengar perintah kakeknya kepada Emma, pengasuhnya untuk mempersiapkan semua barang-barang. Mereka akan berangkat ke London.

Dia akan dinikahkan dengan seorang anak dari keluarga bangsawan Inggris. Selain menaikkan derajat keluarga Goldyn. Juga dapat memberikan rekanan-rekanan bisnis baru yang akan memperluas kerajaan bisnis Goldyn. Tuan Goldyn yakin dia bisa menempa pria bangsawan itu sehingga mampu meneruskan usaha yang dirintisnya. Maria tersenyum sinis, entah pria brengsek jenis apa yang bersedia menikahinya. Tentunya tak jauh dari sosok pria yang seharusnya disebut dengan ayah juga lelaki yang menanamkan benih di rahim ibunya.

Emma dan beberapa pelayan masuk dengan membawa beberapa gaun baru. Maria menatap dengan pandangan liar. Dia menggeram saat Emma mendekat. "Sayang, ayo ganti pakaian." Gadis itu memeluk tubuhnya erat. Dia menggeleng. Merapatkan kedua lengan kuat.

"Bantu aku," perintah Emma pada tiga pelayan baru di kediaman Goldyn. Tiga gadis remaja yang usianya tidak jauh beda dari Maria takut-takut mendekat. Mereka mencoba menyentuh tubuh majikan yang terlihat tidak terawat tersebut. "Maju, cepat! Nona Maria tidak akan menyakiti kalian," bentak Emma walau ketiga pelayan tidak begitu yakin. Mereka terpaksa mendekat.

Maria mengamuk, merusak gaun yang berusaha dipakaikan Emma. Dia melempari pelayan dengan semua barang yang ada. Lalu meraih gunting yang dipegang Emma untuk merapikan rambut panjang megar miliknya. Maria melotot, manik matanya berputar mengancam membuat semua pelayan ketakutan. Sudah menjadi rahasia umum jika, putri pendiam dari Elisa Goldyn tiba-tiba saja menjadi gila setelah ditinggal mati ibunya. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu terus menangis berhari-hari, berminggu-minggu bahkan hingga mencapai berbulan-bulan. Berduka teramat dalam, disembunyikan di dalam ruang bawah tanah milik Samuel agar tidak membuat malu serta menganggu konsentrasi orang tua itu bekerja. Emma satu-satunya yang telaten mengawasi dan menjaga gadis kecil itu. Namun dia tidak lebih seperti sedang mengasuh seekor binatang. Setahun setelah kejadian tersebut, si gadis kecil lebih mirip anjing liar; gembel, jelek, kotor, mengerikan dan tidak terurus.

Tuan Samuel masuk ke dalam kamar Maria. Dia mengeluarkan cambuk yang terikat pada pinggang. Cambuk untuk melecut sapi-sapi peliharaannya. Dua kali pecutan di lantai, Maria masih tidak mundur. Dua kali pada kaki Maria, gadis itu hanya meringgis. Hempasan cambuk pada lantai, membuat Maria kali ini mundur. Gunting di tangan berhasil diambil alih Emma. Pengasuhnya memeluk Maria erat, membisikkan kata-kata bujukan. "Anak baik, jangan nakal. Kakek akan membawamu berjalan-jalan. Kita akan pergi ke London. Gantilah pakaianmu." Maria menggeleng.

"Biarkan dia seperti itu." Tuan Samuel menyuruh beberapa pelayan betubuh tegap masuk. Mereka membawa peti dengan roda pada bagian bawahnya. Emma tersenyum. "Syukurlah, barang-barang Nona Maria bisa disimpan di dalam sana. Koper-kopernya tidak cukup." Tangan Emma ditepis.

"Masukkan," perintah Tuan Samuel. Kita sudah harus menuju pelabuhan. Lima pria tinggi besar tersebut saling bertukar pandang. Mereka tidak suka melakukan ini.

"Tidak." Emma memohon. "Kali ini biarkan dia di dalam kabin, Tuan. Aku mohon. Akan kupastikan dia terus di dalam kabin. Dia pasti tidak akan mengacau. Aku berjanji."

"Aku tidak percaya. Perjalanan yang lalu kacau balau dan membuatku malu. Aku tidak ingin terulang." Tuan Samuel membanting pintu.

Maria kalah melawan para pelayan itu. Dia hanya menatap marah pada mereka. Mengancam dan merutuki pria-pria itu. Setelah itu kotak kayu yang merupakan penjara kecil bagi Maria dengan celah-celah untuk tempat keluar masuknya udara serta sebuah jendela tidak lebih besar dari dua telapak tangan diangkut menuju kereta. Emma bersandar menjaga kotak tersebut. Dia mengusap air mata berkali-kali. "Miss Maria, apakah kamu baik-baik saja?" bisik pengasuh itu pelan pada celah kecil di bagian bawah.

Maria mengangguk. Gadis itu yang kini memilih jongkok meringkuk di bagian bawah sembari menjaga keseimbangan badan.

Mereka telah naik ke atas kapal. Jangkar ditarik dan mesin telah berbunyi nyaring. Maria tak dapat banyak bergerak pada kotak kayu itu. Dia berpikir dalam remang cahaya yang begitu sedikit masuk. Mungkin seharusnya dia tidak terlalu melawan, sehingga tidak perlu terkurung dalam kotak yang lebih mirip peti mati ini. Tapi Maria tak ingin menikah. Usianya baru 16, lagipula dia yakin ucapan ibunya benar.

Lelaki di dunia itu tidak dapat kamu percayai, Putriku. Mereka itu pemburu. Mengintai dari kejauhan kemudian menjatuhkan target. Setelah itu mengendap-endap, berputar dan menemukan kesempatan untuk mematikan langkahmu. Sesudah mangsa berada dalam cengkraman. Lelaki busuk mulai menguliti, mengoyak serta mencabik-cabik dirimu. Mereka memakan dan memanfaatkan hingga kamu berharap lebih baik mati saja. Terakhir, lelaki bangsat akan membuangmu begitu saja. Digerogoti ulat serta membusuk.

Maria yakin, pria bangsawan muda yang dibawa oleh ayah tirinya adalah antek yang telah melakukan perjanjian untuk mengeruk keuntungan dari kekayaan kakeknya. Setelah semua tercapai, Maria akan berakhir sama seperti ibunya. Mati.

--

Desiring MarygoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang