8 -- Suara yang hilang.

146 25 1
                                    

- 8 -

Suara yang hilang.

Alden berbaring malas pada kursi empuk. Dia menghabiskan satu persatu buah yang disediakan pelayan. Di rumah ini semua tersedia. Makanan, minuman, pakaian dan semuanya bisa didapatkan dengan mudah. Sayangnya, dia tidak betah.

Alasan Alden tetap berada di sini karena adanya rantai pengikat dan misi yang harus diselesaikan.

"Alden!"

Pria itu merutuk, nenek sihir datang lagi. Dia bosan tiap pagi selalu saja muncul pengacau ini.

"Jadi apa kamu sudah berhasil?" Baronessa berdiri di depan Alden.

"Apanya?" Pria itu menjawab dengan malas.

"Kamu sudah berhasil apa belum? Apakah kamu tidak tahu, ini penting!" Baronessa tampak frustasi. Anak laki-lakinya sangat menyebalkan. Tidak mengerti sama sekali akan kegelisahan orangtua.

"Apa yang penting?"

"Maria Goldyn!"

"Ya, aku sudah menikahinya sesuai perintahmu." Sebatang cerutu mengeluarkan asap tepat di depan muka Baronessa.

"Anak! Apakah kamu sudah berhubungan badan dengannya?"

"Astaga ibu, urusan tempat tidur tidak perlu kuceritakan padamu!" Alden terkekeh.

Baronessa mendesah kesal. Sesungguhnya dia tidak peduli akan cucu ataupun generasi penerus. Bayi-bayi kecil yang nantinya akan bertumbuh menjadi bocah-bocah nakal, tidak pernah mengisi daftar penting hidupnya. Dia tidak butuh menjadi nenek. Hal tersebut akan membuat posisinya terlihat tua.

"Aku mendengar desas-desus kalau kamu selalu mengunjungi pelacurmu! Tidur di atas ranjangnya dan tak menyentuh istrimu! Bagaimana bisa menghasilkan keturunan Goldyn bila tidak menebar benih?" Baronessa menarik carvat Alden. Wajahnya keras dan penuh amarah. Demikian pula Alden.

"Ya, aku selalu ke tempat gadisku. Dan tidur di ranjangnya. Lalu, catat dalam otakmu ibu, nama gadisku adalah Rosemary. Dia bahkan lebih berharga daripada batu permata yang tersisa satu-satunya di dalam kotak perhiasanmu." Alden terkekeh melihat wajah ibunya berubah merah padam.

"Ini sudah sebulan lebih Alden. Dan istrimu belum menunjukkan tanda-tanda hamil!" Baronessa berjalan mondar-mandir. Sesekali dia menyesap anggur dari cawannya, "itu tandanya, kamu tidak berhasil! Itu tandanya kamu tak mampu. Atau, mungkin kamu lupa, kita memiliki perjanjian." Selembar kertas dikibaskan di depan Alden.

Pria yang sedang tiduran di sofa segera berdiri tegak.

"Sebaiknya segera aku dapatkan uang tahapan perjanjian Goldyn. Atau, aku akan membuat ... siapa itu?" Baronessa tertawa. "Mawarmu menjadi mawar penuh noda."

Baronessa melangkah keluar masih dengan tawa yang membuat Alden muak.

Ibu? Dia tak punya ibu!

--

Alden memasuki kamar Maria, ada Emma di dalam bersama monster gila itu. Menatap pada Emma. "Apa dia sudah mengandung anakku?" tanyanya dingin.

Tangan Maria bergetar. Dia masih ingat malam itu, satu malam terburuk dalam hidupnya. Bahkan setelah semua proses menjijikan dan menyakitkan tersebut, Alden meninggalkan dia begitu saja. Tanpa selembar kainpun menutupi tubuhnya serta dalam keadaan terikat hingga pagi menjelang saat Emma menemukannya.

"Kamu punya mulut untuk menjawab?" Alden membentak. "Atau kamu juga sudah menjadi seperti majikan gilamu? Bisu dan gila?"

Emma menggeleng. Dia tak tega melihat nona Maria mengalami hal buruk seperti malam itu lagi. Meski tak ada setetespun airmata yang mengalir, Maria terlalu tegar untuk anak seusianya.

Desiring MarygoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang