Aresha masuk kedalam perkarangan rumahnya. Tidak ada yang menjaga gerbang utama.
Ia masuk kedalam rumah, tak lupa mengucapkan salam.
"Princess!" pekik Papa, Papi, Raffa, Alka, Arvi, dan Rian bersamaan.
Rian berlari, berhambur dalam pelukan Aresha.
"Bang, ud-ah pengap nih"
Rian menggendong Aresha ala bridal style, lalu memangkunya kala ia duduk disofa.
"Kamu abis darimana aja? Kok bawa tas? " tanya Papa lirih.
"Aku abis makan seblak, terus ngambil uang dirumah Ibu. Aku mau ke Bi Ira dulu ya"
"Mau ngapain?" tanya Raffa dengan tegas.
"Tadi aku pinjem uang Bi Ira buat beli seblak. Sekarang mau aku ganti"
Aresha melihat Bi Ira tengah duduk dilantai dapur. Aresha jongkok dihadapan Bi Ira.
"Bibi kenapa?" tanya Aresha.
Bi Ira memeluk Aresha. "Non gapapa?"
Aresha mengusap punggung Bi Ira.
"Eca gapapa. Bibi yang kenapa?""Maaffin Bibi yang biarin non pergi sendiri"
"Itu bukan salah Bibi. Apa Bibi dimarahin sama Abang?"
Bi Ira tidak menjawab. Ia diam. Aresha mengambil uang 20 rb dari kantong celananya. "Ini uangnya. Makasih ya Bi. Eca mau nanyain ke mereka dulu"
Bi Ira menahan pergelangan tangan Aresha. "Jangan non, Bibi mohon"
"Bi, kita emang kerja sama mereka, tapi mereka juga harus pergunain hak mereka untuk menghargai seseorang"
Aresha meninggalkan Bi Ira. Ia kembali ke tempat Papa, Papi, dan Abangnya.
"Jadi kalian marahin siapa aja?" tanya Aresha datar.
"Nggak ada" jawan Arvi cepat.
"Bi Ira, terus siapa lagi?"
Mereka semua diam.
"Bapak yang jaga gerbang?"
Hening.
Aresha menghela napasnya.
"Kenapa dimarahin?" tanya Aresha lagi.
"Mereka nggak bisa jaga kamu" Rian akhirnya membuka suara.
"Terus Abang pikir, Abang yang bisa jagain aku?"
Hening.
"Kenapa sih susah banget buat jawab?" tanya Aresha lagi.
"Aku nggak suka kalian yang gini. Kalian terlalu berlebihan tau nggak?" Aresha terus mencecar pertanyaan.
"BERLEBIHAN DIMANANYA ARESHA!? KITA CUMA NGGAK MAU KAMU KENAPA-NAPA!" teriak Raffa.
Goresan itu, terukir dihati Aresha.
"TAPI ABANG JUGA HARUS PIKIRIN PERASAANNYA BI IRA, SAMA BAPAK-BAPAK!" balas Aresha.
Arvi mencekram tangan Aresha kuat. "Abang.gini.karena.sayang.Aresha"
Arvi menekankan disetiap katanya.
"Sayang itu nggak ngekang, sayang itu nggak ngatur, dan sayang itu menghargai. Bi Ira dan Bapak-Bapak itu sayang sama kalian. Harusnya kalian bisa hargain itu" lirih Aresha, menahan sakit ditangannya.
"Mereka itu kerja disini Sha" ucap Alka.
"Kerja itu buat cari uang. Tapi mereka masih bertahan sampai sekarang, karena mereka sayang sama pekerjaannya dan juga kalian. ABANG SAKIT!" pekik Aresha.
"Aku nyesel malah ikut kalian. Bahkan kelakuan kamu seperti psikopat!" Aresha menunjuk wajah Arvi.
Air mata Aresha berlinang. "Dan Papa nggak mau bantuin aku?" Aresha melirik Bara.
"Arvi lepas!" ucap Bara tegas.
Aresha mengibaskan tangan Arvi. "Aku benci kalian"
Aresha langsung berlari keluar. Menendang Raffa yang mencoba mengejarnya.
Aresha berlari dengan kencang. Ia pergi ke makam Ibunya. Menceritakan semuanya.
"Ibu, mereka nggak bisa ngehargai perasaan orang" lirih Aresha.
"Ibu jemput aku ya? Aku mau sama Ibu aja"
Aresha kembali memeluk gundukan tanah itu.
Langit malam sudah datang, Aresha pulang kerumahnya.
Ia melihat ada Papa, Papi, Raffa, Alka, dan Arvi.
Aresha datang seperti tidak melihat mereka, tatapan lurus dan kosong.
Raffa memegang tangan Aresha, dengan cepat ia menepisnya.
Arvi langsung memeluk kaki Aresha.
"Maaffin Abang, maaf" tubuh Arvi bergetar. Ia menangis.Aresha menahan air matanya agar tidak lolos.
"Aresha pulang yuk Mama, Mami, dan Abang nunggu kamu dirumah"
Air mata Aresha lolos. Dengan cepat ia menepisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Brothers (Tersedia di Google Playstore/Playbook)
Teen FictionAresha, gadis penjual bunga yang suka membuat kue. Keramahan dan kesederhanaanya cukup dikenal banyak orang. Ia tak memiliki keluarga, saat Ibu angkatnya meninggal 10 tahun lalu karena sakit. Sampai suatu hari, seseorang menyuliknya dan membawa Ar...