Chapter 5 : The Problem

2.4K 288 12
                                    

"Ada apa tadi?" tanya Solar melihat Halilintar datang dengan raut wajah yang tidak dia mengerti.

"Tidak ada," jawab Hali datar.

"Kau tidak bisa menipu orang jenius seperti ku kak," keluh Solar.

"Jangan disini, ada yang mengawasi kita," bisik Hali sembari berlalu pergi ke kamarnya.

Solar terdiam kemudian menatap ke arah ayahnya yang sendari tadi memperhatikan kakak sulungnya.

"Solar ada apa kok melamun?" tanya Thorn.

"Aku hanya lelah, mau ke kamar?" tanya Solar baik.

"Mau, oh iya apa Solar melihat munchkin?" tanya Thorn tidak melihat kucing kesukaanya.

"Tidak tau, mungkin di kamar Kak Taufan," bisik Solar sembari menatap kedua orang tuanya.

Mereka berdua sangat sensitif ketika semua anak anaknya membicarakan kakak keduanya, dan Solar tidak menyukai itu, memangnya apa salah kakak keduanya sampai orang tuanya seperti itu?

Solar tau di hadapan mereka orang tuanya bersikap layaknya malaikat yang memberikan kasih sayang dan cinta, namun di hadapan Taufan mereka bersikap layaknya iblis yang memberikan hukuman dan kebencian.

Solar tidak mau haus akan kasih sayang, kakak keduanya juga butuh kasih sayang. Ada apa dengan orang tuanya? Bagaimana mungkin Taufan bisa kuat menghadapi mereka.

Solar berjalan ke arah tangga, niatnya yang ingin masuk kamar terhenti saat melihat Halilintar terdiam di depan pintu kamar Taufan.

Solar melangkah dengan perlahan, Halilintar menyadari kedatangan si bungsu, dan hanya meletakan jarinya di mulut, pertanda jangan berisik.

Solar sedikit bingung, namun kebingungannya terhenti saat mendengar isak pilu di balik kamar Taufan.

Solar menempelkan telinganya di pintu yang menjadi penghalang.

Dia terus mendengar semua yang kakak keduanya keluhkan, isakan pilu, jeritan lelah, tangisan yang menyayat hati.

"Aku juga.. Akan membuat kalian... Bahagia..."

"Walaupun... Taruhannya adalah... Nyawaku..."

DEG...

"Taufan / Kak Taufan," batin Hali dan Solar.

Solar sedikit tersentak, Kenapa rasanya sakit saat  sang kakak mengucapkan hal itu, apa sebesar itu harapannya untuk membahagiakan keluarganya yang bahkan hampir tidak menganggapnya.

'Sialan!' batin Solar sembari berlalu pergi ke kamarnya.

Halilintar terdiam kemudian memandang pintu kamar Taufan.

"Taufan, andai aku bisa membantumu," ucap Hali pelan.

"Aku harus mencari tau kenapa papa dan mamah membenci Taufan," batin Hali.

===

Makan malam terasa sangat sunyi di ruangan ini, padahal dulu ada yang selalu menjadi penghibur di kali sunyi.

Gempa melihat ke arah Halilintar dan Solar, yang kelihatanya si sulung dan si bungsu sedang dalam situasi tidak mengenakan.

Gempa mengetuk gelas dengan piringnya menimbulkan bunyi dentringan, sebagian saudaranya melihat namun melanjutkan makannya.

Sementara Halilintar dan Solar terdiam dan melihat ke arah Gempa dengan teliti.

Gempa yang mendapat tatapan dari saudaranya tersenyum, mereka berdua ternyata peka terhadap sandinya.

I'm Always Wrong [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang