Part 21

936 104 1
                                    






Kemarin, Haechan, Nara, dan Jisung resmi pindah ke Seoul. Setelah tau surat surat kepindahan Haechan telah selesai diurus, Jisung langsung merengek minta berangkat ke Seoul malam itu juga. Beruntung saja Nara bisa membujuk anak itu sehingga bisa menunda kepergian mereka ke Seoul sampai besok.

Rumah yang keluarga mereka tempati di Seoul lebih besar daripada yang di Hallasan. Alasan Haechan membeli rumah yang lebih besar karena sekarang mereka sudah mempunyai Jisung. Nara selalu bilang pada Jisung jika ia sudah mulai berangkat ke sekolah, ia bisa mengajak teman temannya main ke rumah, bahkan menginap. Dan Jisung menjawabnya dengan anggukan semangat.

Hari ini adalah hari Rabu dan merupakan hari pertama Jisung berangkat ke sekolah dengan diantar Haechan sebelum bekerja di rumah sakit. Cukup telat memang, tapi Jisung tetap merengek masuk sekolah hari ini juga, dan tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Lebih tepatnya mereka tidak tega melihat wajah imut Jisung yang seperti anak anjing minta dipungut saat memohon.

" Jaga diri, ne. Ingat, banyak orang yang mengenal mu tapi kau tak mengenal mereka disini," nasihat Haechan begitu Jisung turun dari mobil.

" Ne, Appa. Aku akan mengendalikan ingatanku," ucap Jisung menenangkan kekhawatiran Haechan.

" Jha, masuklah! Bel akan berbunyi sebentar lagi," perintah Haechan.

" Ay, ay, kapten!" Jisung memeragakan gerakan hormat pada Haechan.

" Anyeong, Appa," pamit Jisung sambil melambaikan tangannya saat berjalan melewati gerbang. Haechan tersenyum simpul dan langsung menjalankan mobilnya meninggalkan gerbang Seoul Senior High School setelah balas melambai pada Jisung.

Jisung berjalan sendirian menelusuri koridor sekolah yang masih agak sepi. Tangan Jisung tak henti hentinya memegang pegangan tas punggungnya untuk menghilangkan rasa gugup. Walaupun Jisung biasa saja saat Haechan bilang banyak orang yang mengenalnya tapi ia tak mengenai mereka tadi, namun sebenarnya ia sangat khawatir. Ia seolah masuk ke dunia baru, orang baru, suasana baru, namun merasa tak asing dengan itu semua. Untung saja Nara dan Haechan menjelaskan bahwa Jisung mengalami amnesia, jadi nanti Jisung tak kebingungan jika mendengar seseorang memanggil namanya dengan akrab.

" Jisungie!"

Baru saja kaki Jisung menapak pada anak tangga pertama, namun ia mengurungkan niatnya kembali dan memilih membalikkan badan untuk melihat siapa yang memanggilnya.

'tap, tap, tap'

" Yak! Kenapa kau tak mengabari ku jika akan berangkat sekolah dengan Appa mu? Aku kan jadi tidak perlu repot repot ke rumah mu kalau begitu," ucap Chenle marah marah.

Jisung terdiam. Telinganya tiba tiba berdenging keras. Jisung mengercitkan dahinya dan refleks menutup telinganya menggunakan kedua tangan. Secara tiba-tiba muncul suara suara yang entah dari mana datangnya dan gambaran gambaran lain mulai bermunculan di pikirannya namun terlihat samar.

" Yak! Kenapa kau tidak berhenti saat aku panggil?"

" Aku sudah berhenti. Apa menurutmu berhenti itu artinya terbenam dibawah tanah?"

" Suara mu saja yang seperti dolpin, keras tapi hanya seperti orang yang bergumam."

" Chenle pabo!"

" Yak! Dasar evil maknae!"

" Jisungie, gwenchana?" Chenle memegang kedua lengan Jisung, khawatir karena tiba tiba sahabatnya itu diam dan menutup kedua mata dan telinganya seperti tengah ketakutan.

" Jisungie!"

Belum ada respon sampai beberapa detik hingga Chenle mengguncang tubuh Jisung cukup keras, baru Jisung tersentak dan seperti orang yang kebingungan.

uljima, dongsaengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang