Sisi lain di salah satu ruangan rumah sakit Seoul yang hanya diisi oleh suara jam dinding yang berdetak setiap detiknya dan juga suara monitor EKG yang berbunyi lambat sebagai pemecah keheningan, duduk seorang remaja laki-laki bertubuh mungil di samping brankar seorang lainnya yang terlihat lelap dalam tidur panjangnya.
Waktu terus bergulir semenjak kejadian yang membuat seseorang yang tengah terlelap itu tak sadarkan diri, namun masih belum ada tanda tanda bahwa seseorang itu akan bangun. Yang menunggu tentu saja pernah merasa putus asa dan hampir menyerah. Namun selagi detak jantung itu masih terdeteksi, tak ada alasan untuknya tak berharap seseorang itu akan membuka matanya dan kembali menjadi alasan untuknya untuk tetap tangguh menghadapi dunia yang cukup kejam bagi mereka ini.
Tidak karena hanya seseorang itu yang dia punya.
" Ge, kenapa gege sangat nyaman terbaring seperti ini? Gege ingin membuat ku semakin kurus karena tak nafsu makan selama gege masih seperti ini? Aku bahkan tak tau lagi harus berbuat apa."
Remaja laki laki yang ternyata adalah Renjun itu menenggelamkan wajah pada tangan gegenya, Ten, sambil mulai terisak lirih. Perasaannya begitu kacau, bahkan sangat kacau semenjak para dokter memvonis kakaknya koma dan belum juga bangun sampai sekarang. Jika ada cara untuk membuat kakaknya bangun saat ini juga, sungguh, ia akan melakukan cara apapun itu, walaupun harus mengemis iba dari orang orang sekalipun. Tapi jangan kan dia, para dokter yang menangani kakaknya saja tidak bisa berbuat lebih untuk membuat kakaknya bangun dengan alat alat canggih yang mereka punya, apalagi ia yang hanya seorang pelajar pengandal beasiswa?
Tentu saja jawabannya tidak ada.
Walaupun begitu, saat ini Renjun hanya merasa harus bersyukur mengenal keluarga Lee yang sangat baik mau membiayai biaya rumah sakit kakaknya. Selain itu juga, sebelum kakaknya terbaring disini, bukankah tuan Lee yang sudah mempekerjakan kakaknya sehingga mendapatkan gaji yang lumayan besar untuk kebutuhan mereka selama ini. Walaupun Renjun tau itu pekerjaan yang salah, tapi selama ini ia makan dari uang itu, kan. Keluarga Lee juga yang sudah meringankan beban tanggungan kakaknya dengan cara memberinya beasiswa.
Melihat dari semua kebaikan yang telah mereka berikan, sebenarnya sungguh tak pantas Renjun menerima kebaikan mereka lagi. Padahal bisa saja mereka ikut menuntut kakaknya atas tuduhan penculikan. Tapi lihat apa yang mereka lakukan sekarang. Bahkan tuan Taeyong malah berterima kasih kepada kakaknya atas tindakannya telah menyelamatkan Jisung dan tak pernah sedikit pun kembali mengungkit ungkit kejadian kecelakaan itu.
Renjun sempat berfikir bahwa keluarga Lee itu bukan manusia, melainkan malaikat.
" Gege harus cepat bangun. Gege harus melihat bagaimana keluarga Lee begitu baik kepada kita. Kita juga harus membalas kebaikan mereka bukan? Jika iya, bangunlah. Jangan tinggalkan aku seperti Baba dan Mama. Aku hanya punya gege di dunia ini."
Renjun semakin terisak di sebelah tubuh Ten. Ia seperti melepaskan semua kekhawatirannya selama Ten masih terlelap dalam tidurnya hari ini, disamping tubuh kakaknya yang tak bergeming.
" Aku belum lulus dari sekolah ku dan masuk Inha university lewat jalur beasiswa dan membuat gege bangga padaku, aku belum menjadi dokter hebat, dan aku juga belum membahagiakan gege. Gege harus melihat itu dulu, kumohon," isak Renjun tak terkendali.
" Aku tidak akan berjuang sejauh ini dan menerima semua perlakuan Jeno pada ku. Tapi jika gege meninggalkan ku, lalu aku hidup untuk siapa?"
Tubuh Ten tiba tiba tersentak, kemudian mengejang. Suara monitor EKG jantung kakaknya itu juga berbunyi nyaring memekakan telinga.
Renjun mengangkat kepalanya terkejut. Jantung nya berdetak dua kali lebih cepat. Layar monitor menunjukan garis naik turun dengan cepat tak terkontrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
uljima, dongsaeng
FanfictionJisung hanya ingin hidup bahagia dengan eomma, appa, dan hyungnya. Hanya itu. Tapi kenapa orang lain menginginkan jalan terbaik untuknya namun membuatnya terluka. Bahkan ia sendiri yang membuat ia jauh dari keluarganya walaupun ia sendiri tak mau...