Siang begitu terik, matahari bersinar gagah di cakrawala.
Seorang gadis mengusap peluh yang membanjiri dahinya.
Gadis itu, Aster Helia Nakeshwari. Berjuang mencari pekerjaan dari hari ke hari yang tak kunjung ia dapatkan."Ya Allah Aster capek. Mau nikah aja," katanya bermonolog.
Seragam hitam putih khas pencari kerja yang dikenakannya sudah lusuh berbau keringat, kerudung hitamnya juga sudah tidak berbentuk, compang-camping tak beraturan.
Wajah yang dipenuhi jerawat pasir itu dari jauh kelihatan bersih, glowing, shining, shimmering, splendid. Padahal bila disentuh, wuiih licin gaes seperti tambang minyak.
Aster memainkan sedotan bekas es teh yang isinya sudah tandas tak bersisa.
Usianya baru menginjak delapan belas tahun, ia baru saja menyelesaikan pendidikan SMK-nya. Untuk melanjutkan pendidikan rasanya tidak mungkin, mau tak mau ia harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga untuk menggantikan ayahnya yang sudah renta.
Lalu lalang kendaraan bermotor tidak sedikit pun mengganggu pikiran Aster yang sedang menjamah ke berbagai hal.
Gadis itu menoleh, mendapati ban motornya yang masih dalam perbaikan. Jatah sudah membahagiakan orang tua eh malah menghabiskan uang untuk mencari kerja.
"Dek lagi cari kerja ya?," Tanya bapak bengkel itu kepada Aster.
"Eh iya pak."
"Coba aja kesitu, itu barusan dipasang spanduk. Siapa tahu rejeki."
Aster mengamati sebuah percetakan disamping bengkel.
Senyum cerah terbit dibibir gadis itu.
"DIBUTUHKAN TENAGA FOTOKOPI MINIMAL PENDIDIKAN SMA/SMK SEDERAJAT. SILAHKAN BAWA LAMARAN ANDA KEMARI."
"Terimakasih Pak, saya tinggal sebentar."
Aster melangkah tenang, menguasai dirinya agar tidak gugup.
"Assalamualaikum kak. Saya ingin melamar pekerjaan," kata Aster kepada seorang wanita yang ditaksir berusia sekitar dua puluhan di meja kasir.
"Waalaikumussalam warahmatullah, Silahkan lurus saja terus berbelok ke kanan. Disana ruangan pemilik percetakan ini."
Aster mengangguk paham.
Percetakan ini cukup luas, etalase berjajar rapi khas seperti percetakan pada umumnya.
Membaca sekilas banner yang terpajang di tembok, rupanya tempat ini akan sering dikunjungi oleh banyak orang.
'Menyediakan warnet, jasa print out, cetak foto, fotokopi, cetak undangan, perlengkapan sekolah, perlengkapan kantor, DLL.'
Itulah tulisan yang terdapat di banner tersebut.
Tak mau berlama-lama, Aster membelokkan langkahnya.
Ia sedikit mendengar dua orang lelaki sedang berdebat.
Yang satunya duduk di kursi sofa, dan yang satu lagi tengah duduk dihadapan komputer.
"Assalamualaikum permisi," suara Aster menghentikan perdebatan kedua lelaki tersebut.
"Waalaikumussalam warahmatullah," jawab lelaki yang duduk di depan komputer.
"Maaf mengganggu waktu anda pak, saya kesini ingin melamar pekerjaan."
"Oh silahkan duduk," lelaki yang menghadap komputer itu mempersilahkan Aster duduk di samping temannya. Mungkin.
Ia juga bangkit untuk menghampiri Aster."Sebelumnya,..." Ucapan lelaki itu terpotong oleh lelaki satunya yang sedari tadi hanya diam.
"Siapa nama kamu? Nama lengkapmu? Nama orang tua kamu? Alamat rumahmu?."
Aster menganga, tak menyangka akan mendapat pertanyaan beruntun itu.
"Baiklah pak, saya akan jawab pertanyaan bapak satu persatu."
"Sebelumnya jangan panggil saya pak, saya bukan bapak kamu."
Aster yang sejak tadi mengamati, dia menjadi geram sendiri. Lelaki itu mengajaknya bicara, tapi pandangannya menghadap ke arah tangga lantai dua.
Untung saja lelaki itu ganteng, jadi ya tidak masalah lah.
"Maaf Mas."
"Perkenalkan nama lengkap saya Aster Helia Nakeshwari. Nama Ayah saya Sudiro Cokroaminoto. Nama Ibu saya Laila Srikandi. Alamat rumah saya di Jl. Mitrohusodo gang 2 No.58 belakang SD Bahurekso."
Kedua lelaki itu menyimak dengan baik apa yang dituturkan Aster.
"Baiklah kamu boleh pergi," kata lelaki yang tadi bertanya padanya.
Aster mengerutkan kening, sudah itu saja? Tanyanya dalam hati.
Meletakkan amplop cokelat berisikan data diri dan surat lamaran kerja yang sejak tadi didekapnya, Aster meninggalkan ruangan itu. Menyisakan dua lelaki yang saling memberikan pandangan maut dan tidak percaya.
•••
Aster terkejut. Ibunya Laila, tiba-tiba membuka pintu tanpa mengetuk.
Cklek
"Astaghfirullah Ibu, ngagetin Aster aja."
Laila mendudukkan dirinya di kasur sang putri, menatap putri semata wayangnya itu dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Netra tua itu seakan menyimpan banyak pertanyaan untuk sang putri.
"Ada apa Bu? Apa Aster berbuat salah?."
"Tidak ada As," kata Laila.
"As apa kau sudah yakin?."
Aster mengernyit mendengar pertanyaan sang ibu.
Yakin soal apa?
Lalu ingatannya terlempar ke kejadian tadi sore, ia sudah bercerita kepada ibunya bahwa ia melamar kerja sebagai tukang fotokopi di sebuah percetakan dekat bengkel.
Mungkin itu 'yakin' yang di maksud ibunya.
Aster mengangguk mantap, "Aster sangat yakin Bu."
"Coba dipikir-pikir ulang As, jangan gegabah membuat kesimpulan."
Aster tersenyum menenangkan Laila, "Aster sudah yakin Bu."
"Tolong lah As, berpikir matang-matang. Ibu tidak mau kamu salah mengambil keputusan. Masa depanmu masih panjang nak, pikirkanlah ulang. Ibu tidak ingin kamu menyesal."
"Aster sudah yakin Bu, sebenarnya apa yang ibu khawatirkan?," Tanya Aster kepada ibunya.
"Jika kamu sudah mengambil keputusan, kamu tidak bisa memutar waktu. Kamu tidak dapat mengubah keputusanmu di hari ini untuk esok hari. Ini adalah keputusan yang kamu pilih As."
Aster terdiam sejenak.
"Aster tahu Bu, Aster sudah dewasa. Aster bukan anak kecil lagi. Apapun keputusan Aster, Aster sudah mempertimbangkannya sebaik mungkin. Jadi Aster mohon ibu dukung keputusan Aster."
Laila menghela nafas, melihat sorot keyakinan pada jendela hati putrinya.
"Baiklah As, Ibu meridhoi jalanmu. Persiapkan dirimu sebaik mungkin. Sebentar lagi tanggung jawab mu akan semakin besar."
Laila mengusap kepala Aster penuh sayang, lalu melangkah keluar dan menutup pintu perlahan.
Membiarkan putrinya berkecamuk dengan pikirannya sendiri hingga lama-kelamaan ia lelah dan alam bawah sadarnya segera mengambil alih.
Aster tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Aster [TAMAT]
RomanceJantung Aster berdegup kencang. Perlahan ia berjalan agar tidak menimbulkan suara. Mengendap-endap seperti maling dirumahnya sendiri. Celingak-celinguk memastikan keadaan cukup aman untuknya kabur. Namun, Aaaaaaaaaaaa... Jeritannya menggema. "Sedang...