17. Spesial Fatih POV.

6.9K 686 2
                                    

Aku keluar dari kamar setelah mandi, bergegas aku pergi menuju masjid untuk sholat tahajjud dan sekalian menunggu waktu subuh. Sebenarnya aku bisa sholat dirumah, namun aku harus menata hati untuk menghadapi istriku.

Kalian tau istriku? Aster Helia Nakeshwari, dia adalah gadis kecil yang menggemaskan dan lincah.

Aku tidak pernah menyesal menikahinya, aku juga tidak terpaksa. Kalimat yang ku lontarkan padanya memang keterlaluan, ternyata benar, jika marah sebaiknya diam.

Kalian mau tau rahasia pernikahanku? Sebelumnya apakah kalian ingat Kamila Nanda? Dia adalah rekan kerjaku. Dia totalitas dalam bekerja, namun satu hal yang tak ku sukai darinya, dia terlalu menunjukkan bahwa dia tertarik padaku. Kemanapun aku pergi, dia mengikuti-ku.

Hingga akhirnya aku berkata akan menikah, itu adalah kebohongan yang membuatku sangat bersyukur. Aku mulai memesan tenda balai-balai pengantin, tukang rias atau kalau Mama bilang sih make up artis alias MUA, kemudian aku menyetok bahan dapur seperti gula, garam, dan yang lain-lain, aku juga menyiapkan sepasang cincin perak yang indah. Dan itu semua ku lakukan seorang diri.

Kegalauanku bermula ketika semua sudah siap, dan aku belum menemukan calon.
Aku gusar, bisa-bisanya aku ingin menikah tapi tidak mempunyai mempelai wanita.

Akhirnya aku berkunjung ke percetakan milik sahabatku, Muhammad Wildan Tazakka, yang kebetulan dia lagi ada disana. Mengapa kebetulan? Karena jarang-jarang Wildan mengecek usaha sampingannya itu.

Aku berkata bahwa ia harus membuatkanku undangan pernikahan, awalnya dia pikir aku bercanda, namun aku berhasil meyakinkannya.

Ketika Wildan bertanya siapa calon mempelai wanita? Aku terdiam cukup lama, hingga dia menyentak lamunanku.

"Aku belum punya calon mempelai wanita," kataku pada Wildan kala itu.

"Kau gila? Kau ingin menikah tapi tak punya calon mempelai wanita?."

Aku menghela nafas, "Ayolah bantu aku untuk mendapatkan calon istri."

"Nafisa mau?," Tanya Wildan padaku.

Nafisa adalah gadis cantik seperlima abad yang menjaga meja kasir, namun aku tidak tertarik padanya.

Aku menggeleng, dan Wildan menggeram.

"Aku tidak habis pikir dengan kau Tih."

Sebuah ide muncul di kepalaku.

"Wil, buka lowongan. Siapa tau nanti ada yang cocok."

Wildan menggeleng setelah mendengar ideku.

"Maksudmu aku harus membuka lowongan untuk para wanita yang akan menjadi istrimu gitu?,"

"Bukan Wil, maksudku kau buka lowongan untuk percetakanmu."

"Kau serius dengan idemu tuan Fatih?," Tanya Wildan memastikan.

Aku mengangguk mantap, dan beberapa menit kemudian dia memasang spanduk bertuliskan iklan lowongan pekerjaan.

Satu menit,
Dua menit,
Tiga menit,
Empat menit,
Lima menit,

Aku menghela nafas, kenapa lama sekali.
Aku harus menunggu berapa lama?
Astaghfirullah benar kata Wildan bahwa aku sudah gila.

"Kau akan tetap disini?," Tanya Wildan.

"Ya, aku kan mencari calon istri."

Wildan mendengus keras-keras.

"Kau gila, dan sangat gila, sangat amat gila serta sangat amat teramat gila."

Aku tidak memperdulikan ucapan Wildan yang mengatakan bahwa aku gila.

Wildan duduk didepan komputernya, aku tau dia sedang mendesain undangan pesananku sambil terus berdebat denganku.

Suara salam menghentikan perdebatan kami .

Wildan menyuruh gadis itu duduk di sofa, dan dia menyusulnya. Sebelum Wildan bertanya apapun, aku sudah lebih dulu menanyakan nama, nama orang tua, alamat, dan menyuruhnya pulang.

Setelah gadis itu pergi, aku dan Wildan kembali berdebat karena aku meminta Wildan menuliskan nama gadis itu kedalam undangan yang ku pesan.

Aku membawa pulang resume gadis itu, dan sebelumnya aku sudah mewanti-wanti Wildan agar cepat menyelesaikan pekerjaannya.

•••

Ulang tahun kali ini, aku rasa akan lebih spesial karena aku melaluinya bersama istriku. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Mama dan Fida akan memasak untuk diantarkan ke panti asuhan, dan dibagikan ke tetangga. Lalu malam harinya kami akan makan bersama.

Fida berkata aku akan mendapatkan kado terindah dari Aster, jantungku berdegup kencang. Aku seperti bocah yang kegirangan karena diberi lollipop.

Sebenarnya aku tak butuh kado, satu ciuman bibir dari Aster mungkin akan membuatku bahagia bukan main. Tapi aku harus menghargai usaha istriku yang sudah mau repot-repot menyiapkan kado untukku. Aku begitu antusias.

Sayang sekali, ke-antusias-an-ku dalam sekejap berubah menjadi amarah ketika Fida menunjukkan testpack dengan dua garis merah. Hal itu disambut suka cita oleh Papa dan Mama, namun tidak untukku. Jantungku seperti berhenti berdetak, bagaimana bisa seperti ini?.

Sesampainya di rumah, aku mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Aster menangis sesenggukan, bahkan ia sempat berlutut di kakiku.

Aku tetap pada pendirianku, dan istriku tetap pada pendiriannya. Aster jatuh terduduk, aku tidak menghiraukannya. Sejujurnya aku tidak tega, aku ingin merengkuh tubuh mungil itu kedalam pelukanku, namun rasa marah kembali muncul ketika sekelebat bayangan tentang testpack itu mampir di otakku.

Aku memilih menenggelamkan diriku dibalik selimut. Lain halnya dengan Aster yang seperti kesetanan, gadis itu mencopot kerudung serta gamisnya.

Gadis itu meracau tentang hakku sebagai suaminya, juga tentang keperawanannya.
Aku menahan diri mati-matian untuk tidak menggubrisnya. Aster menyerah, lalu dia merebahkan dirinya di sampingku.

Lengan polos itu memeluk pinggangku yang sedang membelakanginya. Mungkin karena lelah menangis, akhirnya Aster tertidur.

Setelah pulang dari masjid aku berniat memasak untuknya, selain itu aku juga harus meminta maaf padanya. Aku terkejut ketika merasakan dipeluk dari belakang, siapa lagi pelakunya kalau bukan istriku.

Aku menyuruhnya duduk menungguku sambil menonton televisi, dia menurut. Tak berselang lama masakanku jadi dan aku mengajaknya makan bersama.

Awalnya aku meminta maaf, raut lega terpancar dari wajah cantiknya. Namun kalimat yang ku lontarkan berikutnya mengubah ekspresi istriku menjadi muram kembali.

Astaghfirullah, aku bingung sekali. Aku harus bagaimana Ya Rabb. Tolong hambamu ini.

Mrs. Aster [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang