3.

11.1K 1K 14
                                    

"Iya taruh disitu saja."

"Sebentar, mungkin tambah sekitar lima kilo bawang merahnya."

"Nanti saya koordinasikan lagi dengan penanggung jawab dapur."

Teriakan-teriakan itu memenuhi seluruh penjuru rumah Aster.

Sang empunya acara menghela nafas lelah berulang kali.

Cahaya di depan rumahnya sedikit meredup, tertutup tenda balai-balai pengantin yang sudah rapi terpasang.

Aster harap ini cuma mimpi, namun sayang harapan Aster tak terwujud. Ini nyata, sangat nyata.

Hari ini tanggal 21 Februari 2022, itu artinya besok pagi Aster akan dinikahkan.

Tidak menyangka dan tidak mau mempercayai. Gundah sekali hatinya.

Di luar, teman-temannya sedang membantu sang ibu mempersiapkan semuanya.

Siapa yang memberi tahu mereka coba?

Alina, dan Maira tanpa mengeluh sedang mencetak nasi putih dan memasukkannya kedalam mika yang sudah tertata didalam dus.

Fina menata beberapa snack dibantu oleh Risa.

Hani, Dira, dan Nasya terlihat sedang menggelar karpet bersama-sama di ruang tamu yang sebelumnya sofanya sudah dipindahkan entah kemana.

Tumben sekali mereka mau bekerja keras.  Sebenarnya Aster ingin membantu, tapi tidak diperbolehkan oleh satupun manusia yang berjubel di rumahnya.

Walimatul Ursy

Entahlah apa itu Aster juga tidak paham. Mengikuti permintaan keluarga Fatih, maka malam ini diadakan doa bersama untuk kelancaran acara besok pagi.

Sesuai rencana, maka keluarga akan mengundang anak-anak panti asuhan untuk ikut sedikit berbahagia dengan dilangsungkannya pernikahan ini.

Membiarkan mereka menikmati gemerlap lampu, dan memberikan sedikit santunan. Setidaknya bisa menyenangkan hati mereka walau sedikit.

Hari semakin larut dan Aster semakin was-was.

Teman-temannya kini berkumpul di kamarnya.

"Santai As. Baru mau nikah bukan kawin," Nasya mengawalinya.

Aster mendelik kesal.

"Nggak nyangka dedek Aster kita malah nikah duluan. Padahal jomblo akut, terakhir putus aja sama tali puser."

Suara Alina semakin membuat Aster kesal.

"Eh salah tahu Na, Aster kan Galmup sama Agis. Masa lu nggak tahu sih," Fina ikut menimpali.

Aster akui walaupun berkerudung, dia bukan manusia yang alim. Maksiat selalu menyertainya di setiap hari.

Aster pernah pacaran, mulutnya kasar, hobi menghalu dengan artis-artis Korea, dan rajin mengumpat.

Gimana enggak rajin? Kalau berteman dengan manusia gila seperti teman-temannya ini.

Kata-kata anjir, anjay, bangke, dan kata umpatan yang lain sudah tidak asing di telinga mereka.

Padahal kata-kata itu bisa diganti dengan dzikir yang lebih berfaedah.

Contohnya ketika kaget, daripada mengucap 'anjir' lebih baik mengucap 'astaghfirullahaladzim'. Aster masih harus banyak belajar rupanya.

Pintu kamar Aster diketuk, menghentikan kegaduhan yang dibuat oleh teman-temannya.

Mereka keluar dan disambut pemandangan manusia yang begitu ramai.

Disana ada keluarga Fatih yang kompak mengenakan busana muslim berwarna putih, namun Aster dari tadi belum melihat calon suaminya.

Aster sendiri juga mengenakan gamis berwarna putih, ia baru sadar rupanya malam ini dress code nya adalah putih.

Teman-temannya sudah anteng, mendengar berbagai sambutan dari ayahnya, ayah Fatih, dan Pak kyai.

Mungkin mereka mencari obat mata berupa pangeran tampan berpeci putih yang membuat dada dug-dug serr serta menambah kadar uwu-uwu ketika menghalu.

Acara demi acara berlangsung lancar hingga jam menunjukkan pukul setengah satu malam.

Ia berjalan menuju kamarnya, sedangkan teman-temannya menempati kamar disampingnya.

Otak cerdik Aster sedang memutar rencana.

Dia terlalu muda untuk melangsungkan pernikahan. Jam terus berdenting, rumahnya sudah mulai sunyi. Tinggal beberapa orang yang Aster yakin tidak akan menginjakkan kakinya di lengkong rumah Aster.

Alhamdulillah-nya, jendela kamar Aster tepat menghadap lengkong.

"Ayo Aster semangat. Baca bismillah sebelum kabur dari rumah," kata Aster menyemangati dirinya sendiri.

Ctek, jendela terbuka.

Perlahan Aster memindahkan kaki kanannya untuk bertumpu pada kusen jendela, disusul kaki kiri dan menarik nafas sejenak. Gadis itu bersiap diri untuk menginjakkan kaki di lengkong rumahnya.

'Yes, berhasil.' Aster bersorak dalam hati.

Jantung Aster berdegup kencang. Perlahan ia berjalan agar tidak menimbulkan suara.

Mengendap-endap seperti maling dirumahnya sendiri.
Celingak-celinguk memastikan keadaan cukup aman untuknya kabur.

Namun, Aaaaaaaaaaaa...
Jeritannya menggema.

"Sedang apa kamu?"

Sosok putih-putih yang terlihat mengambang dalam kegelapan menghentikan langkah Aster, membuat jantung gadis itu seperti loncat dari tempatnya.

Kaget? Tentu saja, siapa yang tidak  kaget saat tiba-tiba melihat putih-putih diantara kegelapan, apalagi ketika sosok itu mulai mendekat.

"Aster?, Kamu Aster?."

"Sedang apa kamu?."

Kini ditemani cahaya rembulan, Aster dapat melihat wajah sosok itu yang semakin jelas.

Rupanya dia Fatih, calon suaminya.
Fatih tampan, dengan koko dan sarung putih dia mampu membuat jantung Aster berdetak cepat dua kali lipat dari yang seharusnya.

Eh bukankah ini efek dari terkejut tadi? Entahlah Aster juga tidak paham.

"Eh anu... itu... emm... Aster,"

Aster tergagap, Fatih semakin maju dan meraih jendela kamar Aster yang terbuka.

Kini Aster semakin bingung ingin beralasan seperti apa.

"Kamu mau kabur?," Tanya Fatih yang sukses menohok hati Aster.

Gadis itu melirik takut calon suaminya. Bagaimana bila lelaki itu mengadu pada orangtuanya? Oh Aster tidak sanggup diceramahi panjang lebar oleh sang ibu. Belum lagi rasa sungkan kepada Bu Rahayu dan Pak Ahmad.

Akhirnya Aster memilih tetap bungkam.

"Aster masuklah, sebelum ada yang melihat."

Ia mengangguk, berjalan lunglai menuju jendela lalu masuk lagi kedalam kamarnya.

"Tidurlah," kata Fatih sambil berlalu dari sana.

Kini Aster sudah tidak memiliki minat untuk melarikan diri, ia sudah cukup malu akan kejadian tadi. Hatinya meneguhkan berkali-kali bahwa ia harus yakin.

Aster memilih merengkuh mimpi, menghilangkan bayang-bayang bahwa esok pagi ia resmi menjadi istri Fatih Al-Haddad.

Mrs. Aster [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang