Langit tampak mendung, lalu lalang kendaraan melintas dengan awut-awutan. Dua orang gadis tengah duduk sambil menghadap dua gelas es teh.
Gadis berkerudung coklat susu itu tengah mengamati gadis berkerudung kuning menyala yang tengah berbinar menatap kepulan asap dari kuah bakso.
Ya, mereka adalah Aster dan Fida. Aster menatap Fida heran ketika mata gadis itu nampak bercahaya memperhatikan bapak penjual bakso meracik pesanan pelanggan.
"Wah, Fida seneng banget Mbak."
Aster tertawa, "Kamu kenapa sih Fid? Antusias banget kayaknya. Padahal kan Mbak Aster yang ngotot ngajak kesini."
Fida tidak mengindahkan ucapan kakak iparnya. Gadis itu semakin berbinar ketika dua mangkuk bakso tersaji dihadapan mereka.
"Masyaallah nikmat banget kayaknya," Fida menuangkan saus, dan sedikit kecap ke bakso miliknya.
Aster tertawa maklum, berbeda dengan Fida gadis itu malah menuangkan sambal, dan kecap. Tanpa saus.
"Pelan-pelan Fid, Mbak nggak bakal minta. Kamu boleh nambah lagi, nanti biar Mbak yang bayar pakai uang yang dikasih Mas Fatih."
Fida menghentikan aktivitas makannya sejenak, "Wah beneran Mbak?, Terimakasih Mbak Aster. Fida sayang sama Mbak."
Selanjutnya Aster tidak menanggapi Fida, mereka berdua sama-sama sibuk dengan bakso milik mereka masing-masing.
Tak berselang lama, Fida memesan seporsi bakso lagi. Aster menggeleng heran, entah apa yang merasuki adik iparnya itu.
"Fid, sekalian pesankan empat untuk dibungkus ya."
Fida menoleh sebentar ke arah Aster, "Buat siapa Mbak?."
"Mama, Papa, Faris, sama Mas Fatih."
Fida mengacungkan jempolnya.
Gadis berkerudung kuning itu kembali mengambil posisi di samping Aster dengan satu porsi bakso penuh seperti sebelumnya.
"Kamu kayak lagi ngidam Fid," disadari atau tidak, Fida menghentikan kunyahan baksonya. Gadis itu menjatuhkan sendok dan garpu, lalu mendorong mangkuk menjauh dari dirinya.
Aster termangu, mungkinkah ia salah bicara? "Maaf Fid, Mbak nggak bermaksud,..." Ucapan Aster menggantung karena terpotong oleh kalimat yang dilontarkan Fida.
"Fida sudah nggak nafsu Mbak, mungkin yang ini bisa dibungkus sekalian."
Aster menurut. Ia tidak pernah melihat Fida menatapnya dengan tatapan dingin. Baru kali ini ia melihat adik iparnya itu menatap tidak suka kearahnya.
Setelah menyelesaikan pembayaran, Aster kembali menghampiri Fida. Gadis itu sudah tersenyum cerah, secerah kerudung lebar yang dipakainya.
"Mbak ke apotek dulu yuk," Kata Fida.
Aster mengernyit, "Mau ngapain Fid?."
"Beli testpack," Fida menjawab antusias.
"Ha?," Aster melongo mendengar jawaban Fida.
"Tadi Mbak Aster bilang ngidam, jadi Fida pikir Mbak Aster lagi hamil. Makanya ayo kita ke apotek buat beli testpack."
Aster bingung harus melakukan apa, bagaimana mungkin dirinya hamil sedangkan Fatih dan dirinya belum pernah melakukan penyatuan.
"Ayo Mbak, keburu Maghrib."
Aster mengikuti langkah kaki Fida. Tidak terlalu jauh, mereka hanya perlu berjalan kaki sekitar lima puluh meter untuk sampai di apotek.
Bau obat-obatan menyeruak memenuhi indera penciuman Aster, bau khas apotek dan rumah sakit.
Namun, Fida tetap tidak gentar. Gadis itu menyeret tangan sang kakak ipar dengan girang.
"Mbak beli testpack lima," Kata Fida kepada Mbak apoteker itu.
"Kok banyak banget Fid," Tanya Aster heran.
"Iya Mbak, siapa tau nanti ada yang nggak berfungsi kan masih punya cadangan."
Aster menurut, tak ingin mendebat gadis disampingnya. Mood Fida hari ini begitu naik turun secara drastis, dan Aster tidak ingin membuat raut bahagia adik iparnya itu sirna. Bisa-bisa dia dicaplok. Hehe canda, Fida baik kok.
Keluar dari apotek, Aster kaget karena mendapati suaminya bersandar di pintu mobil dengan tangan bersedekap di dada.
"Ngapain Mas?," Reflek Aster saking terkejutnya.
"Assalamu'alaikum istriku," Kata Fatih sambil mengusap halus puncak kepala Aster yang kini sudah satu langkah di depan lelaki itu.
"Waalaikumussalam."
Fida tertawa, "Mas Fatih sama Mbak Aster lucu. Fida jadi pengen punya suami."
Suami istri itu menatap heran kearah Fida.
"Kuliah dulu Fid," Kata Fatih yang disusul membukakan pintu untuk dua princess itu.Hari ini Fatih berperan sebagai sopir, siap mengantarkan kemanapun dua gadis yang disayanginya itu pergi.
"Kok Mas bisa tau Aster sama Fida di apotek?," Tanya Aster penasaran.
Aster dan Fida duduk di kursi belakang, sedangkan Fatih duduk di kursi kemudi.
"Tadi dapat pesan dari Fida suruh jemput di apotek, Mas langsung meluncur."
"Mbak Aster tadi bilang Fida kayak orang ngidam, jadi Fida pikir Mbak Aster yang lagi ngidam Mas. Makanya Fida ajak ke apotek buat beli testpack."
Fatih terkejut, mana mungkin Aster hamil sedangkan ia belum pernah menyentuhnya.
Suami istri itu tertawa canggung, "Doakan saja ya Fid," Kata mereka kompak kepada Fida.
Fida awalnya mengajak Fatih dan Aster ke kedai es krim langganannya setiap pulang dari kampus. Tetapi begitu melihat pintu masuknya, mendadak Fida merengek minta pulang saja.
"Mas pulang aja, Fida udah nggak selera."
"Loh tadi kan kamu yang minta kesini Fid," Kata Fatih mencoba membujuk adiknya.
Aster mengamati kedai es krim itu yang tampak ramai pengunjung.
"Fid, kamu disini saja sama Mas Fatih. Biar Mbak Aster yang turun, kita makan di mobil."
Fida tetap diam, tidak menanggapi ucapan Aster. Melihat keterdiaman Fida, Aster kira itu adalah bentuk persetujuan gadis itu.
Aster membuka pintu mobil, "Fida mau yang rasa apa?," Tanya Aster lembut.
"Mbak Aster nggak usah sok baik sama Fida."
Aster tersentak mendengar nada tak bersahabat Fida, begitu pula dengan Fatih.
"Jangan seperti itu Fid," Kata Fatih menasehati Fida.
"Tuh kan, Mas Fatih jadi belain Mbak Aster. Fida nggak suka."
"Masuk As, kita pulang." Kata Fatih tak terbantahkan.
Aster segera masuk kedalam mobil.
Fatih melajukan mobilnya untuk mengantar Fida pulang terlebih dahulu. Setelah itu barulah Aster dan Fatih pulang ke rumah mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Aster [TAMAT]
RomanceJantung Aster berdegup kencang. Perlahan ia berjalan agar tidak menimbulkan suara. Mengendap-endap seperti maling dirumahnya sendiri. Celingak-celinguk memastikan keadaan cukup aman untuknya kabur. Namun, Aaaaaaaaaaaa... Jeritannya menggema. "Sedang...