Aster tidak tahu apa yang terjadi hari ini, tapi ayah dan ibunya sedari tadi sungguh aneh.
Dimulai dari sang ayah yang tidak berangkat bekerja, ibunya berbelanja banyak, dan dirinya yang dilarang pergi keluar rumah.
"Aster bantu ibu memasak ya," kata Laila setengah berteriak dari dapur.
Tak ingin mendengar teriakan membahana sang ibunda lagi, dengan segera Aster menuju ke ruangan dimana ibunya berada.
Aster menggeleng takjub, "Bu ini semua untuk apa?."
Laila berdecak, "Astaghfirullah Aster, ya untuk dimakan lah. Untuk apa lagi coba?."
"Apa tidak kebanyakan Bu? Allah tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan."
Laila menatap sang putri sebentar, "Ibu tahu As, tapi ibu rasa untuk hari ini tidak berlebihan. Sudah potong saja buah-buahannya."
Aster menurut dan mulai memotong semangka, dan melon, menata anggur dan kelengkeng kedalam wadah, juga menyiapkan tempat untuk pisang susu.
Gadis itu tidak tahu apa yang ada di pikiran ibunya sehingga belanja sebanyak ini.
Hari ini Laila memasak sayur bening labu oyong, menggoreng tahu, tempe, dan ayam, tak lupa juga dengan kerupuk terasi serta sambal tomat.
"Bu Aster pikir ini tidak akan habis bila kita makan bertiga."
Laila tertawa, "siapa juga yang mau makan bertiga As? Sudahlah mandi lagi sana. Pakai gamis yang ibu letakkan di kasurmu ya. Jangan lupa dandan yang cantik."
Aster menurut saja. Mungkin dengan menurut rasa penasarannya akan hilang.
Setelah selesai mandi, lagi-lagi Aster dibuat tak percaya oleh ibunya.
Untuk apa gamis secantik ini? Tidak salah ibunya menyuruh ia memakai gamis ini?.
Gamis itu berwarna ungu pastel dengan kombinasi tulle dan renda di pinggangnya. Tak lupa Laila juga menyiapkan kerudung persegi dengan warna senada.
Usai bersiap-siap Aster keluar dari kamarnya. Melihat sang ayah mengenakan batik ungu kalem yang serasi dengan gamis ibunya.
Sebenarnya ada apa ini? Aster mulai was-was.
"Kamu sudah siap As?," Tanya Pak Sudiro, ayah Aster.
"Sudah Yah."
"Sabar As, sebentar lagi."
Aster hanya terdiam, tidak mengerti maksud dari perkataan ayahnya.
Tak berselang lama suara deruman mobil terdengar di pekarangan rumah.
"Kamu tunggu sini As, biar ibu sama ayah yang sambut keluar."
Aster mengangguk. Ia duduk dengan perasaan tak menentu.
Setelah tamu itu masuk, mau tidak mau Aster menjatuhkan rahangnya.
Lelaki yang kemarin menanyainya di percetakan kini terlihat semakin tampan dengan batik merah marun yang melekat di tubuhnya.
Namun satu hal yang mengganjal di benak Aster, untuk apa lelaki itu kemari beserta keluarganya?.
Seorang lelaki paruh baya berdehem memecah keheningan.
"Perkenalkan nama saya Ahmad Aziz, ini istri saya Rahayu Kinasih. Disebelahnya ada anak sulung saya, Muhammad Fatih Al-Haddad..."
Ucapan lelaki itu terjeda, lalu menunjuk dua manusia berbeda jenis kelamin yang Aster pikir adalah kakak beradik.
"Mereka anak kedua dan anak bungsu saya, Namanya Fida dan Faris."
Tebakan Aster tidak meleset.
"Ini putri saya. Namanya Aster Helia Nakeshwari," kata ayah memperkenalkanku.
"Cantik. Seperti namanya," kata Bu Rahayu.
Aster tersipu.
"Kedatangan kami kemari ingin mengutarakan niat baik, bahwa saya ingin meminang putri anda Aster untuk putra sulung saya Fatih."
Bagai tersambar petir tubuh Aster menegang kaku. Ia dilamar? Benarkah? Jadi seperti ini rasanya dilamar.
Belum sempat Aster sadar dari keterkejutannya, kini suara Laila kembali membuatnya melotot.
"Iya, saya sudah tahu. Kemarin nak Fatih sudah mengutarakan niat baiknya kepada saya dan suami. Dan Aster pun sudah sangat yakin untuk menerima nak Fatih untuk menjadi suaminya."
Aster mendadak bisu. Kapan Fatih kemari? Kok Aster tidak tahu?. Kapan pula Aster berkata kepada ibunya bahwa ia sudah yakin menerima Fatih menjadi suaminya?.
Aster teringat obrolan dengan sang ibu semalam. Jadi yang dimaksud yakin dengan ibunya itu yakin menikah? Bukan yakin bekerja? Tahu begitu Aster bertanya lebih dulu. Namun kini semuanya percuma, semalam Ibunya sudah begitu mewanti-wanti agar Aster memikirkan keputusannya.
"Sebenarnya Aster..."
"Fatih sudah mengurus semuanya."
Kalimat Aster terhenti oleh Pak Ahmad."Tapi Aster..."
"Jangan khawatir nak, Fatih akan memenuhi kebutuhan kamu lahir dan batin."
Lagi-lagi kalimat Aster terpotong. Namun kali ini oleh Bu Rahayu.
"Ah begini..."
Aster membungkam mulutnya lagi ketika sebuah undangan mendarat mulus di meja ruang tamu.
'FATIH & ASTER'
Sampul undangan itu membuat bulu kuduk Aster meremang. Begitu banyak kejutan di hari ini.
Dengan sigap Aster mengambil undangan itu untuk dibaca.
Dimohon kehadirannya pada pesta pernikahan kami
M. FATIH AL-HADDAD
(Putra Bp. Ahmad Aziz & Ibu Rahayu Kinasih)&
ASTER HELIA NAKESHWARI
(Putri Bp. Sudiro Cokroaminoto & Ibu Laila Srikandi)Akad nikah 22 Februari 2022
Tempat di Jl. Mitrohusodo gang 2 No.58 (Kediaman mempelai wanita)
Aster tercengang. Memutar ingatannya kembali bahwa ia sangat yakin kemarin saat melamar kerja adalah tanggal 17. Tepatnya 17 Februari 2022.
Berarti hari ini adalan tanggal 18 Februari 2022. Otak Aster mulai menghitung.
Rasanya ia ingin pingsan saja. Bayangkan di undangan tertulis tanggal 22 Februari 2022, itu artinya empat hari lagi ia akan melangsungkan akad nikah. Empat hari lagi.
Gadis itu tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia terlalu terkejut dengan hal ini.
Padahal baru kemarin Aster bertemu lelaki itu. Itupun sangat singkat, bahkan tidak ada dua puluh menit. Bisa-bisanya saat ini Aster berstatus calon istrinya Fatih Al-Haddad.
Rasanya mustahil bukan? Tapi itulah faktanya.
Karena merasa sudah cukup mengutarakan maksud dan tujuannya, kini Bu Laila mengajak tamunya untuk makan bersama. Penyatuan dua keluarga.
Pinangan itu diakhiri dengan canda tawa para orang tua dan kemurungan gadis yang sedari tadi tidak ada yang menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Aster [TAMAT]
RomanceJantung Aster berdegup kencang. Perlahan ia berjalan agar tidak menimbulkan suara. Mengendap-endap seperti maling dirumahnya sendiri. Celingak-celinguk memastikan keadaan cukup aman untuknya kabur. Namun, Aaaaaaaaaaaa... Jeritannya menggema. "Sedang...