15.

6.7K 692 7
                                    

Langit meredup, awan senja kian menampakkan keelokannya. Berbondong-bondong manusia menyambut panggilan illahi.

Allahuakbar Allahuakbar, suara adzan menggema. Sebuah keluarga tengah mempersiapkan untuk melakukan sholat berjamaah.

Pak Ahmad, bapak mertua Aster, beliau akan menjadi imam dengan Fatih, Faris, Fida, Bu Rahayu, dan Aster sebagai makmumnya.

Sholat dilakukan dengan begitu khusyuk, dilanjutkan dengan makan bersama. Aster mengambilkan nasi untuk Fatih, begitupun Bu Rahayu yang menyendokkan sayur serta lauk pauk untuk Pak Ahmad.

Meja makan itu tenang, hanya ada sautan sendok dan garpu yang saling beradu.
Usai makan, para wanita bertugas membereskan piring-piring serta mencucinya, sedangkan yang laki-laki berpindah ke ruang keluarga.

Fida lebih dulu menyusul ke ruang keluarga, dilanjut dengan Aster yang mengambil posisi duduk disamping suaminya, dan terakhir Bu Rahayu yang keluar dengan membawa dua toples cemilan.

"Selamat ulang tahun anak Mama, kamu hebat, kamu membanggakan keluarga, kamu contoh yang baik bagi adik-adikmu, untuk selanjutnya jadilah suami yang baik bagi istrimu, dan jadilah ayah yang baik bagi anak-anak mu kelak," Kalimat panjang Bu Rahayu mengawali percakapan mereka.

Fatih tersenyum haru, benar kini tanggungjawab nya bertambah setelah menjadi suami.

"Umurmu semakin berkurang anakku, maka gunakanlah sisa hidupmu untuk terus berbuat kebaikan. Sebarkan agama Allah, tetap nomor satukan Allah, bimbing istrimu menjadi lebih baik, semoga kelak kita bersatu dalam surga-Nya Allah," Pak Ahmad berkata sambil menepuk-nepuk punggung Fatih.

"Selamat ulang tahun Mas Fatih, terimakasih sering beliin Faris jajan. Pokoknya seterusnya juga begitu," semua orang tertawa mendengar ucapan selamat ulang tahun dari Faris untuk Fatih.

"Barakallah fii Umrik suamiku, berkah usiamu, lancar rejekimu, sehat jiwa dan ragamu, terimakasih telah memilihku untuk bersanding dengan pria hebat sepertimu."

Fatih segera mendekap Aster kedalam pelukannya, dikecupnya kening istrinya itu berkali-kali untuk menyalurkan sebuah rasa.

"Selamat ulang tahun Mas Fatih, terimakasih sudah menjadi kakak, guru, dan sahabat yang baik bagi Fida. Rupanya tahun ini akan menjadi ulang tahun yang spesial untuk Mas Fatih."

Fatih tertawa, "Iyalah tahun ini Mas Fatih sudah punya istri."

Fida menggeleng, "Berarti tahun ini bakal jadi lebih spesial Mas, ini ada kado dari Mbak Aster."

Mereka menampakkan raut yang sama, yaitu penasaran.

Fida mengeluarkan benda pipih dari saku gamisnya.

"Lihat, Mbak Aster hamil. Mungkin Mbak Aster lupa meninggalkan testpack ini di meja."

Bu Rahayu dan Pak Ahmad mengucap syukur berkali-kali. Berbeda dengan Aster dan Fatih yang tampak menegang.

Bu Rahayu mengambil testpack itu dari tangan Fida, dua garis berarti positif hamil.

"Tidak, tidak mungkin. Aster yakin tadi hanya satu garis, kenapa jadi dua garis? Kenapa pula ia harus lupa perihal testpack tersebut?," Tanya Aster dalam hati.

Fatih mengendurkan dekapannya, rahangnya mengeras, dan matanya menajam.

"Selamat, kamu bakal jadi ayah. Dan Papa sama Mama bakal jadi Oma, dan Opa," Kata Pak Ahmad.

"Wah, Fida sama Faris bakal jadi om dan tante dong," Kata Fida antusias.

Aster sendiri tidak tau harus bereaksi seperti apa, gadis itu terdiam dan memegangi kepalanya yang tiba-tiba pening kembali.

•••

"Siapa As?."

Aster tersentak mendengar nada dingin dari suara Fatih.

"Siapa ayahnya As," tanya Fatih lagi dengan sorot mata mengintimidasi.

"Jangan nunduk, jawab saya siapa ayahnya?," Suara Fatih sangat datar dengan tatapan mata kian tajam.

Aster mengangkat kepalanya, mata yang bersemburat merah dan basah itu menatap mata sang suami yang didalamnya tidak lagi ada kehangatan.

"Aster nggak hamil Mas."

"Terus ini apa?," Tanya Fatih sambil menyerahkan testpack dengan dua garis ke genggaman Aster.

"Aster eng-enggak tau," kata Aster yang kini sudah sesenggukan.

"Aster beneran enggak hamil Mas," gadis itu berlutut dihadapan Fatih. Ia memegang erat kaki suaminya.

"Bangun As, kamu tidak seharusnya seperti ini." Fatih membangunkan Aster.

"Tapi Mas, Aster beneran belum hamil," Aster sesenggukan, air mata terus bercururan di pipi gadis itu, hidungnya memerah, dan kerudungnya acak-acakan.

"Ini ada buktinya As, Mama bilang cuma kamu yang tadi mencoba mengetes kehamilan dengan alat yang kamu genggam itu."

"Perempuan di rumah itu bukan cuma Aster Mas."

"Terus kamu mau bilang kalau Mama hamil lagi gitu? Bagaimana caranya As? Mama sudah menopause, atau kamu menuduh Fida yang hamil? Yang benar saja kamu. Fida tidak mungkin seperti itu."

"Kalau Mas Fatih nggak percaya sama Aster, kenapa Mas Fatih memperistri Aster? Kenapa Mas Fatih melakukan pernikahan yang serba mendadak? Kenapa Mas? Kenapa sebegitu nggak percayanya Mas Fatih sama Aster?."

"Karena saya terpaksa."

Bagaikan tersambar petir, kalimat yang dilontarkan Fatih itu membuat hati Aster hangus, persendiannya lunglai, gadis itu tidak kuat menopang tubuhnya. Ia terduduk dilantai dengan tangis tergugu.

Aster salah bermain hati, ia kalah dengan Fatih. Rupanya gadis itu terlebih dulu mencintai suaminya.

Fatih tidak lagi membantu Aster untuk berdiri, lelaki itu naik ke ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada.

Aster bangkit, seperti orang kerasukan ia melepas kerudungnya asal, mencopot gamisnya begitu saja, menyisakan dalaman yang kontras dengan kulit tubuhnya.

"Ayo Mas buktikan, Mas Fatih berhak membuktikannya, Aster nggak hamil, Aster masih perawan. Ayo kita buktikan Mas, lagipula cuma Mas Fatih lelaki yang berhak atas tubuh Aster."

Fatih menggeram, tubuh Aster begitu menggoda. Ia takut lepas kendali, namun egonya menyuruh untuk tetap diam.

Aster menyerah, gadis itu akhirnya ikut masuk kedalam selimut. Ia memeluk suaminya yang tengah membelakanginya.

"Aster nggak mungkin mengkhianati pernikahan Aster Mas, andai Mas Fatih mau mempercayai Aster."

Mrs. Aster [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang