10.

7.4K 798 2
                                    

"Muhammad, sesuai nama Rasulullah SAW. Papa dan Mama berharap akhlak saya sesuai dengan akhlak Nabi Muhammad. Tindak tanduk, tutur kata, tingkah laku beliau memang patut untuk dijadikan panutan. Ustawun khasanah, suri tauladan yang baik."

"Fatih. Seperti kisah yang saya ceritakan tadi, Fatih artinya penakluk. Sedangkan Haddad artinya pandai besi,  bisa juga diartikan sebagai lautan. Papa lebih merujuk kepada 'lautan' karena dulu Papa bercita-cita menjadi nahkoda tapi tidak kesampaian."

"Muhammad Fatih Al-Haddad, penakluk lautan yang berkepribadian seperti Rasulullah."

Aster mengangguk paham, rasa penasarannya sudah hilang.

Entah pukul berapa saat ini, gadis itu tiba-tiba memejamkan matanya menejelajahi dunia mimpi.

•••

Pagi hari yang cerah, tapi tidak secerah raut wajah gadis berusia delapan belas tahun yang kini sedang berdiam diri memantapkan hatinya untuk mengetuk pintu rumah ibu mertuanya.

Lihatlah itu, kantung matanya membesar dan terlihat hitam. Ekspresinya kuyu, dan sayu.

Mengucap basmallah berulang kali, akhirnya tangan gadis itu mengetuk daun pintu.

Tuk tuk tuk

"Assalamualaikum warahmatullah."

Tak berselang lama pintu itu terbuka, menampilkan sosok adik ipar yang usianya dua tahun lebih tua dari dirinya.

"Waalaikumussalam warahmatullah Mbak Aster."

Aster tersenyum kikuk ketika Arrafida Maharani, alias Fida mencium punggung tangannya takzim.

"Mari masuk mbak," kata Fida mempersilahkan Aster masuk.

Aster mengikuti gadis itu kemudian meletakkan rantang yang dibawanya di sebuah meja.

"Sendirian mbak? Naik apa kemari?," Tanya Fida berbasa-basi.

"Naik ojek online Fid, oh iya itu rantang isinya ayam ungkep."

Fida berlalu dari hadapan Aster, menuju dapur sepertinya.

Aster pun cuma duduk diam di ruang tamu karena bingung harus melakukan apa.

Fida keluar lagi menghampiri Aster. Namun kali ini gadis itu tidak sendiri, ia ditemani Mama Rahayu, ibu mertua Aster.

Dengan sigap Aster berdiri menyambut mertuanya, mencium punggung tangan wanita seumuran ibunya itu dengan takzim.

"Sendirian As,?" Tanya Bu Rahayu.

"Iya Ma, Aster sendiri."

Beliau mempersilahkan Aster duduk lagi.

"Santai saja As, anggap saja rumah sendiri. Kamar Fatih disamping kamar Faris, sebelah kanan ruangan ini."

Ini memang kali pertama Aster berkunjung ke rumah mertuanya, karena memang pernikahannya dan Fatih serba mendadak.

Hari pertama sampai ketiga, Fatih dan Aster bermalam dirumah orang tua Aster. Hari selanjutnya mereka pindah ke rumah yang disiapkan oleh Fatih. Rumah mereka.

Dan genap sepuluh hari menikah, barulah Aster bisa menyambangi rumah mertuanya.

"Kamu kecapekan ya As," tanya Bu Rahayu pada Aster. Sedangkan Fida hanya menjadi pendengar setia obrolan antar ibunya dengan kakak iparnya.

"Ah enggak kok Ma, Aster cuma nggak bisa tidur tadi malam," Kata Aster berterus-terang.

"Alhamdulillah, Mama bisa cepat punya cucu As," Bu Rahayu terkekeh.

Sedangkan Aster terlihat kebingungan oleh kalimat yang dilontarkan ibu mertuanya.

Fida pun ikut terkekeh, "Jangan gitu Ma, itu biar jadi rahasia Mbak Aster sama Mas Fatih."

Aster yang semakin tidak paham pun ikut-ikutan terkekeh dan menundukkan wajahnya.

"Jangan sungkan main kesini ya As, biar Mama ada temannya ngobrol kalau Fida lagi kuliah. Kalau Faris sih lebih senang main sama temannya daripada sama Mama-nya."

"Insyaallah ya Ma," kata Aster sopan.

"Oh iya, Mbak Aster nggak kepingin buat kuliah apa?," Tanya Fida penasaran.

"Kejar cita-cita kamu selagi bisa As, jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari. Mama ngomong gini ke kamu karena kamu juga anak Mama. Menjadi istri tidak harus merelakan cita-citamu, selagi itu cita-cita yang baik pasti kami semua akan mendukungmu. Jangan merasa terkekang As," Kata Bu Rahayu panjang lebar menasehati Aster.

"Iya Fid, Ma. Kemarin Mas Fatih juga sudah nawarin, tapi Aster tolak."

Dua wanita berbeda generasi yang duduk bersama Asted itu sontak menoleh, "Kenapa memangnya?" Tanya mereka bersamaan.

"Aster masih butuh penyesuaian Ma, soalnya nanti keteteran antara tugas kuliah sama kewajiban di rumah. Otak Aster juga nggak mendukung Ma," Kata Aster berterus terang.

Fida dan Bu Rahayu terkekeh, "Kamu itu cerdas As, Mama yakin itu. Soalnya kemarin surat lamaran pekerjaan yang kamu tinggalkan di percetakannya Wildan, dibawa pulang sama Fatih."

Aster membulatkan bola matanya, ia terkejut mendengar penuturan Bu Rahayu.

"Kami sekeluarga membaca data diri kamu beserta SKL yang kamu lampirkan didalamnya. Nilai kamu fantastis As, sembilan semua."

Aster tertawa, "itu keberuntungan Ma."

"Fida juga percaya kalau Mbak Aster pintar, malah lebih pintar dari Fida."

"Bisa aja kamu Fid."

"Mbak Aster beneran nggak mau kuliah?," Tanya Fida sekali lagi untuk memastikan.

"Enggak ah Fid."

Puas berbincang dengan ibu mertua dan adik iparnya, kini Aster tengah bersiap diri untuk memasuki kamar suaminya.

Cklek, pintu terbuka.

Aster disuguhi warna abu muda yang di-gradasikan dengan biru dongker.

Melangkah masuk perlahan, gadis itu tercengang tatkala melihat foto pernikahannya terpajang gagah di dinding sebelah kanan.

Entah kapan suaminya itu kemari, atau mungkin ibu mertuanya lah yang memajang, Aster juga tidak tahu.

Pandangan Aster beralih menuju lemari kusen empat pintu.

Ini tak apa kan bila dibuka? Ah sudahlah buka saja, lagian Aster kan istrinya Fatih, jadi ya tidak apa-apa.

Gamis warna-warni memanjakan netra Aster. Gamis itu sudah dilengkapi dengan kerudung beewarna senada. Lalu di sebelahnya lagi ada berbagai macam koleksi tas jinjing, dan sling bag.

Lagi-lagi Aster terkejut ketika melihat dalaman wanita yang cukup lengkap.

Ia mengambil satu, melihat ukuran yang tertera. Rupaya ini ukuran milik Aster.

Benarkah ini semua untuk Aster? Bukan untuk calon istri Fatih yang sebelumnya?.

Astaghfirullah, Tidak seharusnya Aster berburuk sangka.

Mrs. Aster [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang