Officially Missing You

799 131 15
                                    

"Tiara, jangan buat keributan di rumah orang!"

Deg!

Hati ku terasa tersambar petir, kepala ku seperti di hantam oleh batu yang sangat besar. Sakit.

Apalagi setelah aku melihat senyum penuh kemenangan yang terukir sadis di wajah cantik Mahalini. Sudah habis dunia ku rasanya. Orang yang sedang aku debatin malah membela lawan debat ku saat ini? Rasa nya aku ingin menceburkan tubuhku ke kolam renang saja!

"ayo kita pulang. Lin, kita pulang dulu ya? Makasih untuk semuanya" pamit Nuca pada Mahalini.

Nuca menarik tanganku keluar rumah Mahalini. Sampai di samping motornya baru dia melepaskan tanganku.

Dalam diam Nuca menyerahkan helm kepada ku setelah dia memakai helmnya. Aku pun menerima helm tersebut dalam diam.

Aku hanya mematung di samping motor Nuca. Rasanya ingin pulang sendiri saja daripada pulang dengan seseorang yang mendiamkanku saat ini.

"Ra, naik" kata Nuca dingin setelah dia menyadari tak ada pergerakan sama sekali dariku.

Aku hanya menunduk, tak berani menatap Nuca saat ini. Dua kata yang keluar dari mulut Nuca barusan sungguh membuatku tak mengenali Nuca lagi. Dia seperti orang asing, benar-benar tidak aku temukan Nuca yang manis dan lembut. Yang barusan adalah Nuca yang lain, yang belum pernah aku temui sebelumnya. Dan itu membuat ku takut.

Nuca menghela napas panjang, setelah itu berkata dalam satu tarikan napas yang pendek dan suara yang berat, "Tiara, naik atau aku paksa naik?!"

Aku menurut, mengikuti perintah Nuca. Menaiki motor Nuca dengan air mata yang menggenang di kelopak mata dan siap untuk jatuh.

Hati ku bergemuruh, ingin memaki Nuca atas segala yang dia lakukan hari ini. Dia telah membentak ku di hadapan Mahalini, telah bersikap dingin padaku, dan telah mendiamkan aku yang khawatir setengah mati karena dia pergi dari rumah. Selama kenal dengan Nuca, ini lah rasa yang paling kompleks yang pernah aku rasakan kepadanya.

Tapi sekali lagi, aku hanya diam.

Pikiran dan hati ku melayang bersamaan dengan air mata ku yang terus mengalir walau berusaha aku bendung. Sampai tak terasa kalau motor Nuca sudah berhenti di depan gerbang kos.

Hanya diam yang menyelimuti kami. Beberapa menit berlalu, Nuca membuka suara setelah menghela napas berat.

"Ra, maafin aku. Aku nggak ada niatan bentak kamu tadi."

Aku diam, menyembunyikan wajah sembab ku pada Nuca.

"Ra, aku lagi ingin sendiri. Ingin menenangkan pikiranku yang sedang mumet ini."

Aku masih diam. Apa maksud mu sedang ingin sendiri adalah bersama Mahalini, Nuc?!

"besok kalau aku sudah bisa menerima semua aku janji bakal cerita ke kamu, semuanya, tanpa ada yang aku tutup-tutupi. Tapi sekarang aku ingin sendiri dulu. Aku belum akan pulang ke rumah, aku mau ke tempat temen ku aja, bukan Mahalini kok. Nggak usah khawatir ya?"

Nuca mengelus rambut ku lembut. Aku memejamkan mata, menormalkan hati ku dulu. Ada ego yang harus aku sisihkan saat ini, yaitu perasaanku.

"tapi mama kamu nyariin, Nuc. Apapun masalah mu jangan lari please, semua bisa diselesaikan." suara ku sedikit bergetar.

Tidak ada jawaban dari Nuca. Yang dia berikan hanya senyuman yang entah apa maknanya.

Walaupun sikap dingin Nuca yang tadi telah hilang, tapi aku masih belum bisa merasakan hangatnya hati Nuca. Sinar rembulan yang menyorot ke tubuhku bercampur dengan sorot mata Nuca yang menggambarkan sesuatu, entah itu marah, kecewa atau sedih, belum terlalu jelas.

MelodiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang