PROLOG

2.2K 99 3
                                    

Sahhh!!!

Satu kata penuh makna itu masih terus terngiang dikepala Muara. Dia juga tak mengerti, padahal kata itu sudah terucap lantang sejak sepuluh jam yang lalu tapi masih saja terasa nyata terngiang dikepalanya. Muara memilih merebahkan tubuh lelahnya pada kasur kapuk yang sudah menemani tidurnya selama 18 tahun ini.

"Mimpi apa gue bisa nikah sama dosen." Lirih Muara. Dia memejamkan mata saat hembusan angin dari kipas yang terpaku diplafon kamarnya mulai membuainya.

Ceklek...

Muara membuka mata. Menemukan laki-laki yang hanya memakai setelan santai yang kini berstatus suaminya melangkah pelan mendekatinya sebelum turut berbaring disebelahnya. Hanya berbaring, tanpa melakukan apapun termasuk bersuara dan bergerak.

"Mama Bapak sudah tidur?" Akhirnya Muara membuka suara. Diam selama sepuluh menit ternyata bukan gayanya.

Juanda menolehkan kepalanya. Menemukan matanya pada mata hitam milik wanita cantik yang kini sudah berstatus istrinya. "Sudah." Sahutnya pelan. "Gara-gara Mama Ayah jadi harus tidur diruang tv."

"Ayah udah biasa tidur ditonton tv, Pak. Santai aja." Sahut Muara sedikit terkekeh. Tak ada rasa canggung yang menguasainya, karena dia tau, Juanda belum berani menyentuhnya. Untuk sekarang, entah jika nanti.

"Maaf mendadak."

Muara mengerjapkan matanya. Juanda tadi minta maaf? "Kenapa? Tiga bulan waktu yang lama kok."

"Kamu baru berusia delapan belas tahun. Maaf saya terlalu memaksa."

"Ohh. Kalo masalah itu saya tau itu salah bapak." Sahut Muara santai.

"Maaf saya tidak bisa menunggu." Lanjut Juanda lagi. Dia benar-benar merasa menyesal sudah merenggut masa depan seorang wanita berangan tinggi seperti Muara.

Muara menghela napas pelan. Masalah usia dan masa depan memang rumit. "Sudah terlanjur Pak. Lagian bapak gak mungkin cerein saya, kan?" Juanda menggeleng spontan. Muara melanjutkan. "Saya cuma heran. Apa alasan bapak nikahin saya. Selain karena saya cantik, apa ada alasan lain?"

Percayalah, Muara tak ingin mendengar kalimat sepanjang apapun dari Juanda. Dia hanya ingin mendengar kata 'karena cinta.' terucap dari bibir merah Juanda. Tapi harapannya pupus, bersamaan dengan dua kata yang diucapkan Juanda.

"Tidak ada."

Muara tersenyum tipis, berusaha mengenyahkan nyeri yang tiba-tiba hinggap dihatinya.

Padahal dia baru bertemu Juanda disemester ini, padahal dia baru mengenal Juanda dengan baik tiga bulan ini, padahal dia baru sekali melihat senyum Juanda. Tapi kenapa dia bisa langsung jatuh cinta kepada Juanda? Kenapa dia harus merasakan cinta jika Juanda tak balas mencintainya? Kenapa Juanda menikahinya jika tak mencintainya?

Muara memutar posisi tubuhnya membelakangi Juanda yang masih menatap lurus pada plafon kayu diatas mereka. "Saya ngantuk. Selamat tidur, Pak." Ucapnya pelan selagi ibu jarinya mengusap sudut matanya yang berair.

Dan lagi, mengapa rasanya semenyakitkan ini?

☆☆☆

Haiii.... selamat datang didunia Muaraaaa:)

Karena berhubung aku lagi luang dan draft ini juga udah lama, jadi yaudah, aku revisi dan update deh😉
Btw, Anyelir bakal aku selesein kokkk, cerita ini juga bakal aku up terus, doain lancar yahh❤

Update chapter satu, jangan?

Jangan lupa vote dan komennn

-yessasaputri

Dunia MuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang