#23

17 6 0
                                    

H a p p y  R e a d i n g 💓

°°°°

...

2 minggu setelah Diat pergi hari-hari kami jadi sepi. Aku dan Mungga jadi jarang jalan keluar malam, atau pun jalan setelah pulang sekolah.

Sekarang aku masih tersungkur di atas kasurku. Dan Mungga masih setia di samping dan menungguku.

“Ra, udah beres-beresnya? Bentar lagi jam 8 nih, pesawatnya udah mau berangkat.”

“Yah, sabar dong Mung. Gue sesenang ini mau ketemu Diat. Bentar yah.”

Yah, kami sekarang sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Melbourne seperti janji mamanya Diat waktu itu. Dan hari ini Diat akan melakukan operasi besar, dan katanya Diat menunggu keberadaan kami. Aku berangkat hanya berdua dengan Mungga. Siapa lagi di antara kami yang akan ikut. Nana, Indy dan Asya tidak mungkin, kami jarang bertemu.

...

Di dalam mobil perjalanan menuju bandara, tidak ada percakapan sama sekali. Kami berdua membungkam, begitu pun pak sopir dan radionya yang tidak dinyalakan.

Tidak perlu waktu lama, kami pun sampai di bandara dengan tepat waktu.

...

Perjalanan dari Indonesia ke Melbourne cukup panjang dan melelahkan. Namun, kami masih tetap sama tujuan kami. Yah, ke rumah sakit sekarang.

15 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di depan rumah sakit yang sangat besar dan tidak asing bagiku. Tanpa berpikir panjang, aku dengan Mungga lalu menuju kamar inap Diat yang sebelumnya sudah diinstruksikan oleh mamanya Diat.

Di balik pintu aku sudah bisa melihat Diat dengan banyak alat yang terpasang di tubuhnya. Aku sekarang seperti tidak melihat sahabatku yang selalu ceria setiap saat.

“Ra, lo jangan nangis. Lo ga boleh nangis depan Diat yah, hapus tuh cepet.” Mungga yang sadar akan keadaanku saat ini buru-buru memperingatkanku agar tidak terlihat mengasihani Diat.

Aku tersenyum, lalu kemudian melangkahkan kaki menuju brankar tempat tidur Diat. Diat yang terbaring kaku hanya melirik sedikit ke arahku dengan Mungga.

“Eh, sudah datang, anak cantik dan anak cakep tante. Nih, Yat mereka udah dateng loh sesuai dengan permintaan kamu.”

Aku tidak menggubris perkataan tante dan hanya memeluknya sebentar lalu kembali memperhatikan Diat.

“Nak, tante keluar sebentar yah. Kalian bertiga aja dulu.” Ucap mamanya Diat kemudian berjalan meninggali kami bertiga di dalam kamar yang membekap sahabatku ini.
Aku kemudian berjalan menuju samping Diat.

“Hai Diat, halo sahabat gue yang bodoh pake banget. Ngapain sih baring disitu lama-lama, nyaman emang lo? Gimana operasinya, berjalan lancar kan Yat?”

Diat hanya tersenyum ke arahku tanpa membuka percakapan sedikit pun. Begitu pun Mungga yang masih tidak tahan melihat keadaan sahabat kita ini.

“Ngapain lo senyam-senyum Yat, jelek banget. Cepetan sembuh, terus kembali ke Indonesia terus malem-malem lo ngajakin gue sama Mungga ke cafe. Titik. Gue ga terima penolakan yah Yat.”

No One Knows (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang