• 8 •

2.7K 406 45
                                    

Doyoung akhirnya sampai di rumahnya, dengan menaiki bus sekali, kemudian bermodalkan sedikit berlari menuju rumahnya. Jangan tanyakan bagaimana deru nafasnya sekarang, tentu saja sudah terdengar berantakan, tapi siapa peduli? Bahkan pemilik deru nafas itu tak ingin peduli.

“Aku tidak boleh terlambat! Tangan ini untukku bekerja, tidak mungkin jika patah begitu saja.”

Ceklek!

Tak!

“Ergh....” Doyoung meringis, baru saja satu langkah kakinya masuk ke rumah, sebuah tongkat golf ayahnya sudah mendarat dengan cepat dan keras, membuatnya kini jatuh bersimpuh dengan kepalanya yang sudah mengalirkan darah.

Chanyeol tersenyum sinis, “baiklah, kau memang tidak terlambat, tapi kesalahanmu itu tidak akan bisa kumaafkan!”

Tak!

Tak!

“Memangnya sejak kapan ayah bisa memaafkanku? Bahkan kesalahan yang tidak pernah kulakukan tidak pernah bisa ayah maafkan! Bunuh aku yah! Bunuh aku sekarang!”

Tak!

Tak!

Tak!

Habis sudah tubuh Doyoung kala itu, kepala dan wajahnya sudah dipenuhi darah dan lecet. Belum lagi ditambah nyeri yang kini terasa di sekitar punggungnya. Memang, Chanyeol hanya memakai satu alat, namun cukup membuat Doyoung tidak lagi memiliki tenaga.

Doyoung terbaring meringkuk di lantai, menahan setiap rasa sakit yang baru saja diciptakan ayahnya sendiri. Doyoung memang takut pada kematian, tapi kalau sudah semua rasa sakit menyiksanya bukankah lebih baik memilih untuk mati ketimbang harus menyiksa diri lebih lama?

“Berdiri!”

Entah pura-pura tuli atau memang kepalanya yang pening membuat terlalu sulit untuk menangkap suara sang Ayah. Doyoung hanya terus meringkuk dengan tubuh yang bergetar, sulit baginya untuk merespon sang Ayah, sesak juga ikut membelenggu dadanya.

“Berdiri kataku!” Chanyeol menarik kasar tubuh Doyoung yang terbaring di lantai itu, memaksa kedua kaki Doyoung yang sudah lemah dan penuh lecet itu untuk dibawa berjalan dengan cepat.

Chanyeol sampai di kamar mandi, di sanalah pria itu melemparkan tubuh Doyoung dengan kasar ke dinding kamar mandi. Tubuh Doyoung meluruh, bersandar sepenuhnya pada dinding, tidak ada lagi sisa kekuatan untuknya bisa merespon atau menolak.

Srash!

Perlahan, air dari shower itu membasahi tubuh Doyoung, dingin langsung merengsek menambah penyiksaan yang diberikan Doyoung hari ini, tapi malah menciptakan senyuman sinis di wajah Chanyeol, bagaikan sebuah kesenangan semata melihat Doyoung dalam keadaan menderita.

“Ini hukuman untuk pencuri sepertimu! Membuat malu! Anak cacat! Bajingan!”

Chanyeol keluar dari kamar mandi, dan tidak lupa juga pria itu untuk mengunci pintu kamar mandi, meninggalkan Doyoung di dalam sana dalam keadaan terluka dan menderita. Pria itu masih berpikir, bahwa Doyoung bukanlah anak yang bisa ia banggakan, bukanmah anak yang bisa ia pamerkan, karena semenjak Doyoung dilahirkan Chanyeol tak pernah sudi memilikinya.

Doyoung masih di dalam kamar mandi, dengan penglihatan yang samar, kacamatanya telah hancur sejak pukulan pertama ayahnya, dadanya bagai dicengkram kuat oleh sebuah tangan besar hingga ia tidak bisa menarik nafasnya dengan baik.

Doyoung merasakan dingin semakin merajai tubuhnya, ia memang sedikit berterima kasih pada ayahnya karena sempat mematikan shower-nya, sebelum keluar dan menguncinya di dalam kamar mandi dengan keadaan basah kuyup dan tubuh penuh luka.

My Fate •• Kim Doyoung [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang