13. Curhat Dong, Na!

3.5K 525 34
                                    

"Papa kenapa bahas ini lagi, sih? Bang Jefry aja ngambil kedokteran juga. Lagian udah terlanjur."

Dores menurunkan korannya dan menatap anak semata wayangnya yang masih berdiri dengan ransel tersampir di bahu. Pulang-pulang dari kampus langsung kena omelan bapak negara kan sedap.

"Kamu masih bisa pindah jurusan."

Jeno menghela napasnya pelan, mungkin hampir berbarengan dengan mamamnya yang sedari tadi menahan napas mendengar perdebatan dua lelaki beda generasi itu dari dapur.

"Gajih dokter juga lumayan besar, kok, pa. Atau kalau papa mau angkat anak yang bisa nerusin ambisi papa aku ikhlas aja."

Setelah mengatakan itu ia memilih meninggalkan ruang tamu. Karena menurut pengalamannya, jika terus berlanjut maka emosi mereka berdua tersulut lebih jauh hingga Dores bisa saja main tangan.

"Apa ini karena teman spesial kamu waktu SMP yang mati karena kanker itu?"

Langkah Jeno terhenti. Ia berbalik dengan mata yang menatap Dores tajam. Papanya ikut berdiri dan menyilangkan tangannya.

"Karena saking cintanya sama dia kamu bersikeras jadi dokter buat nyembuhin orang-orang yang seperti dia, kan? Apa karena dia juga kamu jadi homo dan gak suka cewek lain lagi, iya begitu?"

"Papa bisa diem gak?"

Kaki panjang Jeno melangkah lagi untuk menuruni tangga. Tifa yang menyadari situasi yang mulai memburuk keluar dari dapur dan melerai mereka walau kemudian ia tebak Dores akan menceramahinya panjang lebar.

***

'Nana kalau gak sibuk bisa temenin Jerry di rumah? Tante sama Om mau ke luar kota. Tadi Jerry sempat emosi soalnya habis berantem sama papanya.'

Ini pesan pertama dari tante Tifa sejak terakhir kali mama Jerry  itu minta nomornya, tepatnya waktu di mobil saat pulang acara syukuran. Omong-omong isi pesan tante Tifa, Nana agak bimbang. Jerry kalau lagi emosi galak nggak, ya?

Nana yang semula berbaring kini terduduk saat pikiran negatif terlintas. Gimana kalau Jerry bunuh diri?

Kalau orang itu betulan bunuh diri maka Nana akan merasa bersalah karena harusnya dia bisa ngegagalin rencana Jerry. Apalagi Jerry pernah bilang kalau dia pernah mau habisin nyawanya sendiri.

Yasudah, deh. Nana nekat aja.

"Kak Mark. Nana disuruh tante Tifa nemenin Jerry."

"Jerry kenapa? Sakit?" Mark yang baru masuk ke kamar Nana buat minjam spidol itu duduk di kursi Nana yang buat main game.

"Iya kayaknya." Iya, sakit mental mungkin.

"Yaudah. Naik gojek aja."

Mark berujar santai sambil main game pakai laptop adiknya itu sedangkan Nana berjalan gontai untuk berganti baju. Untungnya hari ini jam kuliah selesai pukul 12. Jadi Nana sudah cukup waktu berleha-lehanya di kasur.

***

"Makasih, mba."

Nana sudah sampai di depan rumah Jerry. Thanks to mba gojek yang dengan sabarnya mau aja pas Nana sempat mampir-mampir di jalan buat beli thai tea sama kebab dua. Tangan Nana yang kosong dari makanan dan minum memencet bel rumah Jerry. Di pencetan ke 12, baru gagang pintunya bergerak dan pintu mulai terbuka.

Wajah Jerry terlihat kacau dengan rambutnya juga berantakan. Entah karena apa Nana bahkan beranggapan kalau Jerry terganggu dengan kehadirannya.

"Tante Tifa nyuruh Nana ke sini." Nana berujar takut-takut, kepalanya menunduk namun matanya sesekali melirik ke arah Jerry.

Ganteng Tapi Belok | Nomin GS ✓Where stories live. Discover now