Chapter. 1

37.7K 3K 180
                                    

Ch. 1

°

Baru-baru ini Proda semakin giat untuk menceritakan pengalamannya selama di sekolah normal. Berbagai rasa dia ceritakan. Kepada Karyna yang memang selalu ada di rumah, dan pada Dave yang biasanya membacakan cerita sebelum Proda tidur. Meski waktu ceritanya selalu diiringi dengan tingkah adiknya yang suka sekali sok tahu, tapi Proda tetap suka berbagi ketika ada Umay di sana.

"Ma, kepalaku sakit." Kata Proda.

Anak itu belum sepenuhnya bisa memakai kruk untuk membawa tubuhnya sendiri. Terapi jalan masih terus dilakukan. Bahkan Dave juga mencarikan kaki palsu yang bukan lagi mahal, tapi luar biasa mahal untuk anak itu. Namun, hingga sejauh ini Proda masih setia memakai kursi rodanya.

Karyna yang mendengar keluhan putranya berusaha menekan rasa panik supaya Proda juga tidak terbawa. Tenang adalah cara Karyna mendidik anak-anaknya.

"Sakit dari kapan, Kak?" tanya perempuan itu seraya mendekati sang anak.

"Tadi, di sekolah. Waktu pelajaran matematika."

Karyna mengerutkan dahinya. Kepanikannya bercampur dengan kebingungan.

"Maksudnya, Kak?"

"Iya, tadi kepalaku sakit waktu belajar matematika." Jelas Proda mengulang ucapannya.

"Iya, mama tahu itu. Yang mama mau tahu, sakit yang gimana? Sakit beneran atau kamu nggak suka pelajarannya makanya sakit kepala buat mikir?"

"Iya, itu, Ma."

"Gimana, Kak? Kalo jelasin ke mama harus jelas. Jangan 'iya gitu' aja. Mama, kan udah bilang ke kamu. Kalo ngomong atau cerita itu harus jelas."

Kalau begini, kan, Karyna menjadi mengeluarkan jurus tegasnya.

"Pokoknya sakit aja, Ma. Pusingnya pas pelajaran matematika."

"Iya—"

Baru saja Karyna ingin meminta penjelasan lebih lanjut, tapi seruan Umay sudah lebih dulu terdengar dari halaman belakang.

"Kakak Odaaaaaaaaaa!"

Karyna hanya bisa menggelengkan kepala begitu melihat putra keduanya sudah cemong dengan tanah dan memegang plastik berisi cacing di tangannya. Itu bukan kebiasaan baru. Melainkan kebiasaan unik anaknya.

"Umay, inget mami bilangin apa?" tegas Karyna langsung begitu putra keduanya ingin berlari menginjak lantai kayu bagian dalam rumah mereka.

"Oiyaaa... hehehe. Mami cono, deh!"

"Nggak! Kamu kebiasaan, ya, Umay. Kalo mami omelin malah nyuruh mami pergi. Pokoknya mami nggak mau kemana-mana sebelum kamu cuci kaki!"

Anak itu memajukan mulutnya. Tidak akan berhenti mendebat sang mami. Persis seperti Dave yang selalu suka mendebatnya.

"Mami uga cuka kotolan! Kemayin mami kotol main bunga-bungaan. Telus macuk lumah, injek-injek lantainya!" balas Umay dengan bibir mengerucut, tak terima dengan omelan maminya.

Karyna langsung menaruh kedua tangannya di pinggang, mendengus keras supaya putra keduanya itu mendengar kata-katanya yang tegas.

"Umay, denger. Mami berkebun ngurusin bunga itu bukan main! Mami rawat bunganya biar nggak mati. Mami juga pake sepatu waktu berkebun, nggak asal injek lantai dengan kaki kotor. Jadi, mami nggak main kotor-kotoran kayak Umay sekarang. Paham?"

Putra Karyna yang satu itu masih diam dan memandang Karyna dengan sengit. Bibirnya tak berubah sedikitpun. Masih mengerucut kesal.

"Kenapa masih berdiri lihatin mami? Cuci kakinya sekarang, Umay!"

"Aku cuci kaki tapi ulel aku boyeh injek lantai, ya?" tawar anak itu meminta kesepakatan.

"Mana ada uler injek lantai, Umay! Ya, ampun dasar anaknya Dave!" kesal Karyna.

"Mami ndak oyeh panggil papi nama! Mami ndak copan!" Kembali Umay membalikkan pernyataan teguran pada Karyna.

"Oke, oke. Mami minta maaf udah nggak sopan. Sekarang..." Karyna mendesah napas guna mengurangi rasa gemasnya. "... sekarang Umay cuci kakinya, tapi balikin ulernya ke tanah. Kasihan kalo dimainin, dia juga butuh hidup, Sayang."

Tidak membalas kembali, anak itu menuruti maminya karena Karyna yang menggunakan nada lembut ketika bicara. Apalagi ditambah dengan panggilan sayang, anak itu akan pandai sekali bertingkah jika dimanja dan diberi kalimat penuh kasih sayang. Persis bapaknya!

"Mama kenapa marah terus sama adek, Ma?" tanya Proda yang dari tadi melihat kelakuan mama dan adiknya saja.

Sudah terbiasa dengan perdebatan antara Karyna dan Zeugma. Di rumah tidak akan ramai jika tidak ada salah satu dari keduanya. Itu sebabnya Proda tak masalah dengan perdebatan mami dan anaknya.

"Nggak tahu. Dia ngeselin banget, kayak ayahmu waktu jadi bosnya mama."

Proda tertawa. "Berarti bener kata ayah, ya, Ma?"

"Apa katanya emang?"

"Kata ayah, waktu cerita sama aku, Umay itu 'bos' di rumah sekarang. Soalnya kalo nggak diturutin ngomong terus kayak bos di kantor."

Karyna membelalak. "Ayah kamu bilang gitu?"

"Iya, Ma."

"Kalo dia cerita gitu lagi, kamu bilangin ke ayahmu. 'Ayah juga gitu waktu dulu jadi bos ke mama' soalnya dia suka ngoceh terus kalo nggak diturutin."

Proda tertawa lagi. Lalu tak lama si kecil memasuki rumah dengan kaki yang basah tanpa mengeringkannya lebih dulu.

"Ya ampuuuuuunnnnnnn!"

Sesi perdebatan selanjutnya siap dimulai.

He Wants Me Extra ( II ) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang