Chapter. 18

13.6K 2.4K 147
                                    

Ch. 18

°

Sejauh acara ulang tahun berlangsung, tidak ada halangan dari pihak manapun lagi. Duta tidak datang, dan Dave juga yang lainnya sepakat tidak meneruskan hubungan baik karena sikap pria tua itu sendiri. Jika dibandingkan dengan banyak hal, mengingat Duta adalah orangtua Dave, memang rasanya sangat tak etis membuat hubungan menjadi rumit. Namun, Duta bisa saja merusak segalanya saat semua tengah berbahagia merayakan ulang tahun Umay. Yang disinggung pasti mengenai Proda lagi, tapi efeknya bisa menyambung pada Umay.

Membuat Dave dan Karyna tak habis pikir karena bagaimana bisa seorang kakek begitu membedakan perlakuannya pada sang cucu. Bagaimanapun juga Proda adalah cucu pria itu. Terlepas Proda adalah hasil yang tidak diinginkan atau tidak, terlepas Proda bukan anak kandung Dave. Secara garis keturunan anak itu jelas memiliki darah Duta juga.

"Kamu udah ditanyain Umay belum?" tanya Karyna pada suaminya.

Dave menggelengkan kepala. "Tanya apa? Kamu bisikkin dia apa emangnya?"

"Nggak ada. Tapi tadi pagi dia hampir bikin kehebohan."

Percakapan itu terjadi dalam bentuk bisikkan. Maka anak mereka yang merasa tak diperhatikan menoleh ke belakang dan menggandeng keduanya agar lebih merapat. Proda sendiri sudah duduk di kursinya bersama Umay di depan kue yang sudah ditata di meja yang tidak begitu tinggi supaya kakak beradik itu bisa meniup lilin bersama.

"Kenapa, May?" tanya Dave.

"Lilinnya dah matik, Pi." Adu anak itu kepada Dave.

Acara bernyanyi bersama sudah selesai, anak-anak juga menikmati hidangan yang dibagikan di kursi masing-masing bersama orangtua mereka. Kue yang didekor dengan ornamen kura-kura ninja itu sengaja tidak dipotong dan dibagikan, melainkan kue lainnya yang sudah disiapkan. Jika sampai kura-kura ninja milik Umay dipotong... bisa mengamuk tujuh hari tujuh malam anak itu.  Jadi, Karyna maupun Dave tidak heran jika Umay mengadu soal lilin yang mati karena sudah ditiup sebelumnya.

"Mau tiup lilinnya lagi?" Dave memastikan tebakannya.

"Hu'um!" Umay mengangguk cepat sekali.

Semangatnya kembali naik karena ingin meniup kencang-kencang lilin ulang tahunnya yang berbentuk angka 4.

"Kakak mau tiup lilinnya lagi?" Dave menawarkan kepada Proda.

"Nggak, Yah. Aku laper."

Dengan itu, Karyna yang mengurus Proda untuk mencari makanan dan Dave menuruti Umay untuk mengulang tiupan lilinnya.

Memantik korek api, Dave menyalakan kembali sumbu angka empat di atas kue anaknya.

"Nah, Boy. Kamu bisa tiup lilinnya."

Namun, sekarang Umay terlihat enggan. Anak itu menatapi lilinnya saja.

"Kenapa, Boy? Katanya mau tiup lilin lagi?"

Umay menatap papinya dengan mata bulatnya. "Nggak ada yang nyangi yagi, Pi..." Seolah begitu nelangsa dengan hal tersebut, Dave menatap sekeliling di depan sana mengamati setiap anak-anak yang mulai riuh bermain sembari disuapi orangtua mereka.

"Kan tadi udah nyanyi sama tiup lilinnya yang bener, Boy. Sekarang tiup lilinnya cuma bisa sendirian aja."

"Yapi aku mo nyanyi cama tiup yagi, Pi..."

Manjanya sang anak kini membuat Dave sadar, Umay sepertinya paham akan segera tersaingi oleh kehadiran adiknya nanti. Maka dari itu dia sengaja membuat Dave menuruti kemauannya dengan nada lembut dan mata bulatnya sebagai senjata.

"Nggak bisa, Nak. Kalo mau papi setelin lagu selamat ulang tahun lagi, ya. Nanti sama badutnya di depan sini lagi. Tapi nanti juga mau potong kue, kok.  Nanti nyanyi-nyanyi lagi." Hasut Dave pada putra keduanya itu.

Umay mulai mengandalkan jurus menangisnya. Mulai dari terisak pelan dan menyandarkan tubuhnya pada Dave, lalu menutup matanya dengan tangan, lama-lama menjadi raungan hingga menarik banyak perhatian.

"Mo tiupppp, Pi! Mo nyanyi cambil tiupppp!" ronta anak itu.

Karena memang mereka yang memiliki acara, tidak sulit bagi Dave untuk menjentikkan jari dan memberi anggukan sekali saja pada orang-orang dibalik layar agar membuat keinginan putranya terkabul. Jika Karyna tahu, maka perempuan itu akan sangat marah. Sebab Dave begitu memanjakan Umay yang sudah besar.

Kembali orang-orang menyanyikan lagu, hingga Dave berhasil melepaskan Umay yang tadinya menempel menangis di kemeja mahal sang papi. Anak itu langsung diam dan melebarkan senyumannya. Pertanda sekali jika tangisannya hanya airmata buaya.

Karyna di dalam rumah hanya memandang dari rolling door kaca dan membiarkan Dave mengurus kemanjaan Umay sendiri.

"Mama mau marah, ya?" tanya Proda.

"Heum? Nggak. Mama cuma geleng kepala aja karena ayah kamu manjain Umay."

"Ayah, kan emang gitu. Kalo aku nangis aja semuanya dibeli sama ayah, terus bikin aku bingung padahal aku nangis bukan gara-gara kepengen mainan atau baju yang ayah beliin. Jadinya, Umay juga jadi manja soalnya ayah suka ngasih yang nggak diminta."

Karyna mengangguki. "Dari kecil ayah kamu udah kaya raya, sih. Makanya gampang aja beliin kalian ini itu. Emangnya mama, mau minta beliin bonek barbie aja ujungnya malah dipukul gagang sapu pantat mama."

Proda mengamati wajah Karyna yang menunduk pada makanan di piring yang akan disuapkan pada Proda.

"Mama dulu nggak bisa beli mainan?" tanya anak itu.

"Nggak. Mama bisa makan setiap hari pake lauk, sayur lengkap aja udah bagus. Sederhana. Bayar sekolah hal utama. Uangnya, ya... buat sekolah."

Meniadakan bagian ayahnya yang suka berjudi dan main perempuan, Karyna membagi cerita pada putranya itu.

"Kalo mama susah uang, aku dulu sama kakek Dirga susah disayang."

Karyna tertegun. Dia langsung menatap Proda tanpa bisa berkata.

"Mama sedih?" Kembali anak itu bertanya.

Proda memajukan tubuhnya dan menggenggam tangan Karyna. "Mama jangan sedih. Aku sama mama sekarang udah nggak susah lagi. Aku sayang mama."

Karyna mengangguk, tapi tak bisa menahan jatuhnya airmata menuruni pipi. Setidaknya kini mereka berdua sudah saling menemukan dan bahagia.

He Wants Me Extra ( II ) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang