Prolog

3.5K 161 24
                                    

"Berjubah mengkilat belum tentu malaikat."

_______________

Jam menunjukkan pukul 23:45. Sebuah mobil audi melaju meninggalkan apertemen mewah. Pengemudi itu melaju membelah jalanan ibukota dengan tenang.

Mata tajamnya menelisik menyusuri setiap bahu jalan. Mencoba mencari mangsa untuk memuaskan hasratnya malam ini.

Matanya menyipit saat melihat seorang gadis berdiri dipinggir jalan di depan sebuah klub malam. Gadis itu memakai pakaian sangat minim dan ketat.

Mangsa yang menarik.

Pria itu memelankan laju mobilnya dan menghampiri gadis itu. Senyum culas terlihat diwajah tampannya.

"Hai cantik!"

Gadis itu menoleh dan nampak terkejut saat melihat pria tampan berdiri disampingnya. Ia tersenyum malu-malu dan mengulum bibirnya yang tampak merah merona.

"Lo ngapain disini?"

"Emm..gue mau pulang. Tapi dari tadi nggak ada taksi yang lewat.."

Dengan nada mendesah, gadis  itu membusungkan dadanya dan menjilat bibirnya sensual.

Pria itu menyeringai, "Gimana kalo gue antar lo pulang?"

Gadis itu mengangguk antusias dan bergelayut manja di lengan pria itu. Mereka masuk kedalam mobil, lalu pria itu menjalankan mobilnya perlahan.

Didalam mobil mereka saling bertukar pembicaran, gadis itu tak sedetik pun melepas tatapannya dari pria disampingnya itu.

"Nama lo siapa?"

"Eh? Nama gue Indri. Kalo lo?"

Pria itu tersenyum manis, "Sam."

Indri mengernyit saat mereka menyusuri jalanan yang tampak asing baginya, "Sam, kita mau kemana?"

Sam tersenyum miring mendengar pertanyaan bodoh itu, "Emang lo gak mau 'main' dulu sama gue?"

Indri menatap Sam dengan nafsu, "Pasti mau dong. Gue mau tahu kehebatan lo di atas ranjang."

Sam melirik Indri sekilas yang terlihat menahan gejolak didalam dirinya.

"Sabarlah. Gue akan memuaskan lo malam ini."

Memuaskan? Haha.

Indri menggigit bibir bawahnya, "Jadi kita mau kemana? Ke apart lo?"

Sam tertawa dalam hati. Gadis ini sangat lucu saat menanyakan dimana tempatnya menghadapi kematian nanti. "Gue udah nentuin tempatnya."

Tak lama mereka sampai disebuah rumah minimalis yang terlihat angker, karna berdekatan langsung dengan hutan. Indri melirik sekeliling dengan takut.

"Ini rumah lo?"

"Bukan. Ini tempat tongkrongan gue sama temen-temen."

Rumah itu kosong. Hanya ada satu kursi dan meja disana. Sam menggiring Indri memasuki sebuah kamar, Indri melihat hanya ada satu matras besar diruangan luas itu. Apa mereka akan main disana?

Indri berbaring di matras besar itu, kemudian Sam mengikat tangannya kuat di atas kepala menggunakan tali tambang.

"Gue akan segera kembali."

Indri hanya mengangguk. Tak lama pria tampan itu muncul, ia mengunci pintu dan langsung menindih tubuh Indri dibawahnya.

Indri menatap was-was saat Sam mengeluarkan sebuah pisau dibalik punggungnya.

"Lo ma..mau ngapain?"

"Lo lupa? Ya mau main lah sama lo."

Wajah Indri mendadak memucat, bukan permainan ini yang ia maksud.

"Jangan sa..sakitin gue.."

Sam menyeringai, lalu menekan dalam pisau tajam itu di pipi mulus Indri.

"Akh..sakitt.."

"Menjeritlah lebih keras, babe."

Sam berbisik lirih. Indri menggelengkan kepalanya, air mata sudah mengalir deras di ujung matanya.

"Gue...mohon..ja..ngan.. aakhh..!"

Pisau itu menusuk dalam perut rata Indri, membuat ukiran indah dengan warna merah yang kontras dengan kulit putihnya. Sam menyeringai mendengar teriakan kesakitan diselingi dengan isakan tangis mangsanya itu.

Dengan perlahan ia memainkan ujung pisaunya, membuat Indri semakin tersiksa. Sam menegakkan tubuhnya, matanya menatap kagum karya tangannya di perut gadis itu.

Gue Indri

Sam berbisik pelan ditelinganya, membuat tubuh Indri langsung menegang, "Gue udah buat tanda pengenal, supaya mereka gampang ngenalin mayat lo.."

"Please..langsung bunuh aja..."

Sam mengelus lembut perut Indri, membuatnya meringis tertahan, "Gak seru kalo gak ada pemanasan."

Air mata mengalir deras dipipi mulusnya. Ia tak mau harus mati konyol disini. "Kenapa harus gue..?

"Lo cantik."

"Aarrghh..!"

Pisau menusuk dada gadis itu dengan perlahan. Darah merembes keluar dengan deras memenuhi matras, aroma ruangan itu pun berubah menjadi bau amis darah.

Sam mencabut pisau itu, membuat darah memuncrat dan mengenai wajah dan bajunya. Ia memejamkan mata menikmati aroma darah yang seolah menjadi candu baginya. Ia mengusap darah itu  dari wajahnya dengan santai.

Sam memejamkan matanya saat mendengar jeritan tertahan dari gadis itu. Sam beranjak, mengambil tali tambang lalu kembali menindih tubuh gadis tak berdaya itu.

Sam melilitkan tali tambang itu dan mencekik leher Indri kuat, ia memejamkan mata menikmati jeritan gadis itu yang perlahan menghilang, "Thanks baby.."

_______________

Hai ini cerita pertama ku:)
Apa kesan pertama kalian?
Kutunggu jejakmu!!

Penulis yang ingin keluar dari zona nyaman

GANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang