"Apakah kamu percaya cinta itu tumbuh karna kebersamaan? Jika iya, apa alasannya?"
_______________
"Mati kau.."
Arga terlihat sumringah menatap objek yang saat ini menjadi mainannya. Ia memotong tubuh yang sudah tak bernyawa itu dengan semangat. Menusuk-nusuk anggota badan yang sudah terpisah secara random dan untuk sentuhan terakhir ia memenggal dan membelah kepala itu menggunakan gunting. Ia berdecak kagum melihat hasil karyanya yang sangat indah itu.
Nara yang menjadi penonton setia hanya bergidik ngeri melihat kelakuan cowok itu. Mau melarangpun ia tak punya keberanian, sama saja ia menyerahkan nyawanya secara sukarela. Nara hanya bisa berdoa, semoga saja dia tenang di alam sana. Belalang yang malang.
Sebenarnya Nara masih bingung dengan status mereka saat ini. Apakah Arga serius dengan perasaannya? Menurut artikel yang ia baca, psikopat memiliki empati yang rendah dan untuk jatuh cinta secinta-cintanya adalah mustahil. Bahkan saat menjalin hubungan dengan Angga, mereka melakukan pendekatan selama setahun. Tapi dengan mudahnya Arga menyatakan perasaannya tanpa pendekatan sedikitpun. Hei ayolah, jatuh cinta tidak semudah itu.
"Emm...lo beneran suka sama gue?"
Entah kenapa pertanyaan itu terlontar begitu saja. Nara sangat penasaran apa yang akan dikatakan cowok itu. Cukup lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Arga mengatakan sesuatu yang membuat Nara langsung gelagapan.
"Kenapa? Lo gak percaya?"
"Eh? Gue...."
"Gue paling benci sama orang yang pergokin gue saat bunuh seseorang. Siapapun orang itu dia harus mati. Tapi saat gue tau orang itu adalah lo, gue berubah pikiran. Ada hasrat baru yang timbul dalam diri gue, yaitu lindungin lo.."
Nara menatap cowok itu lekat. Ia hanya melihat kejujuran dari sepasang mata beriris gelap itu, Arga benar-benar serius. Tapi Nara segera mengenyahkan pikirannya, ia tak mau terlalu berharap, karna sakit hati sangat tidak mengenakkan. Nara tersentak kaget saat Arga menempelkan tangannya ke dada cowok itu.
"Apa yang lo rasain?"
"Ja..jantung lo berdetak dengan cepat."
Arga tersenyum dan mengecup tangan Nara sekilas, "Itu yang gue rasain saat jatuh cinta."
Speechless.
Nara mengulum bibirnya kuat, sebisa mungkin menahan senyumnya. Bahkan jantungnya sudah bedetak hebat didalam sana. Semua itu memang hanya sekedar kata-kata, tapi sangat berpengaruh untuk kesehatan jantungnya.
Cukup lama mereka berdua menghabiskan waktu di taman dekat sekolah itu. Karna hari mulai larut malam, Arga memutuskan untuk mengantar kekasihnya itu untuk pulang.
Nara merasa was-was saat menaikki motor yang cukup tinggi itu, apalagi Arga yang membawanya seperti orang kesetanan. Arga yang peka akan keadaan pacarnya itu langsung menarik tangan Nara dan melingkarkan tangan mungil itu dipinggangnya. Tanpa sadar Nara tersenyum melihat perlakuan manis pacarnya itu, untung saja ia memakai helm jadi Arga tidak bisa melihat wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus.
Ciiitt!
Nara segera turun dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Baru beberapa langkah, Arga mencekal tangannya, "Kenapa?"
Arga menatap kekasihnya itu lamat-lamat, "Gue jatuh cinta sama lo. Kalo bukan dengan lo, gue batal jatuh cinta."
Arga langsung membawa Nara ke pelukkannya, ia mengusap surai hitam itu lembut. Nara yang mendapat perlakuan seperti itu hanya diam. Ia memejamkan mata, menikmati sensasi aneh pada dirinya. Tubuh Nara meremang saat Arga berbisik pelan tepat di telinganya.
"Baru kali ini gue gak keberatan jadi milik seseorang. Jadi jangan berfikir untuk ninggalin gue. Selangkah lo pergi, maka tanpa menyesal gue akan membunuh lo."
Nara menganggukan kepala berkali-kali, bahkan untuk meneguk salivanya pun sangat sulit. Ia sungguh tak mau semua itu terjadi. Setelah Arga pergi ia pun segera masuk, tapi saat membuka pintu Nara terlonjak kaget melihat kakak tirinya yang entah sejak kapan berdiri disana.
"Hebat banget ya lo! Seorang anak pemilik sekolah bisa kepincut sama anak cupu yang cuma modal muka polos doang? Pake pelet apa lo?"
Nara menatap Salsa datar, entah kenapa cewek itu sangat suka mencari masalah dengannya.
"Setidaknya gue gak lakuin hal licik untuk dapetin seseorang."
Salsa tertawa nyaring, persis seperti mak lampir, "Ternyata lo gak sadar diri juga ya. Lo itu ga-...."
"Ada apa ini?"
Reno yang baru saja pulang merasa heran saat mendengar keributan didalam rumahnya. Ia pun segera memasuki rumahnya, dan benar saja Salsa dan Nara terlihat sedang beradu argumen disana. Salsa tersenyum sinis, tiba-tiba sebuah ide muncul dikepalanya.
"Papa tau gak? Nara itu pake pelet buat dapetin cowok-cowok kaya disekolahan. Nara udah keterlaluan, ini udah gak bener Pah.."
Reno memijit pelipisnya yang terasa pening ketika mendengar suara cempreng putrinya itu.
"Udah biarin aja. Papa capek mau istirahat."
Salsa menatap papanya tak percaya, ia kira papanya akan marah dan semakin membenci anak kandungnya. Tetapi realita tidak sesuai dengan ekspetasi, Reno terlihat acuh dan seperti tidak perduli dengan ucapannya. Menyebalkan!
Kini giliran Nara tersenyum sinis melihat Salsa yang terlihat merengut kesal. Dengan santai Nara berjalan melewati Salsa sambil berbisik pelan ditelinga cewek itu.
"Iri bilang boss.."
_______________
Kalo udah baca jangan jupa ninggalin jejak!😌
Jangan baca diam-diam kek penyusup!!Canda :v
KAMU SEDANG MEMBACA
GANARA
Teen Fiction"Sekencang apapun lo berlari dan sejauh apapun lo bersembunyi, lo gak akan bisa hindarin gue.." "You're Mine..Anara." ⬇ ⬇ ⬇ Mengandung adegan kekerasan dan bahasa kasar. Mohon bijak dalam membaca!