04. Secercah Kebahagiaan

1.2K 102 13
                                    

"Tak perlu iri. Kita punya porsinya masing-masing."

_______________

Dengan tatapan kosong Nara menyusuri trotoar. Lingkaran hitam tercetak jelas dibawah matanya, kejadian tadi malam terus berputar di ingatannya seperti kaset rusak. Ia bahkan tidak bisa tidur karna teringat kata-kata kasar Reno terhadapnya.

Tinn!

Nara terlonjak kaget. Sebuah motor matic berhenti disampingnya. Pengendara motor itu membuka helm.

"Bang Arkan?"

Nara tersenyum sumringah. Sungguh ia sangat merindukan sosok didepannya. Kakak satu-satunya yang ia miliki. Dulu mereka sangat dekat, melakukan segala aktivitas bersama. Tapi semenjak Reno menikahi Rita, Arkan pergi dan memilih tinggal di apartemen miliknya.

Selain sibuk kuliah Arkan juga memiliki sebuah kafe yang cukup terkenal di Jakarta. Dari situlah ia memenuhi kehidupan sehari-hari. Bahkan sekarang Arkan sudah memiliki rumah sendiri.

"Kenapa berangkatnya jalan kaki?"

Nara tersenyum tipis, "Lagi pengen aja."

Mana mungkin Nara berangkat bareng Salsa, bisa-bisa ia diceburkan ke selokan depan komplek.

Arkan menghela nafas, ia tau betul jika adiknya itu sedang berbohong.

"Abang kan udah bilang, kamu tinggal sama abang aja.."

Nara menggeleng, "Aku gak mau ninggalin ayah sendirian."

Arkan tersenyum tipis melihat Nara yang sudah semakin dewasa. Biarpun sering disakiti ia masih perhatian dengan ayahnya itu.

"Yaudah naik, abang antar kesekolah,"

"Emang gak ngerepotin?"

Arkan tersenyum tipis, "Enggak kok, kebetulan abang mau ke kafe sebentar."

Nara mengangguk, lalu naik ke atas motor matic itu dan Arkan pun mulai menjalankan motornya.

_______________

Saat ini Nara duduk sendiri di perpustakaan, menghabiskan waktu istirahat sambil memegang sebuah buku. Bukannya membaca, Nara hanya menatap tulisan-tulisan didepannya dengan kosong.

Entahlah ia hanya berfikir, kapan hidupnya kembali seperti dulu lagi. Hidup bahagia bersama keluarga yang harmonis seperti teman-temannya yang lain.

Biarpun begitu ia tetap bersyukur, setidaknya ia masih diberikan kesehatan dan hidup berkecukupan. Masih banyak diluar sana yang tidak seberuntung dia.

Sebuah tangan terjulur, meletakkan sebungkus coklat batang didepannya. Nara menoleh, seperkian detik senyuman terukir dibibir tipisnya.

"Kamu kok tau aku disini?"

Lelaki itu terkekeh, lalu mengacak rambut Nara gemas, "Apa sih yang gak aku tau dari kamu?"

Nara mengalihkan pandangannya, lelaki disampingnya itu selalu saja membuatnya mati kutu. Tapi Nara bersyukur, dibalik masalah yang menimpanya Tuhan mengirimkan seseorang sebagai alasannya untuk tetap semangat.

Angga Sebastian, lelaki yang dua tahun terakhir ini menjadi kekasihnya itu selalu bisa membuat Nara tersenyum. Entah karna lawakkannya yang garing, ataupun hanya karna gombalan-gombalan receh pacarnya itu.

Nara merasa menjadi cewek paling beruntung didunia ini. Banyak cewek di luar sana yang mengantri ingin menjadi kekasihnya, tapi Angga lebih memilih gadis sederhana seperti Nara.

Memiliki mata setajam elang, garis rahang yang tegas, alis yang tebal, tubuh tinggi semampai dan jangan lupakan dengan senyuman semanis gula itu.

Siapa sih yang tak tertarik dengan Angga?

Nara menatap intens wajah tampan kekasihnya itu. Nara berharap, semoga Angga menjadi cinta pertama dan terakhirnya. Berada disisinya saat ia terpuruk, membuat nya selalu tersenyum, dan mengawali harinya dengan semangat. Selamanya.

"Cepet makan coklatnya,"

Nara tersentak kaget saat Angga meniup wajahnya lembut. Ia mengangguk lalu mulai membuka coklat itu.

"Inikan manis, kamu gak takut aku gendut?"

Angga tertawa renyah mendengar pertanyaan polos keluar dari mulut gadisnya itu.

"Gak papa kalo gendut, malahan lebih enak dipeluk. Lagipula semanis-manisnya coklat, masih manisan kamu kok."

Nara merasakan pipinya memanas. Angga pasti melihat dengan jelas wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Memalukan!

Nara melanjutkan memakan coklat itu dengan setenang mungkin. Mencoba melupakan ritme jantungnya yang berdetak tak karuan.

"Kamu mau?"

Angga menggeleng, "Buat kamu aja, biar tambah manis."

Siapapun tolong oksigen untuk Nara!!

Dengan cepat Nara menghabiskan coklat yang tinggal setengah itu. 10 menit lagi waktu istirahat habis, ia tak mau dihukum karena telat masuk kelas.

"Yuk ke kelas."

Nara yang ingin beranjak terpaksa terduduk kembali karna Angga menarik tangannya. Angga mendekatkan wajahnya, lalu secara tiba-tiba ia menjilat bekas coklat di sudut bibir Nara.

Speechless.

Angga menarik tangan Nara, beranjak meninggalkan perpustakaan karna bel sudah berbunyi. Ia menautkan jarinya dengan jari kecil gadisnya itu dengan santai.

Angga mengangkat tangan mereka ke atas, lalu mencium tangan Nara sekilas.

Nara merasakan pipinya kembali memanas. Ia mengulum senyumnya susah payah, Nara merasa ada kupu-kupu terbang di perutnya.

Mereka sampai di depan kelas Nara, sebelum pergi Angga berbisik pelan.

"Semangat belajarnya sayang..."

_______________

Ada yang pengen punya kekasih seperti Angga?

a. Mau!

b. Mau bangett!

c. Ogah!

Jujur, aku senyum-senyum sendiri waktu nulis ini😂

GANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang