Part 41. Bangunlah Jina.

2 1 0
                                    

[Jeongguk POV]

"Setelah aku kembali ke klinik, aku akan mengantar beberapa vitamin penambah daya tahan tubuh lewat staff, jika Jina sadar, aku mohon untuk tidak mengungkit hal yang membuatnya tertekan. Jika sampai besok suhu tubuh Jina tidak turun, aku akan memeriksanya lagi" jelasnya. Lalu aku mengangguk paham. Lalu dokter pamit, diantar menuju pintu oleh manajer.

Aku membuka lapisan penutup plester dan menempelkannya di kening Jina. Mengelus lembut wajahnya yang pucat. Manajer mengetuk pintu, dan masuk perlahan, mengajakku berbicara diluar.

"Jelaskan" tegas manajer. Aku menunduk, "maaf" jawabku. Manajer masih diam menunggu penjelasanku, aku menjelaskan apa yang terjadi, serta kebingungan yang aku rasakan tentang Jina.

"Kadang aku juga berfikir bahwa aneh rasanya ketika perempuan menolak lelaki sepertimu Jeongguk" hibur manajer. "Tapi yang kulihat, Jina memang benar-benar melakukan apa yang dia mau" lanjutnya. Aku menatap bingung.

"Jina tidak menutup diri darimu, bahkan ingat ketika malam kemarin ia bertanya harus melakukan apa agar dia dan dirimu aman dalam berhubungan, cara dia mengingatmu dengan membelikan aromatherapy, usahanya saat pagi di private gym untuk menemuimu, padahal aku baru membicarakannya malam itu, tapi dia sudah punya keputusan saat pagi hari, hanya karena ingin memberikan semangat untuk performance mu di Jepang. Cara dia menghargaimu di agensi dengan memberi susu pisang, tidak bereaksi berlebihan padahal itu pertemuan pertama kalian" jelasnya. Aku baru sadar keberadaan aromatherapy di dapur, astaga.

"Aku rasa, semua yang dilakukan Jina itu sederhana, tulus dan bermakna. Dan ia melakukan semua itu dalam waktu singkat. Itu hal yang luar biasa yang dilakukan oleh wanita bukan?" jawabnya.

"Manajer, aku benar-benar tidak mengerti arah pembicaraanmu" jawabku. "Ya maksudku, memang benar ada hal yang aneh, ketika kalian memiliki perasaan yang sama antara satu sama lain, tapi mengurungkan niat untuk berkomitmen" jelasnya. Aku bergumam bingung.

"Cuma ada dua faktor, internal dan eksternal" jelasnya. Aku menunggu penjelasannya.

"Internal, dari kalian berdua, mungkin Jina belum bisa percaya kepadamu 100%. Eskternal, ada hal lain, bukan tentang kalian" jawabnya. Nihil rasanya jika ia tidak percaya padaku? Kalau dia tidak percaya, untuk apa dia berani datang ke apartment? Padahal ia tau, bisa saja aku melakukan hal yang tidak-tidak. Ia juga bilang bahwa ia ingin mengenalku lebih dalam kan? Hah, pikiranku.

"Contoh Eksternal?" tanyaku. "Seperti masa lalu? Orang tua? Jimin? Keadaan lain?" jawabnya. Ah semua itu bisa termasuk kan? Aku belum tahu masa lalu Jina, aku juga baru mengenal ibu Jina, aku juga tidak tahu apa yang Jina bicarakan dengan Jimin tadi malam.

Tak lama setelah itu, handphone Jina berbunyi dari dalam kamar. Aku bergegas mengambilnya agar tidak mengganggu Jina istirahat. Panggilan dari Ibu Jina. Aku menunjukkan nya kepada manajer. Lalu manajer mengambil dan mengangkat telepon ibu Jina.

Sejin : 'Halo nyonya, saya Sejin. Jina bersama saya nyonya'
Ibu : 'aah begitu, apakah dia bersama Jimin? Sampai kau juga ikut bersamanya. Lalu dimana Jina? Kenapa kau yang mengangkat teleponnya?

Harus menjawab apa? batinku.

IDOLOVEUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang