Part 10. Menikmati waktu bersama.

12 4 0
                                    

[Nai POV]

"Sudah, jangan menangis lagi ya, nanti Jiminie ikut menangis" hiburnya dengan kata imut 'Jiminie'. Lalu ia mengusap air mataku, lalu bangun dari posisi tidurnya.

"Kau terakhir makan jam berapa?" tanya nya. "Jam lima pagi mungkin?" ingat ku. "Yaampun, apa kau tidak lapar?" tanya nya. "Kau seperti baru mengenal adikmu ini, sudah pasti hehe" jawabku.

"Kenapa gak bilang dari tadiii?" Tanya Jimin kesal. "Aku masih ingin menikmati momen tadi, hehe, bogoshipda Jiminah!" Jawabku sambil memeluk Jimin. Lalu Jimin membalas pelukanku.

"Kau mau makan apa?" Tanyanya. "Ramen" jawabku singkat, padat, jelas. "Makanan pertamamu kembali ke korea? Ramen? Kau yakin? Aku bisa membuat gimbap kalau kau merindukan masakanku" tanyanya yang tidak yakin akan pilihanku.

"Menikmati Ramen di Idn dan Korea berbeda, apalagi di pemandangan Hannam seperti ini, ayooo Jiminiee, temani aku makan Ramen, makan Ramen sekali tidak akan merusak ABS mu kok" jawabku usil. Jimin mengangguk pasrah.

Lalu kami pergi ke dapur. Syukurlah ada stock Ramen. Semuanya sedang beristirahat, kecuali aku dan Jimin, sunyi sekali.

"Jimin" panggilku, Jimin bergumam sambil memotong sayur. "Kalian tadi membicarakan apa di ruang tengah?" tanya ku yang membuat Jimin berhenti melakukan kegiatan memotong sayurnya. Dia seperti bersiap menjawab, aku jadi gugup.

"Kepo" jawabnya, singkat, padat, jelas. Aku yang sedari tadi gugup, refleks memukul bahu berototnya itu. Jimin terkekeh.

Tak lama, Ramen kami matang, lalu kami meniriskannya, dan membawanya ke balkon apartment. Memakan Ramen sambil menikmati udara Hannam-dong, Seoul.

"Kau masih membenci Seoul?" Tanya Jimin, pasalnya, sejak kecil aku sering mendengar berita bunuh diri, pembullyan, operasi plastik, dan hal lainnya. "Sedikit, karena aku paham semua daerah memiliki kekurangan dan kelebihan" jawabku datar. Jimin tersenyum.

"Tinggal lah disini. Kau akan semakin mencintai Seoul" ucap Jimin, bukannya menanggapi positif, aku malah menyudutkannya. "Jadi itu alasanmu jarang pulang ke Busan?" Jawabku dengan sinis.

"Bukan gitu Jinaa!" Jawab Jimin sambil menyubit hidungku, lalu kami tertawa bersama. Sedikit keras, hingga membuat Jihyun keluar kamar. "Kalian berisik" tegas Jihyun, dasar adik durhaka.

IDOLOVEUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang