Perfect Marriage bagi Naraya Putri pratiwi adalah saat dirinya menemukan tambatan hati, saling mencintai kemudian berjanji untuk saling menyayangi, bukan keterpaksaan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ancaman dari mamanya saat dia ditawari menikah dini oleh sang papa membuat Nara mau tidak mau mengangguk saja, padahal tidak mengerti dengan duduk permasalahannya.
"Aduh Ma, tangan Nara sakit," keluh Nara saat ibu kandung rasa emak tiri di hadapannya itu menyeretnya ke dalam kamar.
"Kamu nggak mau kan liat papa kamu jantungan terus masuk rumah sakit?"
Pertanyaan dari bibir bergincu merah sang ibu tentu saja membuat Nara langsung saja menggeleng, siapa yang mau jika pria kesayangannya itu berbaring di rumah sakit, batuk-batuk saja Nara sudah begitu khawatir pada kondisi pria tua itu.
"Kalo gitu Nurut," tukas Nurma dengan nada yang sedikit lebih tinggi, Nara nyaris terlonjak karenanya. Dan tanpa berani menyahuti kalimat sang mama, gadis itu kemudian menundukkan kepalanya.
Nurma berjalan pelan ke arah ranjang putrinya, kemudian duduk di pinggir benda itu, raut wajahnya tampak sedih. bagaimana tidak, Nayla putri pertama kesayangannya itu harus tinggal sendiri di luar Negri .
"Apa Kak Nayla tidak akan pulang? Kenapa harus aku yang menikah?" tanya Nara masih menundukkan kepala.
Saat tidak mendapat tanggapan dari Nurma, Nara pun mendongak. Dan wanita itu menyuruh dia untuk mendekat, tidak disangka saat Nara duduk disebelahnya, sang mama memeluk tubuhnya dengan erat. Entah purnama ke berapa terakhir kali Nara mendapat pelukan dari mamanya, dia sampai lupa.
"Nayla harus meraih cita-citanya. Dan demi menjaga nama baik keluarga, lakukanlah apa yang harus kamu lakukan, Nara," ucapnya meminta.
Nara tertegun, entah kenapa dia merasa kasih sayang sang mama terhadap dirinya amat berbeda dari sikapnya pada sang kakak. Nayla begitu dimanja, apapun yang kakaknya itu inginkan selalu didapatkan dengan segera, termasuk lulus seleksi sekolah modeling paling bergengsi di luar Negri dan wanita itu mendukungnya. Padahal bertepatan dengan hari pernikahannya. Dan sialnya, Naralah yang mereka pinta untuk menggantikannya.
.
Nara bersila di atas kasur, saat mamanya itu sudah meninggalkannya sendiri dengan selembar foto. Potret dua pria tampan yang wajahnya terlihat sama, Nara tidak tau yang mana yang akan menjadi suaminya.
"Kalo tau bakal ke luar Negri, kenapa Kak Nayla mau dijodohin. Jadi aku yang kena getahnya si." Nara menggerutu sendiri.
Gadis itu lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Yang tidak pernah ia sesali dari peristiwa ini adalah calon suaminya yang ternyata tampan sekali, Nara jadi tersenyum sendiri.
Dia pernah bertemu dengan Nino, calon suami kakaknya. Selain tampan, begitu sopan dan menyenangkan, tapi sayangnya bukan pria itu yang akan menikahi Nara, melainkan saudara kembarnya.
Nara kembali menatap foto di tangannya, kira-kira seperti apa adik Kak Nino, apa mereka akan cocok. Dan yang lebih mengerikan lagi pernikahan mereka lusa besok.
***
Kesan pertama yang Jino dapat tangkap dari pertemuan pertama dengan calon istrinya adalah cantik. Nara memang cantik, gadis yang belum genap dua puluh tahun itu memang tidak lagi terlihat masih anak-anak, postur tubuhnya yang tinggi semampai membuat siapapun mengira bahwa dia bukan anak sma.
"Kalian mungkin belum saling mengenal, tapi kami berharap setelah menikah nanti, kalian akan saling menyayangi," ucap Denis, ayah dari Nara. Pria paruh baya itu seolah tidak rela saat hendak menyerahkan putrinya pada keluarga Jino nantinya, tapi bagaimana pun juga, seorang istri tentu harus mengikuti dimana suaminya itu memilih tempat untuk ditinggali.
Jino sempat mengangguk sekilas pada calon mertuanya, kemudian menoleh pada sang papi, wanita di sebelahnya kembali mengusap punggung pemuda itu agar berbesar hati.
Pemuda itu kembali tertegun, masih belum percaya besok dirinya akan menikah, apakah ada keajaiban yang akan datang dan menolongnya, atau mungkin kehidupan rumah tangganya akan sama seperti kisah dalam drama yang sering ditonton sang oma.
"Nara, ajak calon suami kamu keluar, mungkin kalian perlu bicara," saran dari sang papa membuat Nara mengangguk, kemudian beranjak berdiri. Tanpa mengucapkan kalimat berupa ajakan untuk pergi, Jino sudah ikut menegakkan tubuhnya dan melangkah, mengikuti gadis itu ke belakang rumah.
Keduanya berjalan saling bersisian di pinggir kolam renang, pandangan Jino mengarah pada gazebo yang terletak di sudut taman, kemudian beralih pada gadis itu.
"Kenapa kamu nggak nolak permintaan keluarga kamu, bukannya kamu masih sekolah?" Jino mengutarakan pertanyaan, membuat gadis yang berdiri di hadapannya itu mengerjap bingung.
"Aku udah lulus kok, malahan besok lusa udah bisa daftar kuliah," ucap Nara polos, namun saat pemuda yang katanya calon suaminya itu melipat lengannya di depan dada, sepertinya bukan jawaban itu yang ingin ia dengar darinya.
Jino menghela napas, tatapannya tampak pasrah. "Kamu nggak mau kabur kaya kakak kamu, kemana kek," ucapnya memberi saran.
Kali ini Nara yang melipat tangannya di depan dada. Sepertinya memang dia tidak cocok berpura-pura manis didepan calon suaminya. "Kenapa nggak kamu aja yang kabur?" tanyanya balik.
Jino melengos malas, gadis yang ternyata menyebalkan di hadapannya itu, membuat ia menyesal telah setuju untuk menikah.
"Kamu dan aku adalah korban, tapi apa salahnya jika kita jalani aja, belajar mencintaiku nggak sesulit makan bubur pake sumpit, nanti juga terbiasa."
Mendengar kalimat itu lolos dari gadis yang katanya calon istrinya itu membuat Jino tidak percaya, sebegitu mudahnya perempuan itu menyikapi masalah yang ada. "Menikah itu bukan perkara mudah, saat kamu merasa bingung ingin makan bubur dengan cara yang bagaimana, diaduk atau tidak diaduk, nggak sesederhana itu," omel Jino merasa geram.
Nara kembali mengerjap bingung, dia yang memang belum berpengalaman dalam hal pernikahan tentu saja tidak bisa banyak berkomentar, gadis itu menghela napas. "Lalu sekarang mau kamu kaya gimana?" tanyanya lemah, tatapannya mengarah pada sendal yang dikenakan kakinya yang ternyata beda sebelah, kok bisa ya?
"Apa kamu punya pacar sebelumnya?"
Pertanyaan itu membuat Nara seketika mendongak, dia jadi kepikiran pada Randi, teman rasa pacar yang belum pernah jadian tapi sudah putus duluan, entah lah hubungan mereka bisa dibilang seperti apa, namun gadis itu memilih untuk menggeleng saja. "Nggak punya," jawabnya.
"Aku punya pacar. Dan mungkin akan sulit melepaskannya karena kita baru aja jadian, aku harap kamu bisa mengerti sama posisi aku."
Sejenak Nara tertegun, belum ada perasaan sakit hati saat calon suaminya mengatakan tentang hal itu, mungkin memang dia belum merasakan cemburu. "Oh, Yaudah," balasnya dengan begitu mudah.
Percakapan calon pengantin baru yang tidak ada mesra-mesranya itu harus diakhiri dengan kepergian Nara yang melangkah ke dalam rumahnya, selain ke kamar mandi, gadis itu juga ingin mengganti sendalnya yang tertukar ini.
Jino mendudukkan tubuhnya pada kursi malas di sebelah kolam renang, ditinggal sendirian begini membuat pemuda itu jadi berpikir, apakah keputusan yang dia ambil sudah benar? Seharusnya sebagai seorang suami, tentu dia harus menyayangi siapapun istrinya nanti.
"Nak Jino?"
Panggilan itu membuat pemuda yang tengah melamun di kursinya kemudian mendongak, beranjak berdiri dan tersenyum pada sosok pria yang ternyata calon mertuanya. "Iya, Om," sahut pemuda itu.
Denis menepuk pundak calon menantunya dengan pelan, lalu tersenyum setelah menurunkan tangannya. "Laki-laki yang tidak akan menyakiti seorang wanita, adalah sosok ayah pada putrinya," ucapnya tiba-tiba, Jino hanya diam saja menunggu kalimat yang terjeda itu kembali mengudara. "Saya tau mungkin kamu belum bisa mencintai Nara. Jika seandainya nanti kamu merasa tidak sanggup untuk membimbingnya, tolong jangan sakiti dia, kembalikan saja pada saya. Karena saya sangat mencintai putri saya," ucapnya yang membuat Jino yang sempat tertegun kemudian mengangguk.
Tersirat kesedihan dari wajah pria itu saat berhadapan dengan calon menantunya.
Jino pun berpikir. Mengingat permintaannya pada Nara beberapa saat yang lalu, benarkah hal itu termasuk ke dalam menyakiti perasaan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp)
RomanceJino Sadewa dan Naraya Putri terpaksa harus menggantikan posisi saudara kandung mereka yang kabur dari pernikahan, demi menjaga nama baik keluarga, apakah pernikahan mereka yang dilandasi dengan keterpaksaan akan berlangsung lama. Dan bagaimana kesu...