"Ayo dong Bang Jinjin udah siang nih, aku kan masih baru, nanti telat kena hukum loh." Nara terus merengek pada sang suami yang tengah sibuk menyuapkan makanan ke mulutnya.
Ini adalah hari pertama gadis itu menjalani ospek, atau orientasi studi dan pengenalan kampus, tentu saja dia tidak mau jika nanti telat dan kena hukum, gadis itu terus menarik-narik lengan Jino agar cepat mengunyah makanannya.
"Bentar dulu si, aku masih makan." Jino protes, mulutnya yang penuh dengan makanan membuatnya kesulitan untuk mengomel.
Nara berdecak kesal, menghentakkan kakinya di bawah meja, gadis itu tidak nafsu makan karena takut akan terlambat, dan supir pribadinya itu malah makan dengan lahap. "Ayo dong Bang, buruan," rengeknya lagi.
"Tenang aja sih telat juga, kan panitianya aku," ucap Jino mengingatkan, dan gadis itu seolah baru sadar dengan jabatan sang suami di kampusnya, dan diperkuat dengan jas almamater juga pita berwarna biru, simbol kakak senior yang terikat di lengan atasnya.
Nara merasa sedikit lega, gadis itu kembali memeriksa pompom yang ia buat dari tali rapia, juga kardus bekas bernamakan dirinya, yang sudah ia masukkan ke dalam kantong kresek dan ia sangkutkan menyerupai tas di pundaknya. "Kalo abang panitianya, berarti aku nggak dihukum dong ya?" tanyanya.
Jino yang berhenti mengunyah kemudian menoleh, pria itu tampak berpikir, "ya tetep dihukum lah, kan panitianya bukan aku doang."
"Tuh kaaan." Nara kembali gelisah, ternyata suaminya tidak bisa memastikan bahwa dirinya akan baik-baik saja. "Buruan udah siang," omelnya.
"Iya-iya." Merasa terganggu karena rengekan istrinya itu, membuat Jino segera beranjak berdiri, meninggalkan makanannya yang masih tersisa di atas meja, dan istrinya itu terlihat amat bahagia.
"Eh, Nara mantu mami!" Seruan Nena membuat mereka yang hendak keluar rumah kemudian menoleh. "Kata kamu nanti ada acara makan siang bersama, ini mami udah siapin bekal buat kamu," ucapnya.
Sesaat Nara tertegun, dengan sedikit ragu gadis itu menerima kotak bapperware berisi makanan dari mami mertuanya, yang bahkan ibu kandungnya sendiri tidak pernah melakukannya.
"Tadi katanya buru-buru udah telat," sindir Jino saat istrinya itu malah melongo.
Nara yang tersadar kemudian menoleh pada Jino sekilas, kemudian beralih pada mami mertuanya, "makasih banyak Mami," ucapnya, dan kemudian menoleh lagi pada sang suami yang sudah tidak ada di tempatnya.
Jino memasangkan helm di kepalanya, berhubung mereka nyaris kesiangan jadi pemuda itu memutuskan untuk memakai motor saja.
Nara tengah sibuk memasukkan kotak bekal ke dalam kantong plastik yang tersangkut di pundaknya, ketika dengan tiba-tiba sang suami memasangkan helm di kepalanya.
"Biar cepet." Jino beralasan saat gadis di hadapannya itu memberikan tatapan penuh tanya, dan sedikit rasa haru yang dia baca dari Sorot matanya.
Gadis itu mengerjap gugup saat Jino mencondongkan kepala, ketika memasangkan pengait helm di bawah dagunya yang entah kenapa sedikit susah, dan berada sedekat itu membuat Nara menahan hembusan napasnya.
Beberapa menit perjalanan, akhirnya keduanya sampai juga di parkiran kampus, Nara merasa takut saat teman-temannya sudah berbaris di lapangan, dan dirinya justru malah baru datang.
Tanpa berpamitan pada sang suami, apalagi mencium punggung tangan pemuda itu bak ukhty pengantin baru pada umumnya, Nara segera berlari ke arah kerumunan.
Melihat itu Jino ingin tertawa, seharusnya istrinya itu bersikap biasa saja, dan meminta dirinya untuk mengantarkan ke sana agar tidak mendapat hukuman, gadis itu benar-benar tidak bisa memanfaatkan keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp)
RomanceJino Sadewa dan Naraya Putri terpaksa harus menggantikan posisi saudara kandung mereka yang kabur dari pernikahan, demi menjaga nama baik keluarga, apakah pernikahan mereka yang dilandasi dengan keterpaksaan akan berlangsung lama. Dan bagaimana kesu...