Kejadian

1.9K 228 10
                                    

Jino terpaksa harus mencari istrinya saat makan siang, sejak tidak punya uang dia harus bergantung pada gadis itu ketika ingin membeli sesuatu, dan menurutnya itu sangat menyebalkan.

"Mau ke mana si?" Jino bertanya saat Nara justru keluar dari area kampus, gadis itu tidak berjalan ke arah kantin. "Kamu mau makan apa?"

"Aku mau nasi padang," jawab Nara saat mereka sudah berada di luar gerbang, di dekat kampusnya ada rumah makan sederhana yang dia tahu sangat enak rasanya, dia bosan menu di kantin yang itu-itu saja.

Jino berdecak malas, "Kenapa harus nasi padang?" keluhnya.

"Aku mau."

"Kita makan tempat lain aja Ra."

"Tapi aku mau makan itu, nggak apa-apa ntar aku yang bayar."

"Lah iya lah duit aku kan sama kamu." Jino yang sewot hanya ditanggapi tawa kecil dari istrinya, pria itu terlihat jengkel.

Nara yang merasa bersalah kemudian mengalah. "Yaudah kalo kamu nggak suka, kita makan tempat lain aja," ucapnya.

Jino tidak tega juga saat melihat gadis itu terlihat sedih, tatapannya mengarah pada tempat yang ingin mereka tuju sebelumnya. Pria itu menghela napas, berdecak malas dan tanpa mengucapkan apa-apa lalu melangkah lebih dulu menuju tempat yang istrinya mau.

Nara tentu terkejut melihat itu. "Katanya makan di tempat lain aja?" tanyanya.

Jino tidak membalas, namun Nara mengerti pria itu tengah mengalah untuk dirinya. Belum sampai di tempat tujuan, seorang gadis tampak memanggil nama Jino dan membuat langkah mereka kemudian terhenti.

Sisil mendekat dengan wajah yang terlihat jengkel, mendapati pasangan di hadapannya itu semakin akrab tentu saja dia tidak suka. "Kamu mau ke mana si, aku cari kamu di kantin," rengeknya.

Nara mengalihkan pandangannya ke tempat lain, menghindari gadis yang baru saja datang dan langsung melingkarkan tangan pada lengan suaminya, lengan kokoh yang bahkan dia sendiri sebagai sang istri belum pernah bergelayut manja di sana.

"Kan aku udah bilang, mulai sekarang aku nggak megang uang." Jino menarik tangannya dengan halus, membuat rangkulan Sisil pada lengannya kemudian terlepas.

Tentu saja hal itu membuat Sisil merasa telah mendapat penolakan, dan entah kenapa dia begitu sedih menerimanya, pemuda itu semakin jauh, saat perasaannya justru kian mendekat, apakah dia benar-benar menyukai Jino?

"Kita makan tempat biasa aja yuk, aku yang bayar." Sisil coba membujuk pria itu, sekilas melirik pada wanita berstatus istri sah kekasihnya yang tampak diam saja. "Aku nggak peduli mau kamu jatuh miskin sekalipun Jino, aku nggak peduli," tegasnya.

Mendengar itu entah kenapa Jino justru tidak merasa senang, akhir-akhir ini sifat gadis itu yang terlalu posesif pada dirinya membuat ia merasa lelah.

Jino menghela napas, menoleh pada Nara yang juga tengah mengarahkan pandangan pada dirinya, meski dia tau istrinya itu tidak suka tapi Nara sama sekali tidak menunjukkannya.

"Udah sampe di sini juga, mendingan kita makan di sini aja, kalo kamu nggak mau ikut yaudah." Jino berucap pada Sisil yang hendak kembali melayangkan kepenolakan, namun Jino yang melangkah lebih dulu membuatnya terdiam dan mau tidak mau ikut dengan mereka.

Ketiganya duduk di sebuah meja panjang, Jino yang berada di tengah diapit oleh Nara dan Sisil di kanan kirinya, mereka menunggu pelayan rumah makan itu menghidangkan semua menu di atas meja.

Satu pelayan berseragam hitam putih membawa setumpuk piring-piring kecil yang tersusun rapi di lengannya, dari caranya berjalan Jino dapat menyimpulkan bahwa pelayan itu masih baru. Dan entah kenapa dia sedikit waspada.

Jino terkejut saat susunan piring di lengan pelayan itu terlihat bergerak dan terjatuh satu, selangkah kemudian pelayan itu menjatuhkan semua piring di lengannya ke atas meja yang ditempati Jino dan kedua wanita yang reflek menjerit saking kagetnya.

Nara sedikit terjingkat saat setumpuk piring berisi makanan itu jatuh di hadapan mereka, dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, dan Jino yang reflek memeluk tubuhnya dengan membiarkan punggungnya sendiri tersiram kuah masakan, membuat gadis itu sangat terkejut karenanya.

Entah kenapa Jino juga terlihat kaget dengan refleknya sendiri yang melindungi gadis itu, sakit juga basah di bagian punggungnya yang terkena lemparan piring ia abaikan begitu saja. "Kamu nggak apa-apa?" dia malah bertanya.

Nara menggeleng, "Nggak apa-apa," jawabnya, meski di bagian lutut celana panjangnya itu kotor terkena noda.

"Aduh hati-hati dong!" Sisil yang mengomel saat bajunya ketumpahan kuah santan membuat Jino dan Nara kemudian menoleh. "Bantuin aku dong Sayang," rengeknya pada Jino yang kemudian mengambil tisu dan membantu membersihkannya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Jino, takut mungkin gadis itu terkena pecahan beling yang berserakan di depan mereka, namun gadis itu malah marah.

"Nggak apa-apa gimana, liat baju aku," tunjuk Sisil pada pakaiannya sendiri yang begitu kotor. Dia kesal saat sang kekasih lebih memilih melindungi istrinya dan membiarkan dia tersiram kuah.

"Nggak apa-apa baju bisa diganti," ucap Jino, dengan sabar membantu membersihkan lengan gadis itu yang terlihat basah. Hingga usapan di bagian punggungnya membuat pria itu kemudian menoleh.

"Baju kamu kotor," Nara berucap setelah membersihkan kaus bagian punggung suaminya itu dengan tisu di tangannya.

Jino terdiam, istrinya itu kembali mengambil tisu dan membersihkan bagian lengan Jino yang juga terkena noda, wanita itu bahkan lebih mementingkan suaminya dibandingkan membersihkan dirinya sendiri.

"Maaf atas keteledoran ini, pihak kami berjanji akan ganti rugi," ucap pria berpakaian rapi yang sepertinya pemilik rumah makan ini.

Selain Sisil yang terus mengomel, Nara dan Jino tampak diam saja dan sibuk mengartikan perasaannya.

***

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang