Sahabat

1.8K 237 28
                                    

Nara menuruni anak tangga dengan sedikit tergesa, gadis itu sudah menghapus air mata dan tidak lagi membiarkan cairan bening itu mengalir di pipinya.

Sesaat dia merasa bingung harus menunggu Jino atau tidak, siapa tau suaminya itu akan mengantarkan pacarnya, dan penantiannya tentu akan sia-sia, dan mencari teman-temannya untuk pulang bersama tentu saja tidak bisa. Mereka sudah pulang sejak lama.

"Hay Nara."

Sapaan dari pria tinggi yang terlihat tampan di hadapannya itu membuat langkah Nara kemudian berhenti, dia  mengerutkan dahi.

"Pulang Bareng Nolan yuk."

Nara terdiam, dia ingat bahwa pria yang mengaku bernama Nolan itu adalah teman suaminya. "Nggak usah, makasih," tolaknya halus.

"Atau pulang bareng Bang Ilham aja mau nggak?"

Lagi-lagi, seorang pria yang Nara kenali juga bagian dari sahabat suaminya itu membuat langkahnya kembali terhenti. Nara menghela napas. "Nggak Bang Ilham, makasih," tolaknya, kemudian kembali melangkah.

Nolan juga Ilham mengikuti gadis itu berjalan di koridor kampus yang terlihat sepi, keduanya mendapat pesan dari Jino untuk mengantarkan istrinya pulang atau setidaknya mengawasi kemana Nara pergi.

Nara tentu saja merasa risi, dia tidak kenal dekat  dengan teman-teman suaminya, lalu atas dasar apa dia mau diajak pulang bersama. Dan satu orang pemuda dengan makanan di tangannya kembali menghadang Nara dan membuat langkahnya terhenti juga.

"Udah aku bilang aku nggak mau pulang bareng kalian, aku bisa pulang sendiri." Nara yang tau pria itu juga bagian dari sahabat suaminya lngsung mengutarakan kalimat penolakan sebelum pemuda itu bertanya duluan.

"Dih, orang Ojan mau nawarin makanan, mau nggak? pasti laper kan?"

Pertanyaan itu membuat Nara mengerjap dua kali, dan Nolan Juga Ilham yang berdiri di belakang gadis itu sama-sam menepuk dahi.

Tanpa menggubris ketiga pemuda yang mengganggu perjalanannya itu, Nara kemudian bergegas pergi, sebelum itu dia sempat menoleh dan memberikan tatapan mengancam agar mereka berhenti mengikuti.

"Gimana dong, dia nggak mau dianter pulang." Nolan bergumam yang membuat kedua sahabatnya itu menoleh.

"Bang Ilham si nggak sungguh-sungguh nawarin tumpangannya," ucap Ojan dengan sibuk menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Ya abis gimana, bukan muhrim, masa gue bonceng bini orang, bonceng pacar aja blom pernah." Ilham menanggapi, kemudian menoleh pada Nolan yang tengah memainkan ponselnya. "Kabarin si Jino, istrinya licin nggak bisa ditangkep," imbuhnya.

Nolan mengangguk, kemudian membuka pesan grup di ponselnya, namun belum juga mengetikkan apa-apa, Ojan sudah menyikut lengannya. "Apaan si."

"Si Jino istrinya diajak pulang sama Randy," ucap Ojan mengompori, membuat pandangan Mereka fokus ke ujung koridor di mana pria bernama Randy menghampiri gadis itu dan tampak mengobrol sesuatu.

"Belum tentu, gue rasa si Nara nggak bakal mau," balas Ilham dengan melipat lengannya di depan dada.

Setelah mengambil foto Nara juga Randy yang mulai menjauh, Nolan segera membuka grup wa dan mengabarkan pada Jino bahwa istrinya diantarkan oleh pria lain."Biar panas," ucapnya yang membuat teman-temannya menoleh.

Belum sempat bertanya, Ilham dan Ojan kemudian mendapat notif di ponselnya, hingga keduanya  ikut membuka pesan yang dikirimkan oleh Nolan ke grup chat mereka.

"Emang menurut lo dia bakalan panas? Kan katanya nggak cinta ya?" Ojan kemudian bertanya.

"Gue sih nggak yakin kalo dia nggak ada perasaan apa-apa sama istrinya, apalagi mereka serumah kan?" Ilham memberikan dugaan.

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang