Bertemu

2.4K 280 18
                                    

Jino sedikit terlonjak saat asisten rumah tangga di kediamannya itu mengatakan bahwa ada seorang wanita yang menunggu di luar, namun yang datang malah Om Ardi, pemuda yang sudah nyaris berdiri itu kemudian duduk lagi.

"Numpang sarapan dong," ucap Ardi dengan mengambil sendok Sena dan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

Sena yang protes mengomel dan mengambil sendok baru. "Om Ardi emang diusir sama Tante Karin, sampe numpang sarapan di sini, dih melas banget," ucap gadis remaja dengan seragam sekolah smp nya itu sedikit sewot.

Ardi tertawa, mengangguk saat Nena kakak perempuannya menawarkan piring untuk pria itu. "Nggak usah Mbak, mau nganterin berkas buat di tanda tangan Pak Bos, mumpung masih di rumah," ucapnya dengan mengangsurkan map yang ia bawa ke hadapan Justin.

Justin yang melirik sekilas map coklat di hadapannya itu kemudian berkomentar. "Di kantor saja nanti," usulnya.

"Nggak bisa Pak Bos, ini buat rapat pagi ini di kantor aku, udah tinggal tanda tangan doang nggak usah dibaca-baca udah klop semua," ucapnya memaksa.

Sejenak pria itu membacanya. "Hanya satu tanda tangan di sini kan?" tanyanya.

Ardi mengangguk. "Iya tanda tangan, atau mau cap bibir juga boleh," candanya yang membuat Nara nyaris tertawa.

Jino mengabaikan keributan mereka, kembali fokus menghabiskan sarapan di atas meja. Hingga bibi asisten rumah tangga sang mami kembali menegurnya.

"Den Jino, itu temennya kok belum ditemuin, nungguin loh."

Jino reflek menoleh. "Eh, tamunya bukan Om Ardi ya?" tanyanya linglung, lalu beranjak berdiri, menuju pintu dengan sedikit berlari.

"Pagi Sayang," sapa perempuan cantik berambut curly sebahu itu, dengan senyum pepsodennya yang teramat manis.

Jino terdiam, semua kosa kata bahasa manusia dalam otaknya seolah menghilang, dia tidak bisa berbicara.

"Sayang? Kamu nggak apa-apa kan?" Sisil bertanya bingung. Mungkin menyadari pagi ini reaksi pria itu sedikit berbeda.

Belum sempat menemukan kalimat yang harus Jino lontarkan pada kekasihnya. Nara muncul dari balik punggung, kemudian tersenyum. Jino dapat melihat Sisil mengerutkan dahi melihat perempuan itu.

"Pacar kamu ya, Bang?" Nara bertanya seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

Jino mau tidak mau mengangguk. "Iya," ucapnya. Dia dapat melihat Sisil tersipu mendengar pengakuan itu. Mungkin dia pikir Nara masih ada ikatan saudara dengan dirinya.

"Kenalin." Sisil mengulurkan tangan, "aku Sisil, pacar Jino. Kita baru jadian beberapa hari yang lalu, soalnya kelamaan temenan," ucap Sisil riang.

"Hay juga." Nara membalas uluran tangan Sisil dengan tidak kalah riang, "aku Nara, istri sahnya Bang Jino, kita baru menikah kemarin," imbuhnya yang membuat senyum Sisil kemudian menghilang.

Jino merasa dunianya runtuh seketika, melihat Sisil yang mencoba untuk tertawa meski tidak yakin bahwa perempuan di hadapannya tengah bercanda, namun mendapati dirinya diam saja, Sisil tampak curiga.

Sisil melirik cincin di jari manis Jino, lalu beralih pada tangan Nara yang tersemat benda yang sama di sana.

"Aku bisa jelasin." Jino berucap lirih dengan meraih tangan kekasihnya.

Sisil menarik lengannya hingga terlepas dari tangan Jino. "Jelasin bahwa kamu ternyata sudah menikah?" tanyanya dengan suara yang gemetar, sepertinya masih tidak percaya dengan penghianatan kekasihnya.

Jino mengejar Sisil yang berlari pergi, kemudian mencengkram lengannya hingga langkah perempuan itu seketika terhenti.

Sisil menangis, satu tangannya menutup mulutnya sendiri, menahan isak agar tidak meraung. Jino tahu perempuan itu pasti kecewa sekali.

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang