Keputusan

5.3K 465 57
                                    

Saat tugas-tugas di kampusnya telah selesai, Jino kemudian mencari Sisil, ada yang ingin dia bicarakan dengan gadis itu.

Jino hendak memasuki sebuah kelas yang dia tau Sisil berada di dalamnya, namun baru sampai di depan pintu dia melihat gadis itu tampak seru mengobrol dengan teman-temannya, bersandar pada bahu seorang pria yang ia ketahui sebelumnya adalah sahabat dari kekasihnya.

Jino memutuskan untuk pergi saja, dan saat dia berbalik pemuda itu nyaris saja menabrak seorang wanita. "Eh, maaf," refleknya.

"Kak Jino cari Sisil yah?" tanya si perempuan yang Jino tau sering bersama Sisil kemana-mana.

Pemuda itu menggeleng, "enggak," ucapnya, kemudian melangkah pergi.

Jino memilih menemui teman-temannya yang tengah berkumpul di kantin, bergabung dengan mereka yang tengah makan siang.

"Eh lo dicariin tadi, buat ngisi seminar anak-anak maba," ucap Nolan mengabarkan.

Jino yang duduk mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan tampak tidak terlalu peduli, "Udah ada yang wakilin kan?" tanyanya.

"Si Randy," balas Ojan, dia pikir mungkin Jino akan terkejut dan merasa tidak suka, namun ternyata sahabatnya itu justru biasa saja. "Kayaknya buat Presiden Bem berikutnya dia bakal ngajuin diri." Ojan kembali memanasi.

"Biarin aja," ucap Jino kalem, dia kemudian bercerita bahwa dirinya hendak menemui Sisil, dan tidak jadi saat melihatnya begitu mesra dengan orang lain.

"Jadi Lo lebih cemburu sama Sisil?" Nolan memberikan dugaan, yang berhasil membuat Jino kemudian menoleh, benarkah dia lebih cemburu pada Sisil yang dekat dengan orang lain, tapi sepertinya tidak juga.

"Gue nggak merasa cemburu sama Sisil, dan gue juga nggak cemburu sama istri gue yang lagi gencar dideketin sama si Randy, gue...." Jino tampak menggantungkan kalimatnya, dia tidak tau kegelisahan apa yang saat ini tengah ia rasakan, antara Sisil dengan Nara dia merasa keduanya memang pantas melakukan itu, atas sikapnya yang tidak bisa tegas memutuskan sesuatu. "Gue mau mutusin Sisil," lanjutnya kemudian.

"Alhamdulillah," pekik teman-temannya.

"Tapi gue juga nggak tau bisa bertahan apa nggak sama istri gue." Jino kembali berucap dan membuat mereka sontak terdiam.

Pria itu tengah berada di tengah kebimbangan, hatinya sendiri tidak bisa menentukan lebih condong terhadap yang mana, dia benar-benar merasa hidupnya tidak bermakna, dan belum yakin terhadap salah satu dari mereka.

"Apa Randy belum cukup membuat lo takut kehilangan istri lo? Gue denger-denger si dia lulusan Sma yang sama dengan Nara, ya kemungkinan hubungan mereka sebelumnya mungkin istimewa." Nolan mencoba mengingatkan.

Jino yang bersiku pada meja kembali mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan,"gue nggak peduli, gue juga nggak ngerti sama perasaan gue sendiri," ucapnya.

Ilham yang duduk di sebelah pria itu kemudian mengusap punggungnya, "mendingan lo solat dulu sana biar tenang, dan yakin sama keputusan lo ke depan, masalah yang lo mau mengakhiri hubungan dengan Sisil si gue dukung, biar gimanapun juga, Nara lebih berhak atas diri lo."

"Mungkin Jino nggak merasa tersaingi dengan Randy karena merasa lebih ganteng dari anak itu, coba kalo saingan dia setara." Ojan yang memang sering tidak jelas tutur katanya itu kemudian angkat suara, membuat Nolan jadi gemas untuk berkomentar.

"Setara gimana Sih Ojaan," tanya Nolan setengah bercanda, menopang dagu menghadap pada pemuda itu.

"Ya setara, misalnya abang kembarnya balik, saingan dah tuh dia sama Bang Nino."

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang